Oleh. Ashaima Va
muslimahtimes.com – Konon katanya salah satu hal yang harus kita pertimbangkan saat membeli rumah adalah bagaimana tetangganya. Karena merekalah orang yang akan ada di dekat kita selama kita berdomisili di rumah tersebut. Agaknya begitulah memang yang mesti kita lakukan jika kita ingin memiliki hidup yang aman dan nyaman.
Maka, Islam memberi tuntunan bagaimana adab-adab dalam bertetangga. Seperti saling tolong- menolong, memuliakan, tidak boleh menyakiti baik secara lisan dan fisik, saling berbagi, dan saling peduli. Dalam hadis dijelaskan:
مَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فلا يُؤْذِ جارَهُ
Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, janganlah menyakiti tetangganya.” (HR.Bukhari & Muslim)
Betapa Islam memandang adab terhadap tetangga adalah penting, bahkan dikaitkan dengan keimanan. Adab terhadap tetangga menjadi penyempurna sifat-sifat orang bertakwa.
Sayangnya ada rasa saling peduli yang hilang pada kasus ditemukannya dua jasad ibu dan anak tinggal kerangka di kediaman Kompleks Cinere, Depok, Jawa Barat pada 7 September 2023. Dua jasad tersebut adalah seorang Ibu berinisial GAH (64 tahun) dan anaknya DAW ( 38 tahun). Mayat keduanya diduga sudah lama membusuk di dalam kamar mandi. Polisi memperoleh informasi jika keluarga tersebut memang keluarga tertutup. (Tempo co.id, 12/9/2023)
Sangat miris karena keluarga yang tertutup, maka tak ada tetangga yang menyadari bahwa sudah tidak ada kehidupan lagi di rumah tersebut. Pada masa kini manusia yang hidup individualistis sudah menjadi fenomena yang biasa. Pergi pagi pulang malam karena tuntutan karier membuat sebagian besar masyarakat merasa nyaman hidup sendiri. Bersosialisasi hanya akan merepotkan dan membuang waktu.
Sistem kapitalisme yang bebas nilai kini sangat dijunjung oleh masyarakat. Begitu pula materialisme yang jadi derivat gaya hidup sistem ini. Segala sesuatu dinilai dengan materi. Saling peduli pada tetangga dianggap tak menguntungkan secara materi. Toh, kita hidup bukan dari pemberian tetangga. Begitu pikir mereka, sehingga masyarakat begitu nyaman hidup masing-masing. Tak saling mengusik memang, tapi juga tak saling peduli.
Fenomena individualistik juga dialami negara maju yang juga menerapkan sistem kapitalisme. Negara Korea Selatan misalnya, hidup individualistis sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Maka, tak heran jika generasi tuanya harus berhadapan dengan fenomena lonely death atau ‘godoksa‘. Mereka harus menghadapi masa tua lalu mati dalam kesendirian jauh dari kerabat.
Menurut Badan Statistik Korea, jumlah rumah tangga dengan anggota keluarga tunggal atau satu orang melonjak dari 5,39 juta pada 2016 menjadi 6,64 juta pada 2021. Semakin tua ikatan dengan keluarga pun berkurang sehingga mereka terpaksa harus menua dalam kesendirian. Di negara Jepang pun sama. Mereka harus mengalami kematian dalam kesendirian atau kodokushi. (CNNIndonesia, 17/10/2022)
Islam Menjaga Ikatan
Begitulah kapitalisme yang kini diterapkan hampir di setiap negara. Tak hanya dalam hubungan sosial sistem kapitalisme pun merusak dalam segala bidang. Sistem ini sudah rusak dari ide dasarnya. Sekularisme telah mengabaikan peran pencipta dalam mengatur manusia sebagai makhluk. Menyerahkan kedaulatan pada manusia berarti bahwa menyerahkan pada akal manusia nilai yang baik dan buruk. Menyerahkan pula pada kesepakatan manusia yang seringkali mudah dimanipulasi tentang aturan kehidupan.
Tengoklah saat ini rusaknya tatanan kehidupan masyarakat. Prinsip hidup bebas nilai dan individualistis telah membawa masyarakat yang acuh tak acuh dan tak peduli adab. Berbeda dengan Islam yang yang tunduk patuh sepenuhnya pada Allah Swt untuk mengatur manusia. Tatanan kehidupan berupa syariat Islam benar-benar membawa umat manusia pada kehidupan yang saling peduli karena ketaatan dan syu’ur keislaman.
Islam memasukkan berbuat baik pada tetangga sebagai bagian dari perintah wajib bagi seorang muslim. Termasuk berbuat baik pada tetangga adalah peduli pada kondisi mereka. Menjenguk jika sakit dan berbagi jika kita berlebih. Sebagaimana dalam firman Allah:
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتالا فَخُورًا
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (TQS. An-Nisa: 36)
Alhasil, sudah saatnya kita tinggalkan sistem kapitalisme buatan manusia. Dan selayaknya kita kembali pada islam sebagai aturan dari Allah Swt.
Wallahua’lam bish shawab.