Oleh. Hana Rahmawati
Muslimahtimes.com–“Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama laki-laki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” (QS.7 : 81)
“Dan kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesusahan orang yang berbuat dosa itu.” (QS.7 : 84)
Dua ayat Al-Qur’an di atas jelas menceritakan kepada kita bagaimana murkanya Allah terhadap orang-orang yang melampaui batas. Mereka yang berbuat hanya untuk memperturutkan hawa nafsu dan mengindahkan perintah dan larangan Allah.
Permasalah LGBT sebenarnya sudah ada sejak kaum Nabi Luth. Mereka melakukan aktivitas menyimpang tersebut dan mengabaikan peringatan Allah yang dibawa oleh Nabi Luth. Hingga akhirnya kemurkaan Allah harus mereka terima dengan turunnya hujan batu. Kisah ini menjadi kisah yang diabadikan di dalam Al-Qur’an agar menjadi peringatan bagi kaum yang datang sesudahnya.
Namun, kini mudah kita jumpai perilaku menyimpang yang pernah mengundang kemurkaan Allah. Bahkan keberadaannya terkesan seolah dibiarkan dan dilestarikan. Lihat saja pada perundang-undangan yang berlaku, belum ada pasal yang khusus membahas tentang pencegahan bahkan sanksi bagi para pelaku serupa kaum Sodom ini.
Dewan Pimpinan Pusat Advokat Persaudaraan Islam (DPP API) menyarankan agar ada undang-undang (UU) tersendiri guna mencegah LGBT. DPP API menganalisis hanya ada dua pasal yang berpotensi menjerat LGBT di KUHP baru, yaitu pasal 414 dan pasal 411 ayat (1).
Dalam pasal 414 ayat(1) tentang pencabulan berbunyi, “Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya: di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, atau yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.” (www.republika.co.id, 22 Januari 2023)
Dalam pasal 414 ayat(1) tersebut berpotensi menjerat LGBT. Namun, ancaman pidana itu baru bisa diterapkan jika ada pihak yang mengadukan atau karena pasal ini bersifat delik aduan.
Sikap menyayangkan Undang-undang (KUHP) baru yang tidak tegas terhadap larangan lesbian, gay, biseksual dan transgender ini juga datang dari LBH Pelita Umat. Menurut Chandra Purna Irawan, ketua LBH Pelita Umat kepada Republika bahwa larangan perbuatan cabul, baik sesama jenis maupun berbeda jenis, di dalam KUHP baru tersebut apabila dilakukan melalui pemaksaan. Padahal tindakan LGBT yang dilakukan dengan persetujuan atau consent yang dipersoalkan.
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) guna menangani persoalan ini mulai diusulkan. Salah satunya pemerintah kota (pemkot) Bandung yang menilai perda LGBT menjadi wacana yang dapat dibahas mendatang. Namun, keberadaan kaum pelangi ini memang sejak lama menuai kontroversi. Bagi mereka pengusung kebebasan justru undang-undang KUHP baru jelas dirasa merugikan. Sebab terdapat pasal yang mereka rasa justru diskriminatif terhadap kaum minoritas. (www.hrw.org.id, 23 Januari 2023)
Human Rights Watch dalam world report 2023 menuliskan, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru justru membahayakan hak-hak dasar jutaan orang di negeri ini. Atas dasar kebebasan mereka menentang terbitnya undang-undang baru yang sebetulnya tidak memberi kerugian apapun terhadap kaum pelangi tersebut.
Dalam World Report 2023 setabal 712 halaman, edisi ke-33, di hampir 100 negara telah menjadi objek pengamatan oleh Human Rights Watch mengenai berbagai praktik hak asasi manusia. Dalam esai pengantarnya, pejabat Direktur Eksekutif Tirana Hassan mengatakan bahwa di dunia, dimana kekuasaan telah beralih, tidak mungkin lagi mengandalkan sekelompok kecil Global North (mencakup wilayah yang kaya dan kuat seperti Amerika Utara, Eropa dan Australia) untuk membela hak asasi manusia. Dikatakan pula bahwa mobilisasi dunia di sekitar perang Rusia di Ukraina mengingatkan kita pada potensi luar biasa ketika pemerintah negara-negara di dunia menyadari kewajiban hak asasi manusia mereka dalam skala global.
Bagi mereka, penyimpangan seks yang terjadi adalah konsekuensi yang ada dari kebebasan berekspresi dalam hak asasi manusia. Padahal fitrahnya manusia telah ditetapkan Allah berpasang-pasangan. Islam memandang perilaku berlebihan ini sebagai dosa besar bentuk penentangan terhadap Allah. Jelas dalam kisah umat terdahulu, Allah timpakan azab kepada mereka yang melampaui batas.
Di dunia ini, LGBT justru mendapat tempat nyamannya untuk tetap eksis di tengah-tengah masyarakat. Bahkan pegiat HAM pun menentang diterbitkan nya undang-undang yang melarang keberadaan kaum pelangi tersebut. Padahal penyimpangan seks LGBT merupakan penyebaran penyakit yang harus segera diberantas dengan tuntas. Bayangkan saja, secara logika jika LGBT tumbuh subur maka pertumbuhan manusia di bumi akan terhenti. Tidak akan ada lagi proses perkembangbiakan anak manusia yang menghasilkan generasi baru. Dengan begitu populasi manusia di dunia akan segera punah.
Trending topic ini hanya sebuah perulangan sejarah masa lalu, terutama perilaku ummatnya nabi Luth. Hubungan seksual sesama jenis antara laki-laki dan laki-laki atau perempuan dengan perempuan adalah perilaku menyimpang dan bertentangan dengan fitrah manusia. Oleh karena itu, Allah Swt sangat murka dan menyiksa mereka dengan menghujani batu yang menyala-nyala, menghancurkan negerinya dengan cara membalikkannya dalam perut bumi. Pelampiasan nafsu birahi model LGBT dengan alasan apapun bertententangan dengan hukum Islam, jika ada yang melakukan nya maka ia harus dihukum. Menyadari hal itu, maka Islam memandang perilaku seks menyimpang hukumnya haram karena bertentangan dengan jiwa, agama, dan merusak kesehatan manusia. Para ulama berbeda pendapat atas hukum kasus ini, diantaranya yakni membunuhnya (qishas), dicambuk (rajam), membayar denda (diyat) atau diasingkan (ta’zir). Islam menentang segala bentuk upaya pelegalan LGBT di bumi ini dengan alasan apapun. Solusi Islam adalah menganjurkan untuk menikah antara laki-laki dan perempuan secara sah menurut syariat Allah, agar menghindarkan diri dari segala bentuk penyimpangan seks manusia. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan keturunan dan menjaga fitrah serta harkat dan martabat manusia secara normal.
Oleh karena itu, aturan Islam hanya bisa diterapkan pada sebuah institusi yang berideologikan Islam. Institusi Islam yang dipimpin oleh seorang yang bertakwa kepada Allah akan senantiasa menjaga kelangsungan hidup rakyatnya. Menanamkan akidah pada masyarakatnya, serta menetapkan sanksi pada perilaku menyimpang dengan sangat tegas tanpa kompromi. Maka, tiada lain umat butuh sebuah Daulah yang menerapkan Islam secara kaffah. Penerapan Islam secara Kaffah hanya akan terwujud dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu’Alam.