
Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Allah Swt. berfirman dalam surat Ar-Ruum ayat 21, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.”
Kasus KDRT tak ada henti menimpa kaum hawa, apalagi korban bertambah dari kalangan artis. Sontak viral di jagat maya, setelah berhembus kabar tak sedap dari salah seorang artis yang melaporkan suaminya karena dugaan kasus KDRT. Dilansir dari Komnasperempuan.go.id, catatan tahunan (CATAHU) 2022 mencatat bahwa dinamika pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, lembaga layanan dan Badilag. Ada laporan sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan dengan rincian, pengaduan ke Komnas Perempuan 3.838 kasus, lembaga layanan 7.029 kasus, dan BADILAG 327.629 kasus.
Masyarakat harus berani angkat bicara jika menjadi korban atau sebagai saksi pelecehan seksual ke perempuan dan anak. Hal itu disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam kampanye bertajuk “Ayo Stop Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak” saat di Car Free Day di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat Minggu (25/9/2022) (Kompas.com, 25/9/2022).
Ramai seruan speak up bagi siapa saja yang menjadi korban, hingga dibuat kode khusus jika tak mampu atau merasa takut berbicara secara lisan. Saat ini menurut sebagian orang, speak up menjadi salah satu solusi pengaduan bagi seseorang yang mengalami KDRT. Apabila korban berani melaporkan ke pihak polisi, maka polisi dianggap bisa membantu penyelesaian masalah KDRT.
Bisa jadi kasus KDRT bagai fenomena gunung es, yang tampak di permukaan tak sebanyak penampakan aslinya. Karena yang berani speak up dan melapor hanya segelintir, sebagian tak berani melapor hingga akhirnya menganggap hal yang sudah biasa laiu diam. Namun, cukup kah dengan solusi speak up dan lapor polisi untuk menyelesaikan kasus KDRT? Tampaknya harus ditelaah apa faktor penyebab KDRT, hingga kasusnya terus bertambah?
Faktor Penyebab KDRT
Dalam mencari obat, harus didiagnosis sakit yang diderita pasien apa. Begitupun dengan kasus KDRT, harus didiagnosis sebab akibatnya. Faktor penyebab tersebut di antaranya:
Pertama, pemahaman tentang mahligai pernikahan dan sumber rujukan (way of life) yang dipakai. Jika pemahaman tentang pernikahan dan sumber rujukan salah maka akan salah. Misalnya, memahami bahwa menikah sekadar menyatukan dua insan yang saling mencintai dan pemuas hasrat seksual semata. Lingkupnya hanya duniawi saja, maka rumah tangga akan kering kerontang tanpa arah tujuan yang jelas. KDRT tak dapat dihindari, keharmonisan jauh panggang dari api.
Kedua, ekonomi. Kekurangan ekonomi bisa memicu KDRT, psikis suami yang mencari nafkah merasa beban dan akhirnya melakukan kekerasan. Apalagi kondisi pandemi dan krisis, terjadi PHK besar-besaran. Kelebihan ekonomi pun bisa jadi memicu KDRT, suami ada kesempatan berselingkuh dan ketika istri curiga lalu mencoba untuk memastikan, sang suami emosi hingga bisa melakukan kekerasan. Biasanya karena takut istrinya tahu suaminya berselingkuh.
Ketiga, sistem yang ada mengondisikan manusia terjebak dalam kesalahan, tanpa memberikan solusi komprehensif bagi warganya. Penyebab faktor ekonomi, negara yang punya wewenang mengatur perekonomian dan membantu perekonomian setiap warga negaranya.
Sekularisme yang diterapkan nyatanya sudah banyak memakan korban, bukan hanya di ranah ekonomi tapi juga sampai ke ranah keluarga. Di mana keluarga sebagai pondasi terkecil sebuah peradaban, berhasil dirusak dengan berbagai virus yang menyerang umat. Begini lah ketika agama tak diperbolehkan mengatur negara dan kehidupan. Setiap langkah, perbuatan, ucapan umat menjadi kering kerontang sesuka hawa nafsu hingga brutal.
Anehnya, kekerasan yang terjadi dianggap sebagai ekspresi kebebasan bagi siapa pun termasuk para suami kepada istrinya. Umat sudah dijauhkan dari pemahaman Islam yang benar, virus kebebasan terus merasuk merusak umat. Begitu sempurna musuh Islam merusak umat, karena musuh Islam tahu di keluarga lah tempat utama mencetak dan mendidik generasi arsitek peradaban gemilang.
Berharap Solusi hanya pada Islam
Tak ada pilihan lain selain kembali pada way of life Islam yang memiliki solusi komprehensif. Dalam Islam, negara bertanggung jawab terhadap warganya termasuk mengedukasi tentang pernikahan yang sesuai dengan Islam. Pondasi akidah terus ditanamkan pada umat, sebagai benteng yang kokoh dalam menghadapi berbagai ujian termasuk dalam pernikahan.
Umat harus paham tentang hak dan kewajiban suami istri, menikah itu ibadah seumur hidup agar kedua insan yang dipersatukan saling merasa tentram bukan sebaliknya. Dalam pernikahan, suami dan istri sibuk saling berlomba dalam kebaikan dan taat. Ujian pasti akan datang, harmonis bukan berarti tanpa ujian. Justru dengan ujian, keharmonisan akan tercipta, rasa sayang dan pengorbanan akan terlihat. Muaranya adalah taat kepada Allah untuk mendapat rida dan surga-Nya.
Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I di dalam tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an, menjelaskan tafsir surat Ar-Ruum ayat 21 yaitu dengan adanya pasangan, kedua belah pihak dapat bersenang-senang, tidak kesepian, memperoleh manfaat adanya anak, serta mendidik mereka dan cenderung kepada pasangannya. Oleh karena itu, kita hampir tidak menemukan rasa cinta dan sayang lebih dalam seperti yang ada pada pernikahan.
Negara bertanggung jawab menjamin kebutuhan pokok warganya, sehingga setiap kepala rumah tangga dapat mencukupi kebutuhan dasar keluarganya. Selain itu, kebutuhan kolektif yang menjadi hak rakyat pun dipenuhi oleh negara seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Sehingga kesejahteraan bisa dirasakan oleh seluruh warga negara, sakinah pun bisa diraih oleh setiap pasangan suami istri.
Jika kesejahteraan saja dijamin, akidah terus di up grade, lingkungan masyarakat islami, aktivitas amar makruf berjalan maka peluang KDRT dalam setiap rumah tangga akan terminimalisir. Suami dan istri fokus taat kepada Allah, karena tujuannya untuk mendapat rida Allah semata. Budaya konsumtif, pelakor dan keburukan lainnya yang kini tengah menyerang umat, bisa terminimalisasi karena suasana yang dibangun dalam Islam ialah terus mendekat taat pada Allah dan sibuk mempersiapkan bekal menuju kehidupan kekal.
Rindu diterapkan aturan Islam yang membawa kesejahteraan dan rahmat bagi seluruh alam? Mari sama-sama wujudkan Islam sebagai aturan dalam semua aspek kehidupan. Hal itu hanya bisa diraih jika Islam diterapkan dalam konteks negara, karena hanya negara yang punya wewenang mengatur rakyatnya. Allahualam bishawab.