Oleh: Novitasari
(Muslimah Brebes)
Muslimahtimes— Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki Sumber Daya Alam yang sangat melimpah. Bahkan kekayaan alam tersebut tak kan habis dari tahun ke tahun. Namun, rakyatnya justru tak mampu menikmati semua kekayaan alam tersebut, karena semua itu justru telah diprivatisasi. Sampai-sampai air pun kini banyak dikelola oleh pihak-pihak swasta.
Di berbagai daerah ramai diberitakan tentang kenaikan tarif PDAM. Sontak saja hal itu membuat masyarakat kian menjerit. Pasalnya, kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum pulih pasca pandemi Covid-19, kini masyarakat harus dihadapkan lagi dengan kenaikan tarif PDAM, tentu hal itu akan membuat beban masyarakat semakin bertambah berat.
Di Indramayu, para perempuan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) cabang Indramayu, mereka menyampaikan penolakan kenaikan tarif PDAM tersebut kepada wakil rakyat di gedung DPRD Indramayu, Jum’at (27/1/2023). (Republika.co)
Mayoritas masyarakat merasa keberatan dengan kenaikan tarif ini, karena selama ini pelayanan air kurang bagus, sering mati dan bahkan apabila airnya keluar alirannya sangat kecil. Air merupakan kebutuhan dasar setiap orang, maka jika beban tarif naik tentu hal itu akan membuat beban masyarakat semakin bertambah.
Semua ini merupakan efek dari diterapkannya sistem kapitalisme oleh penguasa. Karena dalam sistem ini melegalkan liberalisasi sumber daya alam yang notabene itu adalah milik umum (rakyat). Konsekuensi dari liberasasi ini tentu akan terjadi komersialisasi. Sehingga pada akhirnya kekayaan milik umum yang seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat justru dijadikan sebagai ladang bisnis. Rakyat harus mengeluarkan ongkos yang besar untuk sekedar menikmati atau memanfaatkan air tersebut.
Padahal dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Artinya, air merupakan kekayaan alam yang memang harus dikelola oleh negara, dan tidak boleh membiarkan pihak swasta menguasainya, lalu diberikan kepada masyarakat. Namun pada faktanya, banyak sekali sumber daya air yang justru dikelola oleh swasta dengan dalih investasi. Jika hal ini terus dibiarkan, privatisasi sumber daya alam terus berjalan, tentu hal itu akan membuat masyarakat kesulitan untuk mendapatkan pelayanan air yang memadai dan murah.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang air sebagai kekayaan milik umum. Rasulullah saw bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput dan api”. (HR. Abu Dawud)
Dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa seluruh sumber daya alam merupakan milik umum, sehingga tidak boleh diprivatisasi. Namun, negara hanya diperbolehkan untuk mengelolanya, lalu hasil pengelolaannya itu dikembalikan kepada rakyat. Bahkan dalam pengelolaan seperti ini tidak boleh untuk mendapatkan keuntungan, namun semua itu hanya boleh dikelola dan dibagikan kepada masyarakat secara gratis dan murah. Kalaupun harus berbayar, rakyat hanya di perintahkan untuk mengganti biaya perawatan saja, sehingga rakyat bisa menikmati kekayaan alam berupa air tersebut tanpa beban yang berat.
Pada masa Rasulullah saw, seorang sahabat bernama Abyadh bin Hammal pernah meminta izin kepada Rasulullah untuk mengelola tambang garam, kemudian Rasulullah menyetujuinya. Setelah itu Rasulullah diingatkan oleh salah seorang sahabat, beliau berkata, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda apa yang telah Anda berikan pada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir”. Lalu Rasulullah saw bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia”. (HR.At-Tirmidzi)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan maksud dari hadits tersebut adalah ketika Nabi saw mengetahui bahwa tambang garam tersebut laksana air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air, air bor dan sebagainya. Maka beliau mencabut kembali pemberian beliau, karena Sunnah Rasulullah Saw dalam masalah padang rumput, air dan api menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam hal tersebut. Karena itu beliau melarang siapa pun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.
Prinsip ekonomi Islam dalam hal pengelolaan kekayaan milik umum ialah tidak bolehnya di privatisasi, karena kekayaan sumber daya alam itu sangatlah besar. Negara seharusnya hanya sebagai pengelolanya saja, hasilnya dikembalikan pada rakyat agar rakyat bisa menikmatinya. Begitu pula dengan air. Air merupakan salah satu kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh warganya seperti air sungai, laut, padang rumput dan sebagainya. Negara hanya boleh mengatur dan mengawasi seluruhnya agar semua itu bisa dinikmati oleh warga dan tidak menimbulkan kemudharatan. Bahkan bisa jadi dalam Islam, PDAM akan digratiskan. Karena air merupakan kedalam kelompok ini.
Bahkan negara akan bertanggung jawab pada semua daerah yang dikuasainya, dengan memberikan modal kepada para kepala daerah untuk mendirikan perusahaan air minum. Negara pun akan menjamin dan memberikan uang pemeliharaan agar masyarakat bisa mendapatkan pelayanan air tersebut secara gratis.
Semua biaya tersebut diambil dari Baitulmal. Dimana dana Baitulmal ini diperoleh dari beberapa pos pemasukan seperti jizyah, kharaj, fai, ghanimah dan lainnya. Dari seluruh pemasukan inilah negara akan mampu menjamin kebutuhan masyarakat baik pendidikan, kesehatan, keamanan dan sebagainya.
Semua itu hanya akan terwujud jika syariat Islam betul betul kembali diterapkan secara kaffah dalam setiap lini kehidupan. Karena hanya dengan diterapkannya syariat Islam lah semua kemaslahatan itu akan terwujud. Wallahu Alam