Oleh: Ana Izzatunisa
Menyandang predikat sebagai sorang ibu tentu bukanlah perkara yang gampang, karena dipundaknya masa depan suatu generasi ditentukan. Ditambah lagi tantangan hidup di sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan seperti saat ini menambah beban tanggung jawab seorang ibu semakin berat. Di sistem sekuler saat ini kerusakan remaja seperti tawuran, narkoba, LGBT, pergaulan bebas begitu mudah ditemukan di lingkungan tempat tinggal. Hal ini tentu membuat hati para ibu semakin was-was ketika melepas putra-putriny untuk keluar rumah. Yang lebih miris lagi di era digital seperti saat ini, anak-anak yang berada di dalam rumahpun bisa terkontaminasi dengan hal-hal yang buruk dari tayangan di televisi yang tidak mendidik atau dari internet dengan aplikasi-aplikasi yang ditawarkan oleh media sosial.
Setiap ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya dan tidak ingin anaknya terjerumus dalam kerusakan.
Melarang anak untuk tidak bersosialisasi dengan lingkungan luar tentu bukanlah pilihan yang tepat karena anak juga butuh berinteraksi dengan lingkungan luar. Begitu pula melarang anak untuk tidak melek teknologi juga bukan pilihan yang bijak karena di era digital seperti saat ini kemajuan teknologi juga bisa bermanfaat. Hanya saja memang teknologi saat ini ibarat pisau yang bisa memiliki 2 fungsi. Di satu sisi bisa bermanfaat bagi penggunanya namun di sisi lain bisa merusak penggunanya. Untuk memecahkan masalah ini agar lahir generasi berkualitas maka kita sebagai ibu harus mencari akar masalahnya lalu bisa menentukan solusi mana yang harus dipilih.
Jika mencermati lebih dalam sesungguhnya kerusakan generasi saat ini disebabkan karena sistem yang diterapkan dalam negeri ini adalah sistem sekuler kapitalis yang berasal dari barat. Sistem ini menjauhkan aturan agama dari kehidupan dan siapapun yang punya modal bisa berkuasa di negeri ini.
Agama hanya ada di tempat-tempat ibadah dan hari perayaan keagamaan saja, selebihnya untuk aturan sehari-hari memakai aturan buatan manusia. Tidak heran jika generasi saat ini menjadi rusak karena dalam bertindak di kehidupan sehari-hari, mereka mengesampingkan aturan agama. Sistem ini juga yang membuat pemodal yang mengejar profit menjadi berkuasa dengan cara mereka menjalin kerja sama dengan pemerintah agar dibuatkan undang-undang yang memuluskan usaha mereka. Sebagai contohnya adalah aplikasi Tik-Tok yang sempat diblokir telah dibuka kembali.
Beberapa waktu yang lalu, sejumlah petinggi Tik-Tok langsung terbang dari Tiongkok ke Indonesia untuk bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Pertemuan itu dilakukan untuk membahas langkah yang diperlukan agar layanan Tik-Tok kembali bisa digunakan di Indonesia. (http://kaltim.tribunnews.com, 11/07/2018).
Sistem sekuler kapitalis telah dengan nyata tidak bisa membentuk generasi yang berkualitas. Sesungguhnya Islam mempunyai solusi yang hakiki bagi kerusakan yang terjadi saat ini. Islam bukanlah sekedar agama yang mengatur masalah ibadah saja. Namun Islam juga sebagai Ideologi dengan seperangkat aturannya. Islam memberikan gambaran bahwa generasi yang berkualitas adalah generasi yang memiliki keimanan yang kuat. Dari keimanan tersebut mendorong untuk mengkaji sebuah ilmu dan mengembangkannya menjadi teknologi yang bermanfaat bagi umat. Untuk membentuk generasi yang berkualitas seperti ini tentu memerlukan peran seorang ibu yang cerdas. Cerdas yang dimaksud dalam Islam adalah seseorang yang orientasi hidupnya tidak sekedar mengejar sukses dunia namun juga sukses akhirat. Sehingga seorang ibu cerdas tidak hanya mengarahkan anaknya untuk sukses secara dunia atau pintar secara akademis. Namun juga mampu membentuk putra-putrinya untuk memiliki keimanan yang kuat. Karena mereka sadar suatu saat nanti akan dihisab di akhirat.
Gambaran ibu cerdas yang mencetak generasi berkualitas adalah sebagai berikut:
1. Memiliki keimanan dan kepribadian Islam.
Dengan keimanan yang kokoh, maka seorang ibu akan mendidik putra-putrinya sejak dini dengan pendidikan Islam. Mengajarkan dibalik adanya alam semesta, dunia dan kehidupan ini ada Al-khaliq (sang Pencipta) dan al-mudabbir (sang pengatur) kepada anak-anak. Dengan demikian seiring berjalannya waktu anak-anak akan memahami hakikat tujuan hidup. Seorang ibu cerdas juga akan berkepribadian Islam dan hal ini akan di contoh oleh anak-anaknya. Sebagai contoh ketika bertindak dalam kehidupan sehari-hari, seorang ibu cerdas akan menyelesaikannya dengan pola pikir dan pola sikap yang Islami sesuai dengan keimanan yang dimilikinya. Hal ini dilakukan oleh seorang ibu yang memahami bahwa anak adalah amanah dari Allah Swt. Maka tugas seorang ibu adalah mengarahkan anak-anaknya untuk tunduk pada aturan sang Pencipta.
2. Memiliki kesadaran untuk mengarahkan anaknya sebagai aset yang berguna untuk umat.
Seorang ibu cerdas tidak hanya memikirkan dirinya sendiri dalam mendidik anak. Artinya seorang ibu tidak hanya berfikir bahwa kesuksesan mendidik anak dinilai dari suksesnya kehidupan anak dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dan bisa merawat orang tuanya di masa senja. Ibu cerdas tidak akan mendidik seperti itu saja namun jauh lebih besar dari pada hanya demikian, dengan mengarahkan anak agar mampu melakukan amar makruf nahiy munkar di tengah-tengah masyarakat dan berjuang agar hukum Allah ditegakkan dalam masyarakat.
3. Memiliki pengetahuan dan penguasaan tentang konsep pendidikan anak.
Seorang ibu cerdas tidak hanya sekedar memberi makan agar anaknya tumbuh dan berkembang. Akan tetapi seorang ibu cerdas memiliki pengetahuan tentang tumbuh kembang anak, cara mengolah potensi anak agar bermanfaat karena setiap anak punya potensi yang tidak sama, serta memahami kondisi anak-anak mereka secara fisik maupun naluri.
Dari penjelasan diatas ternyata tugas seorang ibu tidaklah mudah. Seorang ibu harus mempunyai ilmu untuk mencetak anak-anaknya tumbuh menjadi generasi berkualitas. Ilmu tersebut tidak bisa didapatkan dengan hanya berdiam diri namun harus ada pembinaan bagi para ibu. Pembinaan tersebut adalah pembinaan yang mengokohkan keimanan seorang ibu, membentuk kepribadian seorang ibu agar sesuai dengan Islam, dan juga pembinaan yang mengetahui tata cara pendidikan anak dalam Islam. Marilah bersama mengkaji Islam agar anak-anak kita suatu saat nanti akan bermanfaat dalam membangun sebuah peradaban yang mulia, dan peradaban itu adalah peradaban Islam yang akan membawa rahmatan lil’alamiin.