Oleh. Kholda Najiyah*
(Founder Salehah Institute)
Muslimahtimes.com- Jika ada manusia yang tidak mau menikah dan tidak mau punya anak, boleh jadi karena belum paham tentang kedudukan anak. Bahkan, belum pernah pengalaman punya anak, sehingga khawatir dan takut memiliki anak. Oleh karena itu, penting untuk mendudukkan anak dengan benar sesuai dengan syariat Islam.
Anak adalah Perhiasan Dunia dan Sumber Kebahagiaan
Setiap anak disambut kehadirannya dengan suka cita, bahkan sejak ia bertumbuh di dalam rahim ibunya. Ketika seorang istri tes kehamilan dan positif, lalu mengabarkan pada suami, orang tua, kerabat dan sahabat, semua menyambutnya dengan bahagia.
Kehadiran anak membawa aura kegembiraan yang meluap-luap, karena anak adalah sumber kesenangan hidup dan perhiasan dunia. Baik bagi kedua orang tuanya, maupun lingkungan. Siapa yang tidak senang hatinya, melihat bayi mungil yang menggemaskan, atau balita yang lucu nan cantik atau tampan. Itulah keindahan seorang anak.
Allah Swt berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
Artinya: “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (TQS Ali-Imran: 14)
2. Anak adalah Pelembut Jiwa dan Penyejuk Hati
Kehadiran anak menjadi pelembut jiwa banyak orang. Bagi seorang perempuan, melahirkan anak menyebabkan dia paham tentang pengorbanan ibunya, hingga lebih berlembut hati pada sang ibu. Hilanglah kekerasan hatinya selama ini terhadap ibunya.
Bagi seorang laki-laki, menyaksikan perjuangan istrinya mengandung dan melahirkan, akan melembutkan hatinya untuk lebih berbakti pada ibunya; serta lebih menyayangi dan menghargai pasangan hidupnya.
Perasaan seperti itu belum tentu tumbuh bagi mereka yang belum pernah menikah dan belum merasakan memiliki anak. Sedangkan bagi pasangan yang telah dikaruniai anak, munculnya ketenangan dan kebahagiaan.
Allah Swt berfirman:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
Artinya: Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (TQS Al Furqan: 74)
3. Anak adalah Penerus Garis Keturunan
Setiap pasangan yang menikah, ingin memiliki anak untuk melanjutkan eksistensi diri dan keluarganya. Menjadi penerus keturunan dan melanjutkan kehidupan. Bukan sekadar untuk mewarisi harta kekayaannya, namun yang terpenting menjadi penerus dalam cita-citanya. Bukan berarti anak disetir untuk menjalani keinginan orang tuanya, namun melanjutkan harapan orang tua dalam menjalankan syariat agama, baik di kehidupan dunia maupun kelak di akhirat.
Allah Swt berfirman: firmanNya surat yang berbunyi,
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Artinya: “Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.” (TQS Al Baqarah: 133)
4. Anak adalah Ujian untuk Meraih Pahala
Mengasuh, merawat dan mendidik anak tidaklah mudah. Mengajarkan mereka agar taat syariat ketika kelak telah mandiri, juga bukan perkara mudah. Sebab, anak adalah manusia yang memiliki akal dan gharizah, yang tidak selamanya bisa disetel sesuai kehendak orang tua.
Mengasuh dan mendidik anak, berarti melatih kesabaran dan mengerem amarah. Di situlah letak pahalanya. Oleh karena itu, anak adalah amanah dan sekaligus ujian bagi orang tua. Bisakah amanah dari Allah Swt tersebut dijaga dan diperlakukan dengan baik dan benar sesuai syariat.
Allah Swt berfirman:
وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْم
Artinya: “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.” (TQS Al Anfal: 28)
Demikianlah, semoga para orang tua yang memiliki anak mendapat pahala atas kegigihan dan kesabarannya merawat amanah dari Allah Swt. Semoga pasangan-pasangan menikah yang hari ini belum dikaruniai keturunan, disegerakan oleh Allah Swt agar mampu merasakan hikmah dari disyariatkannya pernikahan, berkeluarga dan berketurunan. Aamiin.(*)