Oleh : Sari Mariana, drg
(Majelis taklim Asmaul Husna Malang)
Setiap pasangan yang menikah pasti mengharapkan terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan wa rahmah. Semua menginginkan kehidupan suami istri yang penuh kebahagiaan. Namun, tak jarang masalah komunikasi masih menjadi kendala bagi pasangan yang menikah. Sebagai seorang muslim yang taat akan perintah Allah tentu menjalankan pernikahan tidak dengan pacaran terlebih dahulu, seringkali baru beberapa bulan kenal kemudian dilangsungkan pernikahan.
Kedua belah pihak berasal dari latar belakang yang berbeda, maka komunikasi sering menjadi kendala bagi kedua pasangan. Kebiasaan-kebiasaan yang jauh bertolak belakang membuat masing-masing kaget dengan pasangan barunya. Ketika hal ini tidak diimbangi dengan komunikasi yang efektif tidak jarang menimbulkan pertengkaran yang serius. Misalkan masalah handuk basah yang ditaruh sembarangan akan bisa mengakibatkan salah paham. Atau ketika respon pasangan tidak seperti yang diharapkan juga menimbulkan kekecewaan. Misalkan ketika istri mengeluh dengan setiap hari berkutat dengan pekerjaan rumah tangga kemudian suami hanya mengatakan ah itu kan sudah biasa, bisa-bisa terjadi kekecewaan di salah satu pihak jika tidak bisa memahami bahasa pasangan.
Pasangan suami istri harus meyakini bahwa tujuan pernikahan adalah semata untuk meraih keridhaan Allah. Visi Misi kehidupan keluarga adalah menyatukan perbedaan yang ada untuk meraih tujuan bersama. Jika ada perbedaan hendaknya dikomunikasikan dengan pasangannya untuk mencari jalan keluar. Mereka diciptakan oleh Allah sebagai hambaNya untuk menjadi sahabat dalm suka maupun duka. Pergaulan diantara keduanya bukanlah antara atasan dan bawahan tetapi pergaulan yang penuh kedamaian antara suami dan istri.
Allah berfirman dalam QS ar-Rum:21, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya adalah Dia menjadikan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang.” Dalam ayat ini as Sakn adalah ketenteraman atau kedamaian. Suami merasa tenteram kepada istri begitupun sebaliknya. Mereka akan cenderung kepada satu sama lain bukan malah saling menjauh.
Agar persahabatan suami istri bisa teraih maka suami dan istri perlu memahami hak suami kepada istrinya dan hak istri kepada suaminya. Suami adalah pemimpin keluarga. Dia punya kewajiban untuk meberikan nafkah yang makruf kepada keluarganya. Suami juga tidak boleh menampakkan muka masam kepada istrinya tanpa ada kesalahan dari istri. Hendaknya suami bersikap lemah lembut kepada istrinya, tidak bersikap kasar, serta tidak menampakkan kecenderungan kepadawanita lain. Bahkan dalam sebuah hadits dikatakan “Wanita adalah tulang rusuk yang bengkok jika engkau meluruskannya dengan kasar maka ia akan patah.”(HR. Muslim.)
Suami yang bersikap lemah lembut akan mebuat istri taat dan semakin menunjukkan pengabdian kepada keluarganya. Rasulullah SAW adalah contoh terbaik bagaimana Beliau bergaul indah dengan istri-istrinya. Beliau sering bercanda dengan istrinya sehingga membuat mereka tertawa, bahkan pernah mengajak lomba lari dengan istrinya. Rasulullah ketika selesai shalat isya, beliau kemudianmasuk kerumahnya. Beliau lantas bersenda gurau dengan keluarganya beberapa saat untuk menghibur keluarganya sebelum tidur. Suami juga perlu berhias sebagaimana dia juga menginginkan agar istrinya berhias untuk dirinya.
Kepemimpinan ada di tangan suami juga tidak berarti kepemimpinan yang mendominasi. Kepemimpinan yang dilandasi persahabatan tentu memberikan ruang bagi istri untuk mengemukakan pendapatnya. Suami bisa berdiskusi dengan istrinya walaupun keputusan tetap di tangan suami. Suami juga punya kewajiban dalam mendidik istrinya agar istri menjalankan kewajibannya dengan baik. Suami memberikan keridhaan bagi istri untuk menuntut ilmu dan melakukan aktivitas dakwah kepada sesama wanita dengan seizinnya.
Istri juga perlu tahu akan kewajibannya kepada suami. Ia wajib menjaga amanah yang diberikan suami. Istri adalah sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangga. Istri punya kewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang shalih dan shalihah. Ibu adalah pendidik yang pertama bagi seorang anak. Urusan di rumah seperti menyiapkan makanan, melayani suaminya, menjaga harta suami adalah menjadi tanggung jawabnya hanya saja jika pekerjaan itu terlalu banyak dan istri tidak mampu mengerjakan sendiri istri boleh meminta kepada suami untuk menyediakan pembantu. Suami bisa menyediakan pembantu rumah tangga jika memang diperlukan. Setiap apa yang dikerjakan istri dalam melayani suami dan memperhatikan kebutuhan anak-anaknya bahkan dihargai setara dengan jihadnya para lelaki. Luar biasa indahnya Islam.
Akhirnya suami wajib berlaku kasih sayang kepada istri begitupun istri wajib bersikap makruf kepada suami. Sebagai sahabat tentu dia yang paling tahu apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya. Lalu bagaimana jika hanya salah satu pihak yang memahami kewajiban ini? Maka terbukalah ladang pahala yang besar bagi suami atau istri untuk mengajak pasangannya memahami kewajibannya dan melaksanakannya demi ketaatan kepada Allah. Suami istri akan bersabar menghadapi ketidaktahuan atau belum pahamnya pasangan akan kewajibannya. Suami dan istri menjadikan proses pernikahan adalah proses bersama untuk menjadi yang lebih baik. Menjadi sahabat terbaik bagi pasangan semata karena Allah.