Oleh. Lisa Ariani
(Aktivis Muslimah)
Muslimahtimes.com–Entah mengapa beberapa bulan belakangan ini sederet pemberitaan terkait kasus pelecehan seksual hampir setiap harinya menghiasi beranda media sosial. Satu demi kasus muncul ke permukaan. Pelakunya pun tidak mengenal tempat dalam melancarkan aksinya, di tempat umum sekalipun pelakunya tidak segan melakukan aksinya. Lebih mirisnya lagi pelakunya bukan saja orang dewasa melainkan ternyata anak-anak pun menjadi pelaku kejahatan seksual.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2022 sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan. Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus. (republika.co. id, 22/01/2023)
Masih segar dalam ingatan kita, beberapa waktu lalu kita mendengar terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh tiga orang anak SD kepada seorang siswi TK di Mojokerto. Sunguh tidak bisa dibayangkan apa yang sebenarnya ada di pikiran anak-anak tersebut. Apa yang mereka tonton selama ini sehingga terpikirkan untuk melakukan hal bejat seperti itu.
Di Brebes, akhir bulan Desember tahun 2022 lalu. Remaja usia 15 tahun diperkosa secara bergiliran oleh enam pelaku setelah sebelumnya dicekoki minuman keras. Di Lombok Timur, Maret 2022. Remaja 13 tahun di perkosa oleh sembilan remaja hingga hamil. Dan belum lama ini di Lombok Barat, kecamatan Gerung remaja usia 15 tahun menjadi korban pemerkosaan oleh pacarnya. Tidak hanya diperkosa oleh pacarnya, korban juga ternyata disetubuhi oleh dua orang teman pacarnya serta dicabuli oleh satu orangnya lagi.
Kompleksitas Masalah Generasi
Sederet kasus pelecehan seksual dengan pelaku terkategori anak seharusnya bisa menjadi pengingat bagi kita semua jika masih peduli dengan generasi supaya lebih aware dengan kondisi generasi hari ini. Kasus pelecehan seksual ini hanya salah satu dari beragam masalah yang menimpa generasi atau pemuda kita hari ini. Ada masalah narkoba, pergaulan bebas, tawuran, kriminalitas lainnya dengan pelakunya adalah remaja juga turut menambah panjang sederet persoalan yang menimpa generasi. Hal ini sudah cukup menunjukkan bahwa memang generasi kita hari ini tidak sedang baik-baik saja.
Beragam peraturan yang dibuat oleh pemerintah seperti UU Perlindungan Anak, UU ITE, UU Pornografi, UU TPKS dan yang terbaru revisi KUHP. Konon semua aturan itu dibuat pemerintah dengan tujuan untuk melindungi generasi. Alih-alih melindungi generasi namun ternyata malah memuculkan masalah baru. Hal ini bisa dilihat dari kasus demi kasus kekerasan seksual yang seakan terus saja bertambah. Dan mirisnya lagi bahwa pelaku ternyata makin kesini, makin muda.
Belum lagi sanksi hukum yang diberikan bagi pelaku kejahatan yang terkategori anak sering kali menjadi perdebatan karena terbentur oleh UU Perlindungan Anak. Hari ini anak didefinisikan sebagai mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Pada usia ini mereka dianggap masih dalam tahap turbulensi dengan emosi yang masih labil serta pemikiran yang belum matang. Sehingga dalam usia ini anak tidak bisa dihadapkan di muka hukum. Tidak bisa dipenjara karena khawatir akan menimbulkan trauma.
Membudayanya Pergaulan Bebas
Jika dicermati kasus kekerasan seksual yang saat ini marak terjadi tidak terlepas dari pergaulan bebas dikalangan remaja yang telah menjadi budaya. Mengapa dikatakan telah menjadi budaya? Karena budaya pergaulan bebas ini tidak hanya terjadi di daerah-daerah perkotaan saja melainkan juga terjadi di daerah-daerah pedesaan meskipun tidak separah yang terjadi di daerah perkotaan.
Berbicara tentang budaya, tentunya tidak terlepas dari pola perilaku. Karena budaya sendiri adalah perilaku atau kebiasaan khas dari suatu masyarakat di daerah setempat, yang keberadaannya dipertahankan. Perilaku atau kebiasaan juga tidak terlepas dari pola pikir individu atau masyarakat. Karena semua berawal dari pola pikir. Pola pikir sangat menentukan perilaku individu atau masyarakat.
Ironinya hari ini pemuda telah terjangkiti dengan liberalisme. Liberalisme adalah paham kebebasan yang membolehkan individu untuk mengekspresikan diri sesuka hatinya tanpa peduli halal haram. Sebagian besar masyarakat hari ini menganggap bahwa masa muda adalah proses pencarian jati diri. Sehingga masyarakat tidak jarang membiarkan bahkan menormalisasi perilaku kenakalan remaja. Mereka beranggapan bahwa pada saatnya mereka akan berubah seiring pertambahan umur yang akan mematangkan pemikiran mereka.
Adapun liberalisme sendiri tidak muncul dengan sendirinya, namun paham ini dibentuk oleh sistem. Sistem yang diterapkan adalah sistem demokrasi sekuler. Dalam sistem demokrasi sekuler, manusia boleh menentukan mana yang baik dan benar berdasarkan perspektif masing-masing individu tanpa harus selalu menyesuaikannya dengan nilai-nilai dan aturan agama. Padahal manusia itu relatif dalam menentukan benar dan salah serta sering kali dipengaruhi oleh nafsu, tergantung dengan tujuan yang ingin dicapainya. Adapun agama hanya boleh dijalankan dalam tataran individu, tidak boleh ikut campur dalam urusan publik (politik, ekonomi, hukum, sosial). Alhasil tidak jarang kita mendapati bahwa solusi yang dibuat ternyata tidak bisa menyelesaikan masalah melainkan semakin menambah masalah.
Sistem ini juga yang menjadikan tatanan sosial menjadi sedemikian liberal hari ini. Mulai dari sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang makin hari makin tidak ada batasnya. Pornografi dan pornoaksi marak terjadi baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Hal inilah yang sering kali memicu dorongan seksual yang pada akhirnya mendorong nafsu jahat untuk melakukan pelecehan seksual. Hal ini juga diperparah oleh sistem pendidikan hari ini hanya berfokus pada nilai akademik semata namun minim pembelajaran agama dan penanaman akhlak sehingga hanya bisa mencetak generasi pintar dalam hal akademik namun minim adab.
Solusi Tuntas Islam
Islam bukan hanya sekadar agama yang mengatur ibadah ritual semata. Islam adalah sistem kehidupan yang di dalamnya tercakup segala aturan terkait semua aspek kehidupan. Segala problematika yang terjadi dalam kehidupan ini, Islam selalu punya solusi untuk menyelesaikannya. Tidak terkecuali dengan persoalan pergaulan bebas. Islam sedari awal dengan aturannya yang sempurna telah melarang segala bentuk perbuatan yang tergolong ke dalam perbuatan mendekati zina, seperti pacaran, khalwat (berdua-duan antara pria dan wanita yang bukan mahrom) dan ikhtilat (campur baur antara pria dan wanita) kecuali dalam urusan tertentu seperti pendidikan, kesehatan, muamalah.
Islam juga memerintahkan wanita untuk mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan serta memerintahkan pria dan wanitanya untuk menunduk pandangan. Semua perintah tersebut sejatinya bukan untuk mengekang melainkan aturan tersebut adalah bentuk penjagaan Islam baik itu untuk pria dan wanita agar terhindar dari dorongan untuk melakukan hal-hal keji seperti zina.
Islam juga memiliki sanksi yang tegas bagi para pelaku zina. Pelaku yang telah terbukti melakukan perbuatan zina akan dihukum cambuk 100 kali bagi yang belum menikah dan hukuman rajam sampai mati bagi yang sudah menikah. Hukuman itu berlaku bagi setiap muslim yang sudah ‘aqil dan ‘baligh tanpa harus melihat batasan umur. Hukuman yang diberikan memang sangat tegas namun hukuman itu adalah untuk menimbulkan efek jera agar tidak ada lagi yang melakukannya dan hukuman tersebut berfungsi sebagai penebus diri dari dosa terhadap hukuman Allah di akhirat kelak.
Adapun sistem pendidikan akan dijalankan berdasarkan akidah Islam. Kurikulum pendidikan akan dibuat berlandaskan pada akidah Islam. Karena pendidikan dalam Islam bukan bertujuan untuk mencetak generasi yang hanya pintar dalam masalah akademik saja melainkan pendidikan dalam Islam bertujuan untuk mencetak generasi yang memiliki akidah yang kokoh dan berkepribadian Islam (syaksiyah Islam). Pendidikan Islam akan mengenalkan, mengarahkan,dan membiasakan anak memiliki tanggung jawab sebelum baligh. Memahamkan anak mengenai konsekuensi dari segala perbuatannya. Agar pada usia baligh anak sudah paham dan terikat dengan hukum syarak serta siap mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan semua ini hanya akan bisa terwujud dan dilaksanakan oleh negara yang menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh). Wallohu’alam