Oleh. Zidniy Ilma
Muslimahtimes.com–Dilansir dari republika.co.id, Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali, mempertanyakan sikap pemerintah yang lamban dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait Ma’had Al Zaytun. Ia mengatakan dengan berbagai penyimpangan ajaran di Ma’had Al Zaytun serta adanya keterkaitan dengan NII KW 9, pemerintah tidak cukup untuk memberikan teguran, tetapi harus mengambil tindakan untuk membubarkan. Alasannya karena Athian mempertanyakan, mengapa ada negara di dalam negara ini dibiarkan. Al Zaytun telah jelas memperlihatkan pemerintahannya sendiri, tapi malah dibiarkan. Sedangkan HTI yang punya pemikiran tentang khilafah sudah dibubarkan, FPI juga dibubarkan. Mengapa?
Penyebaran Kesesatan Akidah, Tak Terkecuali di Bima (NTB)
Pendirian negara di dalam negara rupanya tidak hanya terjadi saat ini saja. Di tahun 2014, tepatnya bulan November, terdapat kasus yang serupa. Di daerah tempat penulis tinggal, Kota Bima, tepatnya di Kelurahan Manggemaci, ada satu kelompok yang mendapat penolakan keras oleh warga setempat. Keberadaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Kelurahan Manggemaci, Kota Bima dinilai telah menyebarkan ajaran sesat. Terdapat 14 pokok ajaran LDII yang dikatakan sesat. Beberapa di antaranya orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang tua sekalipun; kalau ada orang di luar kelompok mereka yang melakukan sholat di Masjid mereka, maka bekas tempat sholatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis; wajib taat pada Amir atau Imam mereka; mati dalam keadaan belum baiat kepada Amir atau Imam LDII maka akan mati jahiliyah (kafir); Al-Qur’an dan Hadits yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari mulut Imam atau Amir mereka), selain itu haram diikuti; haram menikahi orang di luar kelompoknya dan bulir-bulir poin kesesatan lainnya yang bisa dilihat di okebima.com.
Setelah mendapat kecaman dari masyarakat, ormas, serta lembaga keagamaan, tidak lama kemudian pengurus LDII yang baru angkat bicara. LDII akan membina para jamaahnya agar tidak lagi menyimpang dari ajaran Islam. Mereka bahkan telah disumpah agar tidak lagi melaksanakan taqiyah (kebohongan) untuk menutupi praktek penyimpangan akidah yang dijalankan jamaah. LDII juga memiliki rencana untuk membangun Masjid Al Fattah yang terbuka untuk semua masyarakat. Mereka pun bersedia diimami pemuka agama meski dari ormas atau lembaga lainnya serta berjanji akan lebih menjalin hubungan sosial dengan masyarakat.
Akhirnya LDII pun tidak dibubarkan. Ketua MUI Kota Bima, Drs. HM. Yasin Abubakar mengatakan pihaknya hanya memberikan pembinaan terhadap LDII. Mereka ‘dibebaskan’ karena sudah bertaubat dan menyatakan siap kembali ke ajaran Islam yang sesungguhnya. Penulis khawatir kejadian seperti ini terulang kembali pada Ma’had Al Zaytun. MUI saat ini memang menilai ada dugaan praktik penyimpangan di Ma’had Al Zaytun. Namun tidak menutup kemungkinan jika pihak Ma’had Al Zaytun mengaku salah dan bertaubat, masalah akan selesai. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua MUI Bidang Pengkajian dan Penelitian, Prof Utang Ranuwijaya, “biasanya jika terbukti melanggar kriteria 10 aliran sesat yang digariskan MUI, maka akan dikeluarkan fatwa. Akan tetapi jika Panji Gumilang (pendiri Ma’had Al Zaytun) secara hitam putih dan dengan meyakinkan bahwa dia bertaubat dan mengaku bersalah serta tidak akan mengulangi lagi kesalahannya, maka MUI bisa jadi hanya mengeluarkan taushiyah.” Penulis memikirkan pertanyaan yang sama dengan Athian di awal tulisan ini, mengapa HTI dan FPI yang tidak membangun negara dalam negara dibubarkan sedangkan LDII dan Al Zaytun yang sudah jelas justru seperti mendapat perlakuan khusus?
Keruntuhan Peradaban Islam, Sekularisme dan Cikal Bakal Munculnya Aliran Sesat
Aliran-aliran (yang divonis) sesat sebenarnya sudah muncul sejak masa Rasulullah saw, seperti munculnya Nabi baru bernama Musailamah al-Kadzzab. Namun karena saat itu Rasulullah saw masih hidup, maka segala persoalannya dapat dikembalikan kepada beliau. Mirisnya, ketika Rasulullah wafat – walaupun ada para sahabat yang melanjutkan kepemimpinan beliau – sebagian umat Islam seperti merasa kehilangan “tempat mengadu” sehingga bermunculan lah aliran-aliran yang beraneka ragam. Hal ini masih bisa teratasi sampai kekhalifahan yang terakhir di Utsmani. Karena Islam masih memiliki kepemimpinan dalam sebuah negara. Sehingga tatkala muncul penyimpangan-penyimpangan atau aliran-aliran sesat, mudah saja bagi khalifah sebagai kepala negara untuk mengatasinya. Walaupun tetap ada kelompok-kelompok yang lolos atau luput dari pengawasan negara karena beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Kekacauan semakin terjadi ketika kekhilafahan runtuh pada tahun 1924. Kemunduran peradaban Islam yang berlangsung sejak masa penjajahan Barat, membuat kaum muslimin harus membangun kembali dari awal. Usaha untuk memulihkan kembali kejayaan Islam dikenal sebagai istilah pembaharuan Islam. Gerakan pembaharuan Islam ini juga sampai ke Indonesia. Dari sinilah kemudian muncul ormas-ormas yang bertujuan untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam. Sayangnya ormas atau gerakan-gerakan ini gagal. Karena sampai sekarang kekhilafahan atau sistem Islam belum juga memimpin. Dan faktor yang menyebabkannya ialah berbagai gerakan yang ada tidak berdiri di atas dasar fikrah yang benar, tidak mengetahui thoriqah yang lurus, tidak bertumpu pada orang-orang yang berkesadaran sempurna, serta tidak mempunyai suatu ikatan yang benar.
Tak heran jika akhirnya gerakan-gerakan yang ada tak mampu membendung aliran-aliran baru yang dianggap menyimpang di Indonesia pasca kemerdekaannya. Ajaran-ajaran yang bertentangan dengan dasar-dasar hukum Islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah) mulai bermunculan, walaupun jumlahnya baru mencapai 50an. Dilansir dari tebuireng.online, perkembangan aliran sesat menjadi cukup pesat antara akhir 2000an hingga awal 2010. Salah satunya adalah NII yang telah dinyatakan sesat oleh MUI sejak tahun 2002.
Membahas tentang kelompok atau aliran-aliran sesat memang butuh pembahasan yang panjang, tidak cukup hanya dengan membaca tulisan ini. Karena memang tulisan ini dibuat tidak spesifik membahas hal tersebut. Yang harus kita ketahui bersama dan patut untuk digarisbawahi ialah, akidah seseorang atau sekelompok orang bisa dipengaruhi oleh faktor penerapan ideologi dalam sebuah negara. Negara kita, Indonesia, menganut ideologi sekularisme, yakni pemisahan aturan agama dari kehidupan. Sederhananya adalah mempercayai eksistensi Tuhan, tapi menafikkan aturanNya. Tuhan itu ada, tapi tidak berhak untuk membuat aturan, manusia lah yang berhak. Dari sekularisme kemudian muncul turunan-turunannya, seperti kapitalisme, demokrasi, dan lain-lain. Relate, bukan?
Uninstall Sekularisme dengan Ideologi Islam
Dari penjelasan di atas, wajar jika kita menemukan fakta aturan yang berubah-ubah atau pertanyaan di awal tadi otomatis terjawab dengan sendirinya, mengapa FPI dan HTI dibubarkan sedangkan LDII dan Al Zaytun dibiarkan. Karena memang penguasa berlepas tangan akan hal itu. Toh akidah yang diemban oleh negara juga sekuler. Terkait persoalan akidah diserahkan kembali kepada individu masing-masing. Jadi jika ada kelompok beraliran sesat, tunggu ada keributan di tengah-tengah umat terlebih dahulu baru mengambil langkah. Pencitraan? Bisa jadi. Lihat saja individu – bukan komunal – yang melakukan kesesatan tanpa mengajak yang lain, tidak membuat gaduh, pasti dibiarkan begitu saja. Hal ini disebabkan karena penerapan sekularisme. Akidah yang terbentuk ialah sekuler. Agama (Islam) soalan privasi yang cenderung hanya membahas salat, puasa, zakat, dan haji. Di luar daripada itu manusia berhak untuk membuat aturannya sendiri. Naudzubillah!
Uninstall sekularimse! Biang dari segala kerusakan akidah umat. Bagaimana mau menjaga akidah umat, jika akidah penguasanya saja rusak. Seorang muslim akan sulit untuk mempertahankan akidahnya jika aturan yang mengatur bersumber dari ideologi selain Islam yakni sekularisme. Dengan demikian, untuk menjaga akidah seorang muslim adalah dengan mengganti aturan atau ideologi yang saat ini diterapkan. Mengganti ideologi sekularisme dengan ideologi Islam. Rasulullah telah mengabarkan dalam bisyarah-nya bahwa Islam akan kembali tegak dalam naungan khilafah. Kita tinggal mengikuti kelompok yang berjuang untuk mewujudkan bisyarah Rasul tersebut. Kelompok yang berdiri di atas fikrah dan thoriqah yang lurus, yang tidak segan mengatakan hak itu hak, batil itu batil, yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kesadaran dan ikatan yang benar.
Bisa dilihat dalam sejarah kegemilangan Islam bagaimana akidah kaum muslim terjaga kala itu. Salah satunya di masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid. Yang mana beliau berhasil menggagalkan rencana pagelaran pentas seni yang akan segera diadakan dengan tujuan untuk menghina Rasulullah. Sultan Abdul Hamid baru sekadar mengecam pada saat itu, namun pemerintah Prancis sudah merasa gelisah dan ketakutan sehingga akhirnya tidak jadi melanjutkan pentas seni tersebut.
Beginilah gambaran ketika Islam diterapkan. Tidak hanya akidah umat yang terjaga, namun rencana untuk menjelek-jelekkan Rasulullah pun bisa digagalkan dengan seketika. Berbeda sekali dengan fakta yang ada hari ini. Walhasil, untuk membubarkan aliran-aliran sesat seperti LDII dan Al Zaytun adalah mustahil dengan kebijakan penguasa kapitalis sekuler. Harus ada perbaikan dan pelurusan akidah umat melalui dakwah pemikiran bersama jemaah dakwah ideologis, untuk tegaknya syariat Islam kaffah yang akan mewujudkan hifzhu ad-din (penjagaan agama) secara hakiki.
Wallahu a’lam.