Oleh. Eri
(Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes.com–Pandemi covid-19 mulai mereda. Sejumlah artis luar negeri mulai melakukan rangkaian tur konser dunia. Sepanjang tahun 2023, Indonesia termasuk negara yang banyak mengadakan konser artis luar negeri. Mulai dari musisi asal Korea Selatan, Inggris, Amerika hingga Jepang. Setelah kesuksesan konser girlband asal Korea Selatan, Blackpink, giliran band asal Amerika Coldplay manggung di Jakarta. Harga tiket yang luar biasa mahal, dijual mulai dari Rp800 ribu hingga Rp11 juta. Harga semahal itu, penonton mendapatkan keuntungan spesial seperti akses backstage hingga marchandise. (cnnindonesia.com 11/5/23)
Dengan harga tiket fantastis tidak menghalangi masyarakat untuk menonton konser tersebut. Justru, ajang perang tiket atau ‘war’ tiket menjadi hal yang ditunggu. Antusias masyarakat terhadap konser artis luar negeri, dianggap menguntungkan sebagian pihak. Ada yang membuka jasa titip (jastip) pembelian tiket. Namun, masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam demi bisa menyaksikan.
Walau mahal, sebagian masyarakat berusaha mendapatkan tiketnya. Apalagi konser pertama Coldplay di Indonesia. Bagi mereka yang tidak memiliki uang yang cukup, berusaha mencari pinjaman online (pinjol). Jelang penjualan tiket, masyarakat mulai berburu pinjol demi membeli tiket. Hal ini dibenarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar. (detikfinance.com 16/5/23).
Sedangkan pemerintah melihat ini sebagai peluang untuk meningkatkan ekonomi. Omset besar dari penyelenggaraan konser, menjadi alasan pemerintah mempermudah perizinan. Kabar baik ini disambut para penyelenggara konser. Sungguh miris, lagi-lagi pemerintah menjadi regulator para pengusaha. Tanpa melihat kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit.
Perilaku foya-foya dan hura-hura yang menjangkit generasi muda saat ini akibat fenomena hedonisme. Mereka rela berkorban finansial demi bertemu sang idola. Mereka berusaha meraih kesenangan sesaat tanpa manfaat. Sikap hedonisme mendorong melakukan pemborosan, individualis, pemalas dan lainnya.
Antusiasme masyarakat saat menonton konser menggambarkan akhlak yang rusak. Banyak penonton yang bernyanyi, bergoyang dalam satu tempat yang bercampur baur antara laki-laki dan perempuan. Sayangnya, aktivitas ini dianggap wajar. Dianggap sebagai bebas berekspresi.
Melihat kondisi masyarakat terutama generasi mudanya sangat memprihatinkan. Gempuran budaya Barat menghilangkan nilai-nilai Islam. Kehancuran generasi makin nampak, perilaku seks bebas, hamil di luar nikah hingga kekerasan. Sungguh menyedihkan. Masa depan generasi muda semakin suram. Lantas, bagaimana caranya generasi muda bisa bangkit kembali.
Selama negeri-negeri kaum Muslim masih menerapkan sistem kapitalisme liberalisme, kebangkitan hakiki tidak mungkin terwujud. Kapitalisme mendorong negara memfasilitasi kegiatan yang mengejar materi. Selama untung yang diraih, dukungan penuh akan diberi.
Sangat jauh berbeda sikap pemerintah dengan aktivitas-aktivitas keislaman yang diselenggarakan. Pemerintah sebisa mungkin membatasi, mempersulit izin bahkan membubarkan kegiatan. Stigma buruk sebagai radikal, gerakan ekstrimis, terorisme sering disematkan. Sikap ini menunjukkan pemerintah berupaya untuk menjauhkan masyarakat dari ajaran agamanya.
Oleh karena itu, menerapkan Islam sebagai aturan hidup merupakan kewajiban. Islam bukan agama ritual yang mengatur tata cara beribadah. Melainkan, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Sehingga prioritas tujuan hidup manusia bukan mengejar kesenangan, tapi keridaan Allah Swt.
Kesenangan bukan diwujudkan sebagai foya-foya, menghamburkan harta demi kemaksiatan. Rasulullah saw bersabda:
“Jauhilah oleh kalian perilaku berfoya-foya, karena sesungguhnya hamba-hamba Allah SWT tidak suka berfoya-foya.”(HR . Ahmad dan Baihaqi)
Sebaliknya, kesenangan dalam Islam meraih rida Allah Swt. Selanjutnya, harta akan dikelola dengan baik untuk kebutuhan yang lebih bermanfaat, seperti pendidikan, kesehatan atau keperluan lain yang mendesak. Di saat ekonomi belum stabil, masyarakat bisa bersedekah dalam rangka membantu sesama.
Mengubah kepribadian masyarakat hanya bisa melalui pendidikan berbasis akidah. Dasar pendidikan berupa akidah Islam membentuk pola pikir dan sikap Islam. Hasilnya akan mencetak generasi bertakwa yang memiliki visi misi membangun peradaban gemilang.
Negara akan berusaha meningkatkan perekonomian dari sektor sumber daya alam. Bukan melakukan kegiatan maksiat yang merusak akhlak dan moral. Sebagai penjaga umat, negara akan melindungi masyarakat dari pemikiran sesat atau budaya barat yang merusak. Segala bentuk gaya hidup yang bertentangan dengan Islam akan dilarang.
Pada akhirnya, generasi muda tidak terjebak aktivitas hura-hura. Masa usia produktif akan dimanfaatkan untuk membentuk generasi hebat dan tangguh. Generasi yang mampu memuliakan Islam serta membangun peradaban gemilang. Selama 13 abad menjadi bukti nyata kehebatan Islam dimata dunia. Wallahu a’lam bis shawwab.