Oleh. Kholda Najiyah
(Founder Salehah Institute)
Muslimahtimes.com–Hari Buku Nasional (Harbuknas) yang diperingati 17 Mei 2023, memasuki 13 tahun sejak dicanangkan 2002 silam. Merupakan momen untuk memperingati pentingnya budaya membaca buku, di tengah rendahnya minat baca masyarakat. Dilansir situs Kemendikbud, survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) pada 2019, Indonesia menduduki peringkat 10 terbawah dengan literasi terendah. Dari 70 negara, Indonesia di urutan 62 (detik.com)
Menurut UNESCO tingkat minat baca rakyat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang rajin membaca. Angka yang sangat memprihatinkan bagi umat Islam, yang memiliki sejarah gemilang berkat kemajuan di bidang literasi. Dengan minat baca rendah, tidak mengejutkan jika perusahaan penerbitan dan penjualan buku TB Gunung Agung sampai bangkrut dan akan menutup total seluruh gerainya, akhir 2023 ini. Sangat disayangkan. Bagaimana pun, toko buku legendaris yang sudah beroperasi 70 tahun ini, memiliki kontribusi dalam perjalanan budaya literasi bangsa.
Dampak Negatif
Dibandingkan negara maju secara sains dan teknologi, negara kita tertinggal jauh dalam segala aspek kehidupan. Tidak usah berbicara soal temuan-temuan inovatif, dalam menghadapi masalah sehari-hari pun, sebetulnya banyak hal yang bisa diselesaikan cukup dengan rajin membaca. Sebab, pada hakikatnya, ilmu banyak tersimpan di buku-buku.
Khusus pada perempuan, akibat rendahnya minat baca, dapat menimbulkan banyak problem, yang sebetulnya sangat bisa diatasi dengan cukupnya ilmu pengetahuan. Masalah-masalah yang dipicu lemahnya tingkat wawasan karena kurang baca antara lain:
Pertama, buta data sehingga mudah terbawa opini. Malas baca menyebabkan mudah percaya apa saja yang diakses. Langsung menelan mentah-mentah apa kata orang. Langsung percaya apa yang dianut kebanyakan orang. Mudah percaya klaim dari tokoh tertentu. Bahkan, mudah tergiur dengan overclaim tentang segala sesuatu yang menjanjikan solusi atas problem yang dihadapinya. Padahal semua tidak dilengkapi dengan data hasil penelitian, melainkan hanya asumsi dan opini. Misal, jika ada yang menawarkan produk dengan klaim bisa menambah kecantikan, memutihkan, merapatkan area kewanitaan, mencerdaskan dan sejenisnya, langsung percaya. Langsung membeli.
Akibatnya, tak sedikit perempuan yang tidak pandai mengatur keuangan karena serba mudah tergiur tawaran yang menjanjikan. Termasuk, perempuan mudah terbawa opini yang berkaitan dengan parenting, tumbuh kembang anak, diet, kesehatan yang diklaim ala Rasulullah saw, teknik pengobatan yang tidak masuk akal, dan obat-obatan yang tidak melalui uji klinis. Bisa berakibat fatal jika diikuti tanpa basis data.
Kedua, tidak punya argumen. Malas baca membuat input tentang pengetahuan sangat minim. Bila dihadapkan pada obrolan, diskusi atau percakapan, tidak berkutik. Tidak nyambung. Tidak paham duduk persoalan. Padahal, membaca itu ibarat mengisi teko, sehingga sewaktu-waktu siap dituangkan ke cangkir. Nah, jika teko tidak pernah diisi informasi apapun, apa yang mau dituangkan ke cangkir?
Jangan sampai menjadi perempuan yang jor-joran merawat kecantikan, tapi tidak merawat pikiran. Muka dan tubuh sangat body goal, tapi ketika diajak bicara tidak nyambung. Lebih celaka lagi, sudahlah wajah tidak menarik, wawasan cetek pula. Bagaimana perempuan akan mampu membawa pengaruh bagi keluarga, anak-anak dan lingkungan pergaulannya jika minim pengetahuan?
Perempuan cerdas, membawa pengaruh positif bagi orang-orang yang berinteraksi dengannya. Ia memberi sumbangsih besar bagi kemajuan pihak-pihak yang berada dalam tanggung jawabnya. Seperti anak-anak, generasi cerdas yang ada dalam didikannya.
Ketiga, tidak kreatif. Malas baca menyebabkan ide mentok dan tidak berkembang. Padahal, segala kemajuan berangkat dari kuatnya sebuah ide. Terciptanya pesawat terbang, internet, telepon genggam, smartphone hingga Artificial Inteligent (AI) adalah hasil dari munculnya ide tentang bagaimana menciptakan alat yang mempermudah hidup manusia.
Nah, perempuan yang kreatif, bisa menyelesaikan masalah yang ia hadapi sehari-hari. Berkat rajin baca, ia bisa mengatasi problem anak yang sulit makan misalnya. Ia bisa mengatasi problem komunikasi dengan suami dan mertua. Bahkan jika ada problem ekonomi dalam rumah tangganya, ia memiliki segudang ide untuk menyelesaiannya. Bukan langsung pinjam ke aplikasi online (pinjol) misalnya. Atau langsung menggugat cerai suaminya. Apalagi membunuh anak-anak dan lantas bunuh diri. Dangkal sekali pola pikirnya.
Keempat, kurang percaya diri. Kurang baca biasanya menyebabkan minder. Takut salah. Takut gagal. Takut ditanya. Tak berani bicara. Takut tidak mampu memenuhi harapan orang. Takut berkomunikasi dengan pasangan. Takut berdakwah dan masih banyak lagi. Sebaliknya, memiliki banyak wawasan dapat menaikkan rasa percaya diri. Maka itu, orang yang banyak baca makin PD, karena siap berhadapan dengan siapapun dan kondisi apapun. Misal diajak rapat, siap. Diajak diskusi, siap. Dimintai pendapat, siap. Diajak kontak dakwah, siap.
Dalam rumah tangga misalnya, perempuan yang memiliki ilmu tentang memasak, tentu sangat percaya diri saat menyajikan menu di meja makan. Ia tidak insecure di hadapan suami dan anak-anaknya. Keluarga merindukan masakannya, ia pun bahagia karena merasa dihargai eksistensinya.
Kelima, lemah dalam bicara dan menulis. Akibat kurang wawasan, mulut tak pandai bicara. Tidak bisa public speaking dengan bagus, karena bingung apa yang mau disampaikan. Di tengah pembicaraan sering blank. Hal ini bisa menghambat aspek pergaulan, karena teman yang menyenangkan adalah yang enak diajak bicara.
Demikian pula, kurang baca menyebabkan kurang bisa menulis. Apa yang mau ditulis kalau tidak mengikuti informasi teraktual. Tidak punya amunisi berupa kosa kata yang bagus-bagus, karena tidak biasa baca buku. Tidak punya gagasan yang brilian. Akibatnya tak bisa menulis. Tentunya masih banyak lagi akibat buruk dari rendahnya minat baca. Jika ingin maju dalam segala aspek kehidupan, membaca adalah salah satu aktivitas penting yang tidak boleh ditinggalkan.
Bangkitkan Literasi
Jika masyarakat umumnya dan perempuan khususnya, malas baca, sejatinya negara mengalami kerugian besar. Negara kehilangan aset yang menyumbang kemajuan bangsa. Negara kehilangan potensi luar biasa dari warga negara yang seharusnya kreatif dan produktif. Gejala umum berupa tingginya angka kemiskinan, tingginya angka pengangguran, banyaknya masalah sosial dan kriminalitas, dipicu kurangnya ide-ide kreatif yang bisa mewujudkan kesejahteraan. Di luar faktor eksternal, individu yang gemar membaca, akan melahirkan ide untuk keluar dari masalah internalnya.
Oleh karena itu, negara harus serius dan sungguh-sungguh menggalakkan gerakan membaca buku di seluruh elemen masyarakat. Tingkatkan anggaran untuk gerakan literasi. Permudah akses masyarakat terhadap bacaan, dengan mendukung penuh dunia penerbitan. Balai Pustaka sebagai perusahaan penerbitan milik negara, harus gencar menyosialisasikan gerakan baca buku. Menyediakan bahan-bahan bacaan berkualitas dan mendistribusikannya secara merata. Jangan sampai Balai Pustaka bernasib seperti TB Gunung Agung gara-gara masyarakat meninggalkan budaya baca buku.
Membaca buku bukan hanya tugas anak-anak. Siapa saja harus dibudayakan rajin baca. Para istri, ibu rumah tangga dan para suami pun penting baca buku. Para guru, pegawai, dan pejabat, harus rajin baca buku. Jika semua membaca, akan terjadi penyerapan ilmu pengetahuan secara massal. Dengan demikian terwujud peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), hingga tidak menjadi “beban” negara.
Tak heran bila di zaman keemasan Islam, negara betul-betul serius membangun budaya literasi. Menerjemahkan buku-buku, mengoleksi berbagai buku berharga, memberi imbalan besar pada para penulis yang berhasil menerbitkan buku, hingga membangun perpustakaan besar nan canggih di masanya. Semua itu memberi sumbangsih besar bagi terwujudnya peradaban gemilang yang selalu dikenang dalam sejarah. Kapankah era itu datang kembali? Dimulai dengan rajin baca buku sekarang juga.Wallahu’alam.(*)