Oleh: Kholda Najiyah
Founder Salehah Institute
Muslimahtimes.com–Fenomena hijrah yang diterjemahkan secara maknawi sebagai perubahan dari kondisi jahiliah ke kondisi lebih islami, membuahkan banyak muslimah yang ramai-ramai menutup aurat. Termasuk para artis dan publik figur dari dunia hiburan, yang sebagian juga para mualaf. Sungguh menyejukkan ketika artis-artis cantik yang biasanya tampil seksi, kemudian tampil tertutup.
Sayangnya, baru sebentar berhijab, tidak sedikit yang kemudian melepasnya dan kembali berpenampilan terbuka seperti sebelumnya. Tanpa buang waktu, mereka juga kembali terjun ke dunia hiburan. Demi apalagi kalau bukan karena uang. Ini hanyalah salah satu alasan yang tentu saja tidak jujur diucapkan.
Selain itu, alasan lepas hijab pun macam-macam. Ada yang mencari ketenangan diri, perubahan pikiran, gara-gara bercerai, dikritik orang hingga ingin kembali ke dunia hiburan. Bahkan ada yang malah sampai pindah agama. Na’udzubillah.
Yang mengherankan, para penggemar atau netizen sebagian besar juga mendukung. Memuji, sebagai bentuk pilihan, hak asasi, kesadaran diri dan kebahagiaan pribadinya. Muncullah narasi-narasi menyesatkan yang tidak berangkat dari sudut pandang Islam. “Jadilah diri sendiri, jangan dengerin komentar orang, yang penting bahagia,” kata netizen. “Hidup-hidup dia, kenapa kita yang repot,” kata yang lain. “Kita gak pernah tahu seberat apa ujiannya, jangan menghakimi,” timpal yang lainnya lagi.
Kecantikan dan Kebahagiaan Semu
Muslimah adalah seorang hamba Allah Swt. Kepribadian Islam sebagai seorang muslimah, harus tercermin dari pola pikir, perilaku dan penampilannya. Semua itu sudah diatur oleh Allah Swt dengan aturan terbaik, yaitu syariat Islam. Sudah menjadi kewajiban untuk selalu terikat pada aturan Allah tersebut dalam segala aspek kehidupan.
Oleh karena itu, versi terbaik dari seorang muslimah adalah ketika ia senantiasa menjadikan Islam sebagai standar untuk berpikir, berperilaku, beramal dan termasuk berpakaian. Dengan demikian, secantik apa pun dia, versi terbaik baginya adalah ketika ia berhijab.
Hijab yang disandangnya, harus menjadi rem baginya untuk menjaga perilaku. Ketika ada kritik dan masukan, bukan menjadikannya kendor, tapi mengencangkan ketakwaannya. Bukan malah sebaliknya, ketika sudah berhijab tapi dikritik perilakunya yang kurang baik, eh, malah lepas hijab. Jadi, pandangan “yang penting hijabi hati, daripada pakai hijab tapi perilakunya gak baik” adalah berbahaya dan bukan berasal dari Islam.
Hijab adalah pakaian yang menjamin pemakainya dikenali sebagai muslimah yang baik. Dilindungi dan dimuliakan. Apabila ada perilaku yang belum baik, perilakunya itu yang diperbaiki. Bukan hijabnya yang dilucuti. Bila membuka hijab dipuji cantik, bahkan merasa lebih bahagia, sesungguhnya itu adalah kecantikan dan kebahagiaan semu.
Wanita muslimah yang menutup aurat, itulah perhiasan terindah di dunia. Tidak ada kecantikan dan kebahagiaan yang hakiki, selain ketika seorang hamba meraih rida Allah Swt. Rida itu akan ia raih, ketika ia senantiasa menjalankan perintah Allah Swt dan meninggalkan larangan-Nya. Termasuk perintah berhijab.
Hijrah Totalitas
Ketika memutuskan hijrah memeluk Islam dari nonmuslim, ataupun hijrah dari penampilan terbuka menjadi tertutup, harusnya diiringi kesadaran untuk terus mengkaji Islam. Supaya tertancap kuat akidah Islam di dadanya, hingga teguh menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya.
Tidak cukup hijrah dari sisi penampilan saja, yang penting tertutup. Tetapi, ada empat hal yang harus dilakukan menuju kepada kondisi terbaik seorang muslimah: ubah pola pikir, perilaku, penampilan dan pergaulan.
Pertama, ubah pemahaman, pola pikir, persepsi atau sudut pandang. Jika sebelumnya masih menggunakan sudut pandang ideologi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, gantilah dengan ideologi Islam.
Dalam hal pakaian, penampilan dan kecantikan misalnya. Jika sudut pandang sekuler menganggap pakaian adalah hak individu, bebas mau mengenakan apa saja, maka tidak demikian dengan Islam. Ada tata cara berpakaian yang diajarkan Allah Swt melalui utusan-Nya. Pakaian yang menutup aurat dengan sempurna.
Lalu kecantikan, jika ideologi sekuler memandangnya sebagai sebuah potensi yang harus diekspose, lain halnya dengan Islam. Justru, kecantikan tidak boleh ditonjolkan. Ada larangan tabaruj. Pakaian didesain bukan sebagai sarana untuk mengeksploitasi kecantikan, tapi justru untuk menutupi kecantikan.
Kedua, ubah perilaku. Seorang muslimah harus berperilaku sesuai rambu-rambu tata pergaulan menurut Islam. Seperti, tidak khalwat, tidak ikhtilat, memiliki rasa malu, tidak mengeskpos tubuhnya, bahkan helai rambutnya, menundukkan pandangan, menjaga lisan dan lemah lembut. Tidak lagi ceplas-ceplos, tapi berpikir dulu sebelum bicara. Tidak julid, iri, dengki dan akhlak minus lainnya. Demikianlah harapannya jika sudah berhijrah.
Ketiga, ubah penampilan. Seorang muslimah tampil sebagai representasi dari ajaran Islam. Ia menjaga imej agar tidak menjadi pintu masuk bagi masyarakat untuk menyudutkan Islam. Karena itu, harus selalu menjaga penampilan. Dalam arti, tampil sesuai dengan tuntutan syariat adalah bukti kesungguhan kita untuk meninggalkan penampilan lama.
Keempat, ubah pergaulan. Saat memutuskan untuk menjadi pribadi lebih baik, harus hijrah total. Termasuk hijrah dari circle pertemanan yang tidak menghantarkan pada ketakwaan. Ubah pertemanan menuju circle orang-orang saleh dan positif vibes. Bukan berarti menjauhi dan meninggalkan teman-teman lama, tapi memprioritaskan teman-teman yang satu frekuensi dalam ketakwaan.
Misal, jika dia artis, ya harus berani meninggalkan dunia hiburan. Meskipun boleh tetap menjalin pertemanan dengan sesama artis, tapi hati-hati agar tidak ikut terseret kembali ke dunia hiburan. Jika ia bekerja di sektor yang haram atau sekadar subhat, harus berani meninggalkannya dan mencari sumber ekonomi yang baru. Demikianlah jika ingin istikamah di jalan Islam.
Islam Muliakan Perempuan
Islam sangat menjaga kemuliaan wanita. Perintah berhijab adalah bentuk kasih sayang Allah pada kaum muslimah. Bukan bentuk pengekangan diri muslimah, justru sebagai bentuk pembebasan diri dari cengkeraman ideologi sekuler kapitalis yang mengeksploitasi sisi–sisi kecantikan mereka.
Namun demikian, kemuliaan wanita dalam Islam baru akan tampak jelas dan nyata jika ditopang tiga pilar. Pertama, ketakwaan individunya. Yaitu bagaimana dia memotivasi dirinya untuk senantiasa menjadi pribadi bertakwa dan istikamah di jalan-Nya.
Kedua, amar makruf nahi mungkar yang ditegakkan oleh masyarakat. Ketika ada kemaksiatan, misal muslimah lepas hijab, justru masyarakat harus mengingatkan dan tidak takut menyadarkannya.
Ketiga, sistem atau aturan yang ditegakkan negara. Berpakaian, kelihatannya masalah sepele. Kelihatannya masalah individu. Tetapi Islam memandang pakaian takwa adalah sebuah kewajiban. Karena wajib, harus ditegakkan regulasi untuk mengedukasi dan menerapkan aturan hijab. Lalu dibuat mekanisme sanksi jika ada yang melanggar.
Melalui tiga pilar yang bersinergi, niscaya tidak ada lagi muslimah dan para mualaf yang berjiwa labil dalam menentukan pilihan hidupnya. Mereka akan mantap berhijrah, menutup aurat dan tidak lagi melepaskannya. Wallahu’alam.(*)