Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
MuslimahTimes.com – Ning Imaz Fatimatuz Zahra dari Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur memaparkan metode parenting atau cara mendidik anak secara Islami. Kombinasi antara metode parenting kekinian dengan ajaran Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin. Salah satunya yaitu, hendaknya orang tua mendahulukan tarbiyah dan ta’dib, mendidik karakter serta akhlaknya dibanding ta’lim atau pendidikan intelektualnya. Karena pendidikan intelektual itu bisa dikejar, namun pendidikan karakter dan pendidikan akhlak jika sudah terlanjur buruk akan sulit dibenahi.
Melihat fenomena mental, akhlak dan karakter anak saat ini tentu menjadi PR besar bagi para orang tua dalam mendidik dan pola asuh yang selama ini dilakukan di rumah. Karena peran orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak, apakah tumbuh dan berkembang menjadi baik atau buruk? Banyak kasus di dunia anak dan remaja, bullying, kekerasan hingga pembunuhan seolah hal biasa.
Seperti yang viral saat ini, Mario Dandy Satriyo (MDS), anak pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo merupakan tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra dari salah satu pengurus pusat GP Anshor. Mahfud MD mengaku tak habis pikir ada anak pejabat pajak yang tega menganiaya seseorang hingga koma, jahat sekali. Kalau perlu bapaknya dipanggil juga kok bisa punya anak seperti itu (krjogja.com, 24/2/23).
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf memberi pesan yang bisa diambil dari kasus penganiayaan yang dilakukan anak pejabat pajak, Mario Dandy Satrio. Gus Yahya menyoroti pentingnya memperhatikan dan membimbing anak-anak (detik.com, 26/2/23)
Salah Pola Asuh dalam Atmosfer Demokrasi
Baik dan buruknya anak tergantung dari bagaimana orang tuanya mendidik dan pola asuh yang diterapkan di rumah. Orang tua yang akan menanggung dan menjadi sorotan atas perilaku anaknya. Oleh karenanya, tugas orang tua sangat penting mendidik dan mempersiapkan anak agar bisa mengarungi kehidupan ini dengan baik dan benar.
Sayangnya, dalam atmosfer demokrasi yang serba bebas orang tua terbawa arus dalam mendidik anaknya. Membebaskan apa saja yang diinginkan sang anak tanpa arahan yang tepat. Akibatnya, ketika sedikit saja tegas sikap orang tua dalam mendidik, dianggap melanggar kebebasan sang anak. Dianggap mengekang dan melanggar hak asasi anak. Apalagi Sekularisme akut menyerang umat, membuat manusia tak lagi berpedoman seutuhnya pada agama termasuk dalam mendidik dan mengasuh anak.
Karena sekularisme tak menghendaki peran agama dalam kehidupan. Tak heran jika lahir budaya permisif alias serba boleh yang banyak dilakukan oleh anak-anak. Meniru dan mengidolakan siapa saja yang menurut mereka menarik, tak peduli kepribadian idolanya buruk atau tidak. Budaya permisif ini membentuk anak tak ingin terikat dengan aturan agama, karena dianggap membahayakan bagi hak asasi manusia.
Sehingga ketika anak mengenal dunia kebebasan dan kekerasan dianggap hal biasa. Bahkan jika sampai pada pembunuhan pun seolah tak merasa bersalah. Tentu hal ini bahaya bagi pembentukan generasi muda di masa mendatang, akan kah negeri ini diisi oleh generasi rusak yang habitsnya adalah kebebasan dan kekerasan? Maka, peran orang tua dalam mendidik anak sangat urgent. Negara pun harus mempersiapkan calon orang tua yang ideal jika ingin melahirkan generasi ideal.
Namun, bisa kah diwujudkan generasi yang ideal di tengah sistem yang karut marut ini? Di mana agama tak dijadikan pondasi dan landasan untuk mengatur kehidupan. Padahal, agama lah yang menjadi ‘rem‘ bagi siapa saja jika ingin tetap berada di jalan yang lurus dan benar. Penting, sistem yang mengatur berlandaskan agama yang bisa menuntun manusia memiliki karakter yang baik, sehingga terwujud generasi yang baik dan unggul.
Islam Sistem Sempurna
Sistem itu tak lain hanyalah Islam, karena Islam memiliki konsep yang sempurna. Untuk mewujudkan generasi yang ideal, Islam mengintegralkan pembentukannya dalam sebuah sistem pendidikan yang unggul. Di mana, akidah Islam menjadi asas pendidikan agar output pendidikan tak keluar dari ajaran Islam. Tujuan pendidikan Islam di antaranya, membentuk output pendidikan berkepribadian Islam, pola pikir dan pola sikap berlandaskan Islam saja, menguasai tsaqafah Islam dan memiliki skill dan keterampilan dalam kehidupan dan sains.
Karakter yang dibentuk karakter Islam, maka apa pun yang dilakukan tak akan keluar dari ajaran Islam. Tak ada kebebasan, permisif, kekerasan, bullying, karena output pendidikan dalam Islam paham hal tersebut dilarang dalam Islam. Suasana yang ada berlomba dalam kebaikan dan memberikan yang terbaik untuk umat. Suasana amar makruf nahi mungkar dan saling menyayangi karena Allah.
Output pendidikan yang seperti ini ketika menikah, memiliki keluarga dan anak siap mentalnya. Paham bahwa menikah, mengurus dan mendidik anak bagian dari ibadah dan memiliki aset yang dipersiapkan untuk mengisi peradaban yang mulia. Ketika pun ada kerikil-kerikil tajam dalam proses berumah tangga dan mengurus anak, selalu dikembalikan pada ajaran Islam. Membentuk karakter Islam pada anak-anaknya, dan siap mengarungi kehidupan dunia dan bekal untuk hari akhir.
Output pendidikan Islam paham, bahwa mendidik anak pahalanya luar biasa. Mendidiknya dengan penuh kasih sayang, sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw. Tapi, bukan berarti tidak tegas ketika memahamkan perkara halal dan haram. Pengkondisian seperti ini perkara sistemik, tak cukup hanya orang per orang. Butuh negara yang mengatur karena hanya negara yang memiliki konsep secara komprehensif. Namun, negara itu hanya bisa diatur oleh sistem yang ideal, yaitu Islam.
Para calon orang tua hendaknya belajar dari cara mendidiknya ibunda para ulama, misalnya ibunda Imam Syafi’i. Beliau ibu yang sangat memperhatikan pendidikan agama anaknya, mendorong anaknya menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari para ulama di Makkah. Mendoakan agar anaknya menjadi ulama, tidak memanjakan anaknya hingga pulang ke rumah menjadi ulama besar.
Belajar juga dari ibunda Abdur Rahman Al-Sudais (Syekh Sudais), salah satu Imam besar Masjidil Haram yang termasyhur. Imam Sudais kecil dikenal nakal, tapi ibunya tetap mendidik dengan baik, mendoakan dan mengeluarkan kata-kata yang baik saat Imam Sudais melakukan hal yang tidak diinginkannya. Kata-kata yang diucapkan ibundanya yaitu, “Sudais Pergi kamu…! Biar kamu jadi imam di Haramain…(Masjidil haram)!” Ternyata ucapan itu menjadi kenyataan.
Allahualam Bishawab.