Oleh. Fatimah Azzahra, S.Pd
Muslimahtimes.com–Bandung dikenal sebagai kota yang nyaman dan membuat betah orang yang singgah. Karena keramahan penduduknya, berbagai kreativitas penghuninya, wisata kulinernya dan masih banyak lagi. Tapi, Bandung juga dikenal sebagai gotham city karena dekat dengan kekerasan termasuk kekerasan remaja.
Kekerasan Remaja
Dilansir dari laman kompas (16/5/2024),Polisi menangkap dua pelajar SMP yang diduga menganiaya temannya hingga tewas di Kota Bandung, Jawa Barat, 2 April 2024 lalu. Peristiwa nahas ini terjadi di Jalan Pesantren, Arcamanik.
Berdasarkan keterangan pelaku, kedua pelaku nekat menganiaya korban hingga tewas gegara dendam dan iri. Diketahui bahwa korban sempat menyenggol pacar salah satu pelaku dan diketahui oleh pelaku dari laporan sang pacar. Pelaku juga iri karena korban dikenal pandai dan gagah di sekolahnya.
Setelah dirawat di Rumah Sakit selama 3 hari, nyawa korban tidak tertolong. Akhirnya, korban dimakamkan keluarganya, namun untuk keperluan penyelidikan, polisi melakukan ekshumasi kepada jasad korban.
Kepolisian menyampaikan, hasil autopsi setelah ekshumasi, ditemukan retakan di kepala diakibatkan hantaman yang begitu keras yang diyakini tongkat.
Kedua pelaku kini sudah ditahan polisi. Para pelaku yang masih dibawah umur ini diancam Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 80 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 5 tahun kurungan penjara.
Lemahnya Kontrol Emosi
Bukan kejadian yang pertama di Bandung, khususnya Arcamanik. Padahal, di Arcamaniklah Lembaga Pemasyarakatan berada. Ada Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1, Lapas Perempuan, sampai Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Tapi, keberadaan Lapas ternyata tidak membuat para pelaku takut ketika mereka melakukan kezaliman pada orang lain.
Tentu banyak faktor yang menyebabkan tragedi ini terus berulang. Salah satunya kontrol diri yang lemah sehingga banyak orang emosian. Senggol bacok karena masalah sepele. Ironinya, ini jadi hal yang dimaklumi dan biasa bahkan disebarkan melalui media yang ada.
Masyarakat yang cuek dan individualis, tak peduli keadaan lingkungan sekitar. Miris sekali kejadian nahas ini terjadi di jalan Pesantren yang notabenenya dekat dengan institusi pendidikan pembinaan iman takwa anak.
Terakhir, hukuman yang tidak membuat efek jera dan pencegah bagi kejahatan lain. Diakui atau tidak, ternyata keberadaan lembaga penegak hukum di tengah masyarakat tak membuat takut masyarakat melakukan kejahatan. Apalagi ada perlindungan hukum bagi anak yang melakukan kejahatan di bawah umur.
Hukuman 5 tahun penjara karena alasan di bawah umur tak kan bisa menggantikan kesedihan keluarga korban yang kehilangan buah hatinya selamanya. Inilah potret Buram sistem buatan manusia.
Selamatkan Remaja dengan Islam
Sempat dikenal dengan program Bandung Agamis, harusnya tak hanya menjadikannya sebagai simbol fisik, tapi juga mengaplikasikan agama dalam kehidupan sehari-hari. Islam sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk tak hanya sekedar agama yang mengatur tatacara sholat, puasa dan zakat, tapi lebih dari itu.
Islam diturunkan oleh Allah Swt sebagai sistem kehidupan yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya, manusia dengan Tuhannya, dan manusia dengan manusia lainnya. Islam mewajibkan setiap pemeluknya untuk terus memupuk keimanan dalam diri. Senantiasa mengingat kematian dan beratnya hari pertanggungjawaban. Bahwa setiap aktivitas kita, besar atau kecil akan dimintai pertanggungjawaban di hari akhir nanti. Maka, kita harus berhati-hati dalam beramal agar bisa memperoleh rida Allah dan masuk ke dalam surga.
Tidak hanya mendorong umat untuk memupuk keimanan, tapi ini didukung dengan penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sehingga ilmu yang diterima di bangku sekolah, akan membuat pelajar semakin beriman pada Rabbnya. Sebagaimana yang diajarkan alim ulama sejak dulu, bertambahnya ilmu membuat iman semakin bertambah.
Media yang beredar di tengah masyarakat pun akan mendukung pemupukan iman, tidak membiasakan kekerasan atau kemaksiatan. Menjadikan kemaksiatan dan kezaliman sebagai hal yang buruk dan tidak pantas untuk dilakukan apalagi diikuti.
Masyarakat pun sadar akan kewajiban amar makruf nahi munkar. Sehingga saling menjaga agar tetap berada dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sebagai mana firman Allah tentang wajibnya saling mengingatkan dalam kebaikan dalam surah Al Imran ayat 104, yang artinya, “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Terakhir, penerapan sanksi yang tegas oleh negara sesuai dengan aturan Allah. Dalam Islam, ada hukum yang sudah Allah tetapkan dalam Al-Qur’an, tak bisa diganti dengan hukuman lain, sekalipun itu hasil kesepakatan ulama. Salah satunya hukum qisas. Mata dibalas mata, tangan dibalas tangan. Mungkin terdengar cukup menakutkan, tapi inilah yang diharapkan sehingga masyarakat yang terpikir untuk berbuat kekerasan akan berpikir beribu kali karena beratnya hukuman yang akan diterimanya.
Jika pelaku ikhlas dan rida menjalani hukuman qisas di dunia, maka Allah tidak akan menanyakannya lagi di hari akhirat. Ia terbebas dari dosa yang sudah ditebus dengan qisas di dunia. Inilah fungsi hukuman dalam Islam, sebagai pemberi efek jera dan penebus dosa.
Jika keluarga korban memaafkan pelaku, maka pelaku harus membayar diyat kepada keluarga korban. Untuk diyat pembunuhan yang disengaja maka harus dibayar dengan memberikan 100 ekor unta yang terdiri dari 30 hiqqatan (unta betina berumur 3 masuk 4 tahun), 30 ekor jadza’atan (unta betina umur 4 masuk 5 tahun), dan 40 ekor khalifatan (unta betina yang hamil).
Standar penerapan hukum pun bukan dengan batas umur, tapi baligh tidaknya orang tersebut. Walau usia masih belasan tapi sudah baligh, maka ia tetap akan diberikan hukuman. Dengan ketegasan penerapan hukum seperti ini wajar jika angka kriminalitas saat Islam diterapkan hanya sedikit. Inilah berkah taat pada aturan Allah, Sang Pencipta dan Pengatur.
Wallahua’lam bish shawab.