Oleh. Lolita Faula. S.ST
Muslimahtimes.com – Kabar menyedihkan kembali akan dirasakan oleh masyarakat negeri ini. Pasalnya pemerintah berencana menaikkan kembali iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Rencananya kenaikan tersebut akan dimulai pada Juli 2025 mendatang. Sementara menurut Timbul Siregar selaku anggota BPJS Watch kenaikan ini seharusnya dimulai tahun 2024. Dalam hal ini ia merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan yang menyatakan bahwa besaran iuran yang harus dibayarkan akan ditinjau ulang paling lambat dua tahun sekali. Sementara kenaikan terakhir terjadi pada tahun 2020, maka jika mengacu pada Perpres ini seharusnya tahun 2022 dan 2024 juga diadakan kenaikan. (CNNIndonesia.com, 21/7/2023)
Kekhawatiran akan adanya rencana kenaikan iuran BPJS ini juga disampaikan oleh Said Iqbal selaku Presiden KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia). Sebelumnya KSPI dan Kelompok Partai Buruh ini menolak dengan keras rencana pemerintah yang mengeluarkan aturan baru BPJS yakni adanya program KRIS JKN (Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan). Dengan munculnya program KRIS JKN ini maka layanan kelas rawat inap sebelumnya bagi pasien BPJS itu akan dihapuskan. Ia menuturkan bahwa program KRIS yang diluncurkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini dinilai hanya sebagai alat untuk melaksanakan program money follow yang dimuat dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan. Lanjutnya perintah Undang-Undang ini hanyalah sebuah alasan, ia menduga adanya program KRIS ini sebagai bentuk komersialisasi yang dipertegas dengan rencana kenaikan iuran BPJS yang akan datang. (Liputan6.com, 23/7/2023)
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan berpotensi akan naik pada Bulan Juli Tahun 2025 perkiraan ini disampaikan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Disusul dengan adanya Permenkes Nomor 3 Tahun 2023 tentang perubahan tarif standar layanan kesehatan. Berlanjut pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 yang mengatur tentang standar tarif yang baru dengan menggantikan standar tarif pelayanan yang lama untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). Menurut Muttaqien salah satu anggota DJSN ia mengatakan dengan adanya kebijakan ini maka akan terjadi defisit pada Bulan Agustus-September Tahun 2025 yang diperkirakan sebanyak Rp11 triliun. (CNBCIndonesia.com, 20/7/2023)
Rasanya masih hangat diperbincangkan beberapa kebijakan BPJS yang terus berubah-ubah mulai dari penghapusan kelas rawat inap 1,2,3 hingga diberlakukan sistem KRIS. Kemudian belum lama ini dalam UU Kesehatan yang baru diresmikan pada Juli 2023 anggaran wajib APBN untuk Kesehatan dihapuskan (mandatory spending) yang mana tadinya setiap daerah diberikan subsidi dana kesehatan sebesar 20% kini dipangkas menjadi 5% saja.
Jika pada masa pandemi dua tahun lalu iuran BPJS ini bahkan naik, tidak jauh berbeda dengan masa endemi saat ini wacana kenaikan iuran BPJS pun kembali gencar dibicarakan. Terbayang betapa mahalnya biaya kesehatan yang akan ditanggung rakyat saat ini hingga masa yang akan datang. Dan lagi-lagi sistem kapitalisme ini sukses mengkapitalisasi layanan kesehatan, artinya sistem ini menjadikan layanan kesehatan sebagai ajang komoditas yang diperjualbelikan (diuangkan).
Tidak dimungkiri rakyat saat ini mau tidak mau bergantung pada BPJS untuk layanan kesehatan, apalagi bagi rakyat menengah ke bawah. Di tengah impitan ekonomi yang semakin mencekik, serta kekhawatiran akan kesehatan membuat mereka tidak ada pilihan lain selain menjaminkan kesehatan dengan BPJS, bahkan tidak sedikit rakyat saling mempromosikan dalam pembuatan BPJS. Alih-alih jika menggunakan BPJS itu gratis, padahal pada kenyataannya tidaklah gratis, karena sistem pengguna BPJS Kesehatan rakyat diwajibkan membayar sejumlah premi atau iuran setiap bulannya untuk mendapatkan layanan.
Sementara yang gratis hanyalah BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran), itu pun tidak semua rakyat mendapatkannya. Hanya segelintir orang saja dan diduga banyak yang dinonaktifkan oleh pemerintah, artinya BPJS PBI itu tidak bisa dipakai lagi oleh pemiliknya. Maka dari itu, sudah saatnya kita membuka mata lebar-lebar, bahwa BPJS Kesehatan adalah korporasi yang menetapkan sejumlah ketentuan sesuai kepentingan bisnis para elite, bukan untuk kepentingan rakyat (hajat hidup orang banyak).
Seperti yang pernah diungkapkan oleh doktor Biomedik Rini Syafri bahwa konsep BPJS merupakan layanan berjenjang, tagihan casemix, dan penggajian kapitasi (salah satu metode pembayaran yang dilakukan kepada penyedia layanan kesehatan primer). Konsep ini hanyalah mengedepankan logika bisnis, bukan kesehatan dan keselamatan jiwa pasien.
Sangat jelas di dalam sistem sekuler kapitalis ini negara abai dalam menjamin kesehatan rakyatnya. BPJS tidak lain hanyalah pengalihan tanggung jawab negara terhadap pelayanan kesehatan yang dilimpahkan cuma-cuma kepada rakyatnya sendiri dengan cara rakyat iuran ‘gotong-royong’. Istilahnya jika ingin sehat maka harus bayar, inilah yang disuguhkan oleh sistem kapitalis.
Hal ini sangat bertentangan dengan sistem Islam. Di dalam Islam negara adalah peri’ayah (pengurus) semua urusan umatnya termasuk memenuhi hak pokok masyarakat, yang salah satunya dalam memberi layanan kesehatan secara gratis, cuma-cuma, dan sangat terjamin. Layanan kesehatan dilengkapi dengan infrastruktur dan fasilitas kesehatan yang memadai serta berkualitas.
Dalam hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a. bahwa, “Imam itu adalah laksana penggembala, dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).“
Hal ini telah terbukti pada masa keemasan Islam 13 abad yang lalu. Sistem Islam telah menorehkan contoh riil seperti pada zaman pertengahan, hampir semua kota besar pada masa peradaban Islam memiliki rumah sakit yang dilengkapi dengan tes kompetensi bagi setiap dokter dan tenaga kesehatan. Seperti rumah sakit Qalaqun di Kairo dapat menampung hingga 8.000 pasien. Rumah sakit di masa itu menjadi favorit turis asing yang ingin merasakan pelayanan mewah tanpa biaya karena seluruh rumah sakitnya bebas biaya.
Di dalam sistem Islam semua pembiayaan ditanggung oleh negara yang sumber dananya dari harta kekayaan umum, termasuk hutan, tambang, minyak, dan gas. Juga dari kharaj, jizyah, ganimah, fai, usyur, dan pengelolaan harta milik negara lainnya yang jumlahnya melimpah. Layaknya negara kita saat ini yang kaya akan sumber daya alam.
Selain itu juga, pada masa peradaban Islam layanan kesehatan rumah sakit sejak awal perkembangannya sangat meri’ayah dengan mengedepankan kewajiban menjaga dan menyelamatkan jiwa umat manusia tanpa pandang bulu, tidak melihat latar belakang agamanya baik muslim maupun nonmuslim semua diperlakukan dengan baik. Dan juga tidak ada perbedaan pelayanan antara orang kaya dan orang miskin semua berhak mendapat pelayanan yang terbaik.
Rumah sakit saat itu terbagi dua yaitu permanen (terletak di tengah kota) dan nomaden (berpindah-pindah) dikhususkan ke wilayah-wilayah pelosok yang sulit dijangkau masyarakat sehingga seluruh lapisan masyarakat di penjuru negeri dapat menikmati fasilitas kesehatan yang layak.
Inilah sistem layanan kesehatan yang hakiki yang hanya ada di dalam sistem Islam. Bukan hanya sejarah belaka tapi sistem Islam ini bisa diterapkan, mari kita kembali kepada sistem Islam. Sistem layanan kesehatan yang riil mumpuni untuk kemaslahatan umat.
Wallahua’lam.