Oleh. Kholda Najiyah
(Founder Salehah Institute, Pemred Muslimahtimes.com)
Muslimahtimes.com–Pew Research Center merilis data, pada 2020, hanya sekitar 2 persen dari populasi global yang tinggal di rumah tangga poligami (Kompas). Tidak dijelaskan agamanya, tetapi poligami memang selalu ada dalam kultur dunia.
Deretan pria dengan istri terbanyak di antaranya: Ziona Chana (76), asal Mizoram India yang punya 39 istri, 98 anak dan 36 cucu. Deta Raya (72), asal Sumba, NTT. Punya 12 istri, 52 anak dan 212 cucu. Winston Blackmore (64), asal Bountiful, British Columbia. Punya 27 istri dan 150 anak. Warrent Steed Jeff, telah menikahi 80 perempuan. Mohammed Bello, asal Nigeria, punya 130 istri dan 203 anak.
Begitulah, akan selalu ada laki-laki yang memiliki banyak istri dan akan selalu ada wanita yang bersedia menikah dengan laki-laki beristri. Itulah antara lain mengapa Allah Swt membatasi jumlah istri dalam pernikahan. Sebab jika tidak, manusia tidak akan terhentikan menghimpun wanita-wanita yang dia suka.
Meski sudah dibatasi maksimal empat, di zaman modern saat ini, perilaku poligami seperti itu tidak populer. Masyarakat sering memandangnya dengan pandangan miring. Menghakiminya dan bahkan mengolok-oloknya. Kebanyakan dianggap sebagai perilaku tak lazim, hingga tak banyak yang berani terbuka dan memilih sembunyi-sembunyi.
Di sisi lain, ketika pendidikan perempuan kian tinggi, mereka kian cerdas, kritis, dan mandiri, semakin enggan memilih pernikahan poligami yang tidak populer di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, poligami masih menjadi momok yang dihindari banyak perempuan dalam pernikahan. Tetapi, mari kita lihat realitas poligami yang kebanyakan terjadi.
Realitas poligami bagi suami:
1. Menambah tanggung jawab untuk mengelola lebih dari satu rumah tangga.
2. Menambah amanah melindungi, mengayomi dan meri’ayah para istri dan anak-anak.
3. Menambah “beban” nafkah yang kini tak hanya satu rumah tangga tapi beberapa.
4. Menambah “beban” pikiran, karena bertambahnya konflik dalam rumah tangga.
5. Menambah amanah berbakti pada orang tua, karena ketika memiliki 1 istri berarti punya kewajiban memuliakan 4 orang tua, jika punya 4 istri berarti punya 10 orang tua.
6. Menambah peluang memperbanyak generasi dengan lahirnya anak-anak dari beberapa istri.
7. Menambah kebahagiaan dengan lebih terpenuhinya kebutuhan gharizah nau.
8. Menambah hisab di akhirat, yaitu bisa memperberat dosa jika tidak bisa berlaku adil atau zalim, baik kepada istri, anak-anak maupun orang tuanya.
Melihat realitas tersebut, para suami paham bahwa konsekuensi dari poligami tak semudah yang dibayangkan. Mubah hukumnya, tetapi tidak untuk bermudah-mudah melakukannya.
Sementara itu, realitas poligami bagi istri antara lain:
1. Meringankan tanggung jawab berkhidmat pada suami.
2. Meringankan urusan rumah tangga karena bisa lebih santai saat tidak ada suami di sisinya, meskipun bisa juga sebaliknya, bisa lebih repot saat tidak ada suami (terutama saat anak masih balita).
3. Menambah saudara jika bersedia silah-ukhuwah dengan para madu dan anak-anaknya.
4. Menambah kekusyukan dan ketakwaan karena ada lebih banyak waktu untuk ibadah dan berkhalwat bersama Allah Swt.
5. Menambah produktivitas karena memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan passionnya.
6. Menambah peluang takwa dengan dinamika kehidupan yang tidak seperti dialami kebanyakan wanita muslim lainnya.
7. Menambah kemesraan.
8. Berbagi kebahagiaan dengan wanita lain.
Melihat realitas tersebut, para istri paham bahwa konsekuensi dari poligami tak seseram yang dibayangkan. Tampaknya berat, tetapi tidak untuk bermudah-mudah menolaknya. Apalagi itu adalah syariat, yang semua tahu pasti mengandung maslahat.(*)