Oleh. Ranita
Muslimahtimes.com–Masih ingat nggak kalau akhir 2022 lalu hampir seluruh laman berita mengangkat tema resesi 2023 sebagai tajuk utamanya? Banyak sekali tulisan soal dampak resesi global bagi Indonesia. Di antaranya penurunan lapangan kerja, turunnya pendapatan masyarakat, meningkatnya kemiskinan dan stunting. Banyak juga yang mengangkat tips-tips untuk menyelamatkan diri dari resesi. Tapi anehnya di awal 2023, penyelenggaraan konser musik mancanegara di Indonesia makin marak. Tak tanggung-tanggung, harga tiketnya fantastis. Di awal Maret lalu, salah satu girlband asal Korea berhasil membuat penuh Stadion Utama Gelora Bung Karno. Padahal harga tiket yang mereka jual berkisar antara Rp1,35-3,8 juta. Yang terbaru, Coldplay akan menggelar konser di tempat yang sama pada 15 November nanti. Namun, war ticket berlangsung pada 17-18 Mei 2023. Harga tiketnya pun tak murah, antara Rp800 ribu hingga Rp11 juta.
Ironis ya, di satu sisi ada ancaman besar terhadap keberlangsungan ekonomi masyarakat, tapi di sisi lain, kita dipertontonkan gaya hidup hedonis-liberal yang menghambur-hamburkan uang. Padahal kalau kita mau telusuri, tak semua tiket dibeli secara debit. Pembelian bisa dilakukan meski menggunakan kartu kredit. Kartu utang yang aslinya berbasis riba. Tak hanya itu, beberapa pemburu tiket ini bahkan rela terlibat pinjaman online agar bisa membeli tiketnya. Mereka merasa perlu terlihat elit meski ekonomi sulit dan perut melilit.
Jika yang tak berharta berani mengambil utang riba, mereka yang berharta tak segan menghamburkan berjuta rupiah untuk hiburan sesaat. Padahal mayoritas masyarakat Indonesia sedang terkena dampak negatif ekonomi kapitalis. Kondisi sebagian masyarakat yang haus kesenangan ini kemudian ditangkap oleh para pelaku industri hiburan. Mereka menawarkan berbagai pilihan hiburan yang aslinya menguras dana masyarakat dan menambah pundi-pundi uang mereka.
Hedonisme Menguntungkan Kapitalis
Hedonisme adalah sebuah pandangan atau gaya hidup yang menganggap kesenangan hidup adalah tujuan hidup manusia. Meski berasal dari filsafat Yunani, namun Hedonisme tumbuh subur dan berkembang pesat dalam masyarakat kapitalis yang mengusung sekularisme sebagai ide dasarnya. Karena ide dasarnya adalah memisahkan antara agama dengan kehidupan umum, maka segala cara untuk mendapatkan kesenangan hidup akan dianggap legal. Hiburan jenis apa pun tak dilarang meski dalam penyelanggaraannya akan menampakkan aurat, ataupun terjadi campur baur antara audiens laki-laki dan perempuan. Tak akan dianggap salah juga jika penyaji hiburannya adalah pelaku atau pendukung kemaksiatan semacam LGBTQ. Asal tak bertentangan dengan prinsip kebebasan ala Kapitalisme dan menghasilkan pundi-pundi harta bagi pelakunya, apabpun bisa dilakukan. Para kapitalis dalam hal ini jelas diuntungkan. Ibarat hukum penawaran dan permintaan, mereka akan menyediakan berbagai sarana hiburan, asal para hedonis berani membeli harganya.
Ini tentu jauh berbeda dengan konsep kehidupan Islam. Islam jelas berkebalikan dengan sekularisme. Dalam Islam, baik urusan keagamaan (ketuhanan, ibadah) dan kehidupan non-keagamaan (muamalah), semuanya saling berhubungan. Soal hiburan misalnya, Islam tentu tak memberikan izin penyelenggaraan jika di dalamnya mengandung hal-hal yang dilarang oleh Islam. Hiburan dalam Islam tak boleh berlebihan, melalaikan waktu, ataupun melalaikan harta.
Pengelolaan Kekayaan Pribadi ala Islam
Dalam Islam, Allah telah melarang manusia bermegah-megahan sebagaimana yang disebutkan dalam QS. At-Takatsur. Allah mengancam pelakunya dengan neraka Jahiim. Meski harta itu didapat dengan cara yang halal, Allah mencela orang-orang yang melalaikan hartanya untuk hal yang sia-sia. Di satu sisi, Islam mewajibkan zakat atas harta, mensunnahkan wakaf dan sedekah. Dengan kebijakan ini, jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin akan makin kecil. Yang kaya akan berempati, dan yang miskin akan terhindar dari iri dengki. Distribusi harta ini secara tak langsung akan meminimalisir kejahatan yang disebabkan karena timpangnya ekonomi.
Maka jelas, pengaturan kehidupan sekuler yang memisahkan Islam dari kehidupan, hanya menciptakan para pelaku industri hiburan yang serakah. Sekulerisme juga telah banyak melahirkan manusia yang haus kebahagiaan semu meski menghabiskan harta. Padahal dalam Islam, harta justru akan menjadi sarana manusia mendapatkan saudara di dunia, dan surga di akhirat. Allahu a’lam bishshawwab.