Oleh. Ari Sofiyanti
Muslimahtimes.com–Rumah adalah kebutuhan pokok manusia. Rumah adalah tempat bernaung dari panas dan hujan. Tempat kembali beristirahat dari aktivitas di luar. Tapi tampaknya kini memiliki rumah adalah impian yang sulit diwujudkan, apalagi di kota-kota besar. Dari tahun ke tahun harga rumah semakin mahal dan menjadi momok bagi penerus generasi. Akankah rumah bisa terbeli?
Media masa melaporkan indeks harga properti residensial (IHPR) yang mencatat pada kuartal IV/2023 harga properti melonjak 1,74% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Tingginya harga rumah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, faktor inflasi. Inflasi terus merangkak naik tiap tahun. Inflasi yang terjadi akan melemahkan nilai mata uang, harga barang kebutuhan pun akan naik dan daya beli masyarakat menurun. Demikian pula harga material bahan bangunan juga akan naik sehingga harga properti juga ikut naik.
Faktor kedua, lahan yang kurang tersedia. Penduduk di kota-kota besar, semakin banyak karena urbanisasi. Sedangkan lahan yang tersedia untuk dibangun rumah sangatlah minim. Lahan yang minim membuat harga tanahnya menjadi mahal. Jadi saat tanah tersebut dibangun rumah, maka harga rumahnya juga akan ikut mahal. Hal ini terkait pula dengan liberalisasi lahan oleh pihak kapitalis, bahkan inilah penyebab krusial dari problem pertanahan.
Faktor ketiga adalah dominasi swasta dalam penyediaan rumah. Sejak dahulu, harga rumah selalu dikendalikan oleh pihak pengembang swasta. Biaya perizinan dan pajaknya saja sudah tinggi, tak pelak para pengembang ini mematok harga selangit untuk mengejar keuntungan.
Beberapa orang bilang solusinya tak apa jika tak punya rumah. Tak mengapa jika ngontrak seumur hidup. Jangan memaksakan jika tak mampu membeli. Tentu ini benar mempertimbangkan keadaan masing-masing orang. Namun, yang menjadi fokus kita seharusnya bukan itu. Yang menjadi masalah bukanlah punya rumah sendiri atau tidak, tapi kebutuhan papan yang tak terpenuhi akibat negara mengadopsi kapitalisme. Bahkan banyak dari rakyat yang tak punya tempat tinggal layak. Mereka bermukim di pinggir rel kereta, kolong jembatan, bantaran sungai, rumah petak sempit di gang-gang yang mengimpit, atau daerah-daerah rawan bencana banjir.
Pemerintah pernah memberi solusi seperti program rumah murah. Kenyataannya pemerintah tetap menyerahkan pelaksanaannya kepada kapitalis swasta. Kualitas bangunannya tidak bagus, mudah rusak dan lokasi yang jauh dari tempat kerja menjadikan program rumah ini gagal dan ditinggalkan.
Apa yang menjadi penyebab kian sulitnya membeli rumah dan kegagalan solusi pemerintah adalah serangkaian bukti kesalahan sistem. Maka, kesalahan ini harus diperbaiki dengan mengganti sistem pula.
Allah telah berfirman, “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al Maidah: 50)
Islam yang diterapkan oleh Khilafah telah mengatur bahwa urusan rumah bagi rakyat adalah tanggung jawab negara. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat termasuk rumah dengan mekanisme tidak langsung, yaitu pengaturan lapangan pekerjaan sehingga kepala keluarga bisa memperoleh nafkah dengan baik.
Mengenai problem inflasi yang kini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme, akan diselesaikan dengan penerapan hukum ekonomi Islam. Misalnya pengaturan mata uang dalam Islam, penghapusan riba dan akad-akad batil. Dalam ekonomi Islam, pemasukan baitul mal (kas negara) salah satunya diperoleh dari sumber daya alam. Hal ini dikarenakan pengelolaan kekayaan alam negara yang besar dengan hasil melimpah tidak boleh serahkan pada swasta atas nama investasi. SDA ini harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas-fasilitas publik. Jadi rakyat Khilafah tidak akan dibebani pajak sebagaimana sistem kapitalisme.
Begitu juga aturan pertanahan dengan segala konfliknya yang muncul akibat sistem kapitalisme akan diganti dengan syariat Islam. Islam melarang kapitalisasi lahan dan memiliki hukum yang sempurna mengenai hak kepemilikan lahan. Hal ini mencegah dominasi swasta dalam penguasaan tanah. Kemudian negara Khilafah juga bertanggung jawab menyediakan rumah. Swasta boleh melakukan bisnis properti, tetapi harus sesuai syariat dan mendukung program negara. Tidak boleh ada aktivitas atau transaksi batil seperti kredit yang tidak syar’i.
Semua pengaturan syariat ini bukanlah teori semata, melainkan kewajiban yang pernah diterapkan dalam sejarah peradaban Islam yang mampu menjadi penerang dunia saat berada dalam kegelapan. Dan kewajiban ini akan tegak kembali nanti atas izin Allah.
Wallahu a’lam.