Oleh. Widi Yanti
(Tim Redaksi Muslimahtimes. Com)
MuslimahTimes.com-Dari keseluruhan penduduk Indonesia sebanyak kurang lebih 250 juta jiwa diperkirakan penyalahguna narkoba berjumlah 4 juta orang. Penyebarannya sampai pelosok negeri, menyasar kalangan muda agar menjadi regenerasi pangsa pasar. Jalur masuknya melalui jalur laut dan jalur tikus (sebutan untuk jalur tersembunyi). Jaringan internasional yang beroperasi di Indonesia adalah Afrika Barat, Eropa dan Tiongkok.
Jika dulu Indonesia dikenal sebagai pengimpor narkoba, maka saat ini telah menjadi negara pengekspor narkotika jenis shabu (methamphetamine). Tidak mengherankan jika didapati banyaknya bandar narkoba di negeri ini, karena menjadi bisnis yang menjanjikan. Wilayah Indonesia menjadi tempat hilir mudik berbagai barang di era MEA (Masyarakat Ekonomi Asia). Bagi bandar dan pengedar narkoba ini menjadi peluang meraih banyak keuntungan bersama dengan jaringan yang bertebaran di berbagai negeri.
Sebagaimana diberitakan ANTARA, Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan mengungkap sebanyak 1.564 kasus penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang di wilayah hukum setempat sepanjang Januari hingga pertengahan September 2022. Dari para tersangka yang ditangkap, sebanyak 1.941 orang pelaku laki-laki dan 173 orang pelaku perempuan. Sebagian dari mereka telah menjalani proses hukum dan dijatuhi vonis pengadilan. Sedangkan jumlah barang bukti yang berhasil diungkap dan disita dari pengungkapan kasus penyalahgunaan narkoba itu meliputi sabu-sabu sebanyak 65.009,078 gram atau setara 65 kilogram, ganja 13.354,43 gram atau 13,3 kilogram, tembakau sintetis 1.200,64 gram, pil ekstasi 3.652 butir, dan obat daftar G (pil koplo) sebanyak 370.184 butir.
Pemberantasan narkoba telah gencar dilaksanakan. Lembaga yang ditunjuk pemerintah seperti BNN, Kementrian Sosial, Kementrian Kesehatan, Kemenhukam dan lembaga penegak hukum beserta masyarakat bersinergi untuk memutus rantai peredaran narkoba. Namun, alih-alih berhasil, justru salah satu pihak yang berwajib menjadi pelakunya. Dalam beberapa kasus keterlibatan polisi dalam peredaran narkoba.
Bersumber dari kompas.com, Pihak Polda Metro Jaya menyebut bahwa ada 47 anggotanya yang diduga terlibat dalam kasus tindak pidana narkotika sepanjang 2022. Sebanyak lima orang di antaranya dipecat. Kepala Bidang (Kabid) Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya Kombes, Bhirawa Braja Paksa, mengatakan bahwa pihaknya sudah memberikan sanksi demosi terhadap 25 anggota yang diduga terlibat kasus narkoba. Sementara itu di wilayah lain, dua anggota polisi yang terlibat narkotika di Jawa Barat, menjalani sidang kode etik di ruang sidang Bid Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jabar. Kasus yang masih hangat dibicarakan adalah tentang Polda Metro Jaya telah menetapkan sebanyak 11 orang tersangka dalam kasus peredaran narkoba yang menjerat sosok Irjen Teddy Minahasa.
Masih banyak kasus yang menunjukkan para narapidana kasus narkoba masih mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara. Sungguh miris.
Kebebasan berperilaku menjadi pemicu maraknya kasus narkoba. Di antara pengedar dan pemakai dengan berbagai latar belakang pendidikan, profesi dan usia yang berbeda-beda. Semua mempunyai peluang besar terjebak dalam jeratan narkoba. Dari sisi pemakai, narkotika dijadikan sarana penenang, sejenak menghilangkan stres dalam menjalani aktivitas rutinnya. Narkotika merupakan zat yang bila masuk kedalam tubuh akan mempengaruhi susunan saraf pusat/otak. Sehingga penyalahgunaannya berakibat ganguan fisik, psikis dan fungsi sosial. Maka dari itu, akan memunculkan perilaku menyimpang lainnya, seperti mencuri, merampok, kekerasan dalam rumah tangga hingga pembunuhan.
Di samping itu, lemahnya kontrol negara menjadi penyebab utama maraknya peredaran narkoba. Terbukti dengan banyaknya kasus yang mencuat, seakan sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera. Sistem kapitalisme menjadikan pandangan individu berorientasi pada materi belaka. Sebagai pengedar melakukan transaksi haram ini bertujuan untuk meraup pundi-pundi rupiah. Meski ada kemungkinan tertangkap pihak berwajib, namun tidak sedikit diantara pihak berwajib itu sendiri berlaku sebagai pelindung aktivitas ini. Jadi bisnis narkoba seakan menjadi lingkaran setan yang tak berujung.
Dibutuhkan pembinaan mental tentang bahaya zat yang terkandung dalam narkoba. Pemahaman yang melandasi dalam berbuat berdasar pada standar halal dan haram yang berasal dari Allah Sang Pembuat hukum. Bukan standar kemanfaatan dan keuntungan materi sebagaimana sistem kapitalis.
Dalam pandangan Islam, setiap zat penenang (obat psikotropika dan narkoba) dilarang (haram). Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS Al-Baqarah: 195)
Ayat tersebut menunjukkan haramnya merusak atau membinasakan diri sendiri. Narkoba sudah pasti memberikan dampak negatif terhadap tubuh dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah dapat dijelaskan bahwa narkoba haram.
Al ‘Iraqi dan Ibnu Taimiyah menuturkan tentang keharaman candu/ganja. Dari Ummu Salamah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)”. (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309)
Aktivitas produksi, konsumsi maupun distribusi narkoba di tengah masyarakat diharamkan oleh institusi Negara Khilafah. Jika melakukan aktivitas tersebut, maka terkategori sebagai tindak kejahatan. Sehingga akan ada sanksi tegas dari Khilafah. Di dalam Islam, sanksi sebagai zawajir dan jawabir. Zawajir sifatnya mencegah orang lain untuk melakukan, lebih pada pencegahan. Sedangkan jawabir merupakan penebus dosa bagi pelakunya. Jika telah dilaksanakan sanksi ini maka di akherat akan terbebas dari azab Allah.
Secara konkret Khalifah akan menjatuhkan sanksi bagi pemakai narkoba dengan hukuman cambuk, penjara15 tahun dan denda sesuai kebijakan hakim. Sedangkan bagi penjual, pembeli, penyuling, pengangkut atau mengumpulkan narkoba dicambuk, penjara hingga 15 tahun dan denda sebesar harganya. Khilafah juga akan menindak siapa saja yang membuka tempat untuk mengkonsumsi narkoba dengan sanksi cambuk dan penjara sampai 15 tahun. Tujuan mulia dari pemberlakuan sanksi ini adalah mewujudkan masyarakat yang aman.
Islam memberikan solusi tuntas dalam masalah narkoba. Dari pembinaan untuk peningkatan ketakwaan individu sehingga muncul kontrol masyarakat. Dengan asas ketakwaan ini menjadikan kecil peluang bagi pihak berwajib untuk melalaikan maupun mengkhianati amanah yang diembannya. Diperlengkap Khilafah sebagai institusi pelaksana aturan Allah menerapkan sanksi bagi pelaku kejahatan. Tanpa ada perbedaan perlakuan dari kalangan manapun. Jadi, prinsip hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas tidak berlaku.