Oleh. Eva Arlini, SE
(Pengurus Rumah Quran al Aqsho)
muslimahtimes.com – Satu hal yang bisa kita simpulkan dari kasus Rempang yang sedang viral, saat ini mempertahankan hak dihadapan penguasa sangatlah sulit. Meski pemerintah beranggapan kalau kepemilikan warga Pulau Rempang terhadap tanah di sana lemah karena tak memiliki sertifikat, kenyataanya penduduk di sana sudah mendiami Pulau Rempang selama ratusan tahun secara turun temurun. Tanah dis sana adalah warisan nenek moyang mereka.
Atas dasar tanah bersejarah itulah ratusan warga Rempang menolak angkat kaki dari kampung halaman mereka. Namun pembangunan eco-city di tanah Rempang tampaknya terlalu penting bagi pemerintah. Alhasil, terkesan penolakan seperti apa pun takkan bisa menghentikan proyek strategis nasional itu. Terlalu banyak kepentingan untuk pembangunan eco-city di Rempang. Selain pabrik kaca Cina, ada bisnis Luhut Panjaitan dan Erick Tohir juga di sana. Investasi dari Singapura pun campur tangan. Hal itu dibeberkan oleh pengacara Ahmad Khozinudin dalam channel Youtubenya beberapa waktu lalu.
Pembangunan eco-city yang dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional hanya stempel kata Khozinudin. Aslinya proyek tersebut hanya soal bisnis mereka yang berkempentingan, bukan untuk kemaslahatan rakyatnya. Beberapa bulan lalu, Direktur Utama PT. Makmur Elok Graha (MEG), Nuraini Setiawati sudah menyebutkan akan ada proyek pembangunan di kawasan Rempang yang melibatkan investor dalam dan luar negeri. (Ekonomirepublika.co.id/02/06/23)
Barangkali mereka yang disebutkan oleh Khozinudin inilah, investor dalam negeri yang dimaksud oleh Nuraini. Maka, demi keserakahan para kapitalis tersebut, rakyat pun dikorbankan. Ucapan mereka manis, namun perilaku aparat yang mereka kerahkan untuk menghadapi protes warga Rempang bringas. Mereka katakan akan memperhatikan hak – hak warga Rempang. Kenyataannya justru mereka hendak merampas hak warga di sana dengan sewenang-wenang. Bahkan anak-anak kecil pun menderita ketakutan karena perilaku aparat yang membabi buta melawan penolakan warga.
Tindakan perampasan lahan telah banyak terjadi di daerah lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Catatan Akhir Tahun LBH Semarang 2020, sepanjang tahun 2020 ada 36 kasus dengan jumlah korban sebanyak 2.352 di Jawa Tengah dengan aktor pelanggar HAM paling banyak dari Pemerintah Pusat, sebanyak 24 kasus lewat Proyek Strategis Nasional dengan tindakan perampasan lahan. (Hukumonline.com/14/04/22)
Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis demokrasi. Sistem yang memberi peluang lahirnya kebijakan penguasa yang berpihak pada pengusaha. Slogan demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat rupanya bukan dimaksudnya untuk semua rakyat, tapi rakyat yang berduit alias pengusaha.
Islam Menjamin Terjaganya Hak Individu Rakyat
Peristiwa perampasan hak rakyat atas tanah pernah terjadi pada masa lalu, yakni dalam pemerintahan Islam, Khalifah Umar bin Khaththab. Hanya saja hasil akhirnya berbeda dengan nasib warga Rempang. Saat itu, seorang gubernur memaksa hendak membeli tanah seorang warga Yahudi dengan tawaran harga yang tinggi. Namun Yahudi itu menolak. Ia bersikeras mempertahankan tanahnya. Yahudi itu pun protes kepada Khalifah, hingga kezaliman gubernur itu segera dihentikan oleh sang Khalifah. Hal ini diceritakan oleh Abdurrahman Arroisi dalam salah satu jilid bukunya 30 Kisah Teladan (1989).
Berbeda dengan kondisi yang dialami oleh warga Rempang hari ini. Protes mereka sama sekali tidak berarti bagi pemimpin nomor satu negeri ini. Bagaimanapun penolakan yang dilakukan, presiden dan segenap pihak pihak yang berkepentingan atas investasi di Rempang tidak akan menggubris permintaan rakyat.
Kenapa keadilan diperoleh oleh satu orang Yahudi tersebut?
Hal itu karena ada pihak yang ditakuti oleh khalifah sebagai pemimpin tertinggi yaitu Allah Swt. Allah Swt sangat membenci pelaku kezaliman. Allah Swt berfirman:
“Barangsiapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya kami rasakan kepadanya azab yang besar.” (QS. Al Furqan: 19)
Islam mengakui kepemilikan tanah individu meski tanpa sertifikat. Kepemilikan tanah sah pada seseorang ketika ia mengelolanya. Apalagi jika tanah tersebut telah didiami dalam jangka waktu yang lama secara turun temurun, kepemilikan tanah tersebut berkekuatan hukum yakni hukum Islam. Maka, meski yang menghadapi penguasa adalah seorang tua dan lemah seperti yahudi tua tersebut, haknya tetap terjaga.
Penguasa negeri ini perlu memiliki rasa takut kepada Allah Swt untuk bisa menghormati hak milik rakyatnya. Sayangnya rasa takut kepada Allah tak terasah di sistem kapitalis demokrasi sekarang ini. Agama telah dipisahkan dari kehidupan. Agama dipisahkan dari urusan pengaturan negara. Kalau sudah demikian, kepada siapa lagi rakyat akan mengadukan nasibnya yang ingin mempertahankan hak mereka?