Oleh. Mia Annisa
(Aktivis Muslimah Babelan)
MuslimahTimes.com –
Terpujilah
Wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir
Di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Di atas adalah penggalan lagu Hymne Guru ciptaan Sartono. Guru yang seharusnya digugu dan ditiru, segala baktinya dihargai dan dihormati namun hari ini profesi menjadi guru telah terjadi pergeseran nilai.
Bagaimana tidak, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud) kembali mengundang perhatian publik karena ide nyeleneh yang digagasnya, yaitu Marketplace Guru. Meskipun rencana program ini baru akan diimplementasikan pada 2024 mendatang.
Apa Itu Marketplace Guru?
Kalau selama ini kita mengenal istilah marketplace adalah tempat untuk menawarkan, menjual produk barang-barang dan jasa dengan mencantumkan harga tertentu dengan harapan ada customer yang membelinya. Berbeda dengan marketplace guru yaitu sebuah platform atau ruang guru yang berisi pangkalan data daftar semua guru dengan spesifikasi mengajarnya. Nantinya platform ini bisa diakses oleh seluruh lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sesuai kebutuhan waktu dan tempat. Layaknya kita berbelanja di e-commerce.
Kriteria Marketplace GuruÂ
Mereka adalah guru-guru yang masih berstatus honorer, namun sudah masuk seleksi untuk mengikuti calon guru ASN. Kedua adalah lulusan pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan semua guru yang masuk ke marketplace ini sudah berhak mengajar di sekolah-sekolah, nanti sekolah bisa memilih langsung guru sesuai kebutuhan di satuan pendidikannya secara real time. Melalui marketplace ini diharapkan problem guru honorer yang terus terjadi selama bertahun-tahun dikarenakan tenaga pendidik bisa pindah kapan saja, pensiun dan bahkan meninggal dunia yang kemudian membuat kekosongan posisi guru di sekolah atau sepinya peminat guru yang mengajar di bidang studi tertentu bisa diselesaikan.
Dalam marketplace guru ini sistem perekrutannya masih menggunakan formasi yang ditentukan oleh pemerintah pusat tetapi bersifat dinamis setiap tahun tergantung jumlah siswa dianggap lebih efisien mengisi kekosongan guru seperti yang terjadi saat ini. Adapun pihak yang dilibatkan untuk membahas wacana adanya marketplace guru ini adalah Menteri Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selain itu, Nadiem Makarim juga sudah menyampaikannya dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI.
Pro Kontra Marketplace Guru
Wacana marketplace guru banyak menuai sorotan, salah satunya dari Pengamat Teknologi dan Informatika, Heru Sutadi, mengatakan rencana Mendikbudristek untuk merancang marketplace guru adalah sebuah inovasi yang perlu diapresiasi, tetapi juga perlu dielaborasi.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai platform marketplace guru akan mempersulit dunia pendidikan di Indonesia bahkan merendahkan profesi guru karena program ini seakan-akan murni bisnis.
Guru yang merupakan sebuah profesi mulia, di bawah kebijakan Nadiem Makarim profesi ini tak ubahnya seperti komoditas. Guru bisa dimasukkan ke dalam keranjang belanja. Tentu sangat tidak layak guru dijadikan sebagai komoditas dalam marketplace. Menempatkan guru dalam marketplace, menurut Iman Zanatul Haeri selaku Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru telah mendegradasi guru. Kedudukan guru menjadi tidak terhormat.
Atasi Masalah dengan Masalah
Menyikapi adanya talent pool tersebut Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, akan memicu dan menimbulkan masalah baru karena bukan jaminan kepastian terhadap nasib guru, tapi malah diserahkan pada mekanisme pasar. (Republika.co.id, Jumat 26/5/2023).
Ubaid menilai langkah yang tengah diupayakan pemerintah tersebut bukan sebagai langkah menyelesaikan masalah, melainkan strategi untuk lari dari tanggung jawab. Persoalan guru honorer dan seleksi guru PPPK dalam beberapa tahun terakhir memang menyisakan berbagai masalah yang belum terselesaikan. Seharusnya pemerintah memberikan jaminan pengangkatan yang pasti terlebih dahulu atas nasib guru-guru yang honorer yang hingga kini masih belum jelas. Sebagaimana yang kita ketahui nasib guru hari ini masih terlunta-lunta, pemerintah yang memiliki power harusnya bisa memberikan kepastian namun justru sebaliknya guru malah disuruh ‘jual diri‘ di marketplace. Miris memang.
Beginilah ironi pendidikan ketika dibalut dalam sistem kapitalisme sistem pendidikan diserahkan kepada pasar yang tentunya melahirkan banyak polemik. Tidak hanya tentang ketidakjelasan nasib guru tetapi juga akan menyebabkan ketimpangan antara si kaya yang bisa mengakses guru berkualitas dengan leluasa si miskin semakin tak berdaya. Wajar jika akhirnya pendidikan seperti barang mewah, ada harga ada kualitas.
Sedangkan seseorang untuk menjadi guru pun bukan lagi tentang pengabdian tetapi sebatas cuan. Kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan kesejahteraan guru. Ini terlihat bagaimana pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang saling lempar tanggung jawab tentang pembayaran gaji mereka tidak hanya terjadi di satu tempat tapi juga di banyak tempat.
Seperti inilah sengkarut potret pendidikan di Indonesia. Kesejahteraan guru dan distribusi guru yang tidak merata masih menjadi PR besar bersama yang semestinya mampu diselesaikan oleh pemerintah dengan mengambil peran strategis. Sebab problem pendidikan akan menimbulkan masalah jangka panjang yang melibatkan generasi sebagai investasi peradaban.
Solusi IslamÂ
Semua itu tidak bisa dilepaskan dari problem sistemis yaitu jerat kemiskinan akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis. Negara harus mampu keluar dan meninggalkan sistem ini menggantinya dengan sistem yang lebih baik.
Dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara selain masalah keamanan dan kesehatan. Perhatian negara dalam masalah pendidikan sungguh sangat serius sebab ini berkaitan dengan penjagaan negara terhadap tsaqofah Islamiyah kaum muslimin.
Adapun nash yang dijadikan hujjah bahwa pendidikan merupakan hak yang sifatnya assasiyah, “Permisalan hidayah dan ilmu yang Allah SWT sampaikan kepada diriku bagaikan air hujan yang menimpa sebidang tanah. Di antara tanah itu ada tanah baik yang mampu menyerap air dan menumbuhkan rerumputan serta pepohonan yang sangat banyak. Di antara tanah itu ada pula tanah liat yang mampu menahan air sehingga Allah SWT memberikan manfaat kepada manusia dengan tanah tersebut; manusia bisa meminum air darinya, mengairi kebun-kebunnya dan memberi minum hewan-hewan ternaknya. Air hujan itu juga menimpa tanah jenis lain, yaitu tanah datar lagi keras yang tidak bisa menahan air dan menumbuhkan rerumputan. Demikian-lah, ini adalah perumpamaan orang yang faqih terhadap agama Allah, dan orang yang bisa mengambil manfaat dari apa-apa yang telah Allah sampaikan kepada diriku sehingga ia bisa belajar dan mengajarkan (ilmu tersebut kepada orang lain). Ini juga perumpamaan orang yang menolak hidayah dan ilmu dan tidak mau menerima hidayah Allah SWT yang dengan itulah aku diutus“. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Agar pendidikan senantiasa berkesinambungan, negara menetapkan seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara Khilafah diambil dari Baitulmal, yakni dari pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Melalui alokasi dana inilah para guru akan dibayarkan gajinya sesuai dengan tenaga yang dicurahkan. Misalnya, guru Matematika, guru bahasa asing, guru Bahasa Arab, dan sebagainya tidak bisa disamakan gajinya. Pemerintahan Ustmani pernah mencontohkannya, profesor yang mengajar di sekolah Mesir diberikan gaji 60 dirham, sedangkan asistennya dibayarkan upah 40 dirham. Sedangkan profesor yang mengajar di bidang hukum diberikan upah 40 dinar.
Jaminan kesejahteraan yang diberikan oleh daulah akan membuat guru fokus menjadi tenaga pendidik, guru yang kompatibel dengan shaksiyyah Islamiyah dan memiliki visi misi pengabdian untuk mendidik umat bukan guru yang menggadaikan idealismenya hanya karena urusan cuan.
Terakhir dengan jaminan pembiayaan dalam pendidikan guru tidak akan pernah merasa khawatir jika ditempatkan di wilayah atau desa tertinggal yang jauh dari hingar-bingar kota sehingga tidak ada lagi ditemukan terjadinya kekosongan guru karena negara akan memberikan upah yang sesuai atau dengan memberikan kesejahteraan hidup yang terjamin.
Wallahu’alam bi shawab.