Oleh. Asha Tridayana, S.T.
Muslimahtimes.com–Sebentar lagi seluruh jenjang pendidikan akan memasuki tahun ajaran baru. Termasuk perpindahan sekolah bagi anak didik yang telah lulus. Dalam proses pencarian sekolah tersebut terjadi kisruh yang melibatkan beberapa pihak. Seperti wali murid yang kebingungan menentukan sekolah karena terkendala lokasi domisili. Pihak sekolah pun kesulitan dalam menentukan kriteria calon peserta didik baru. Akibatnya ada sekolah yang sedikit jumlah pelamar, sementara di sekolah lain justru membludak. Penyebabnya tidak lain sistem zonasi yang diterapkan dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini ditegaskan oleh Koordinator Nasional (Koornas) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, yang menilai bahwa kecurangan pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) akan terus berulang di tahun berikutnya karena sistem yang diterapkan masih sama sejak tahun 2021. Kecurangan yang sering kali terjadi seperti jual beli kursi, memanipulasi jalur donasi dengan menumpang pada Kartu Keluarga, jalur prestasi tapi sertifikatnya tidak jelas, pemalsuan data kemiskinan untuk jalur afirmasi, belum lagi titipan dari pihak berwenang dan lain sebagainya. Sehingga Ubaid pun menamai zonasi sebagai kompetisi rebutan kursi, bukan pemerataan justru ketimpangan baik mutu sekolah maupun jumlah kursi yang tersedia. (https://nasional.tempo.co 11/06/24)
Berulangnya kecurangan juga disebabkan tidak adanya upaya dari pihak pemerintah pusat maupun daerah untuk melakukan pencegahan atau perlawanan demi meminimalisasi kecurangan tersesbut. Padahal pendidikan merupakan hak asasi manusia untuk meningkatkan kualitas hidup sehingga negara bertanggungjawab menjamin terlaksananya pendidikan. Tertera dalam Pasal 31 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Namun, sistem zonasi justru membatasi akses masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang diinginkan. Bahkan proses PPDB pun dipenuhi kecurangan dan ketidakadilan. Padahal seharusnya mengutamakan prinsip objektif, non diskriminatif, adil, transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengajak masyarakat untuk melaporkan berbagai praktik pelanggaran selama PPDB di kanal websitenya. Disamping itu, ICW juga mendesak pemerintah untuk lebih bersikap proaktif agar masalah PPDB tidak semakin parah. (https://antikorupsi.org 14/06/24)
Di Jawa Tengah melalui Ombudsman telah masuk 30 aduan terkait PPDB. Kepala Ombudsman Jawa Tengah Siti Farida menyebutkan aduan terbanyak terkait kuota penerimaan melalui jalur afirmasi yang terkendala dengan data siswa tidak mampu. Terdapat masalah dalam penjualan seragam sekolah yang saat ini sedang diawasi. Pihaknya mengajak masyarakat untuk melaporkan jika terjadi kekeliruan/ketidakwajaran dalam administrasi. Hal ini dilakukan di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD/MI, SMP/ MTs, hingga SMA/ MA. Farida juga berkomitmen melakukan pengawasan dan kerjasama dari berbagai pihak agar PPDB dapat berjalan dengan akuntabel, berintegritas, dan berkeadilan. (https://www.rri.co.id 16/06/24)
Awalnya sistem zonasi bertujuan untuk pemerataan pendidikan, menghilangkan kesenjangan diantara sekolah-sekolah yang ada, dan berupaya menghapus label sekolah favorit. Namun, realitanya justru banyak sekali kecurangan dan pelanggaran yang terjadi bahkan setiap tahun ajaran baru. Tidak jarang pihak wali murid melakukan segala cara demi anaknya tetap dapat bersekolah di sekolah yang selama ini dikenal favorit atau terbaik. Belum lagi, pihak sekolah sendiri yang memanfaatkan kewenangannya untuk menjadi calo. Melalui kepala sekolah, guru, atau oknum tertentu, anak didik dititipkan dengan sejumlah imbalan.
Mirisnya, sistem ini tetap dipertahankan seperti tidak ada upaya untuk memperbaiki dari pihak pemerintah sendiri. Sehingga alasan zonasi untuk pemerataan dan ketersediaan pendidikan berkualitas semestinya ditinjau ulang, mengingat praktik di lapangan justru menimbulkan berbagai masalah. Terlebih alasan tersebut tidak terbukti dapat direalisasikan malah pragmatisme pun menjadi keniscayaan karena setiap orang hanya berpikiran dangkal dan praktis untuk kepentingannya sendiri tanpa memperhitungkan akibatnya.
Sederet permasalahan tersebut berakar dari sistem yang diterapkan saat ini, yakni sistem kapitalisme yang mendewakan materi dengan sudut pandang manfaat semata. Sehingga penerapan sistem zonasi juga tidak terlepas dari hal tersebut, selalu ada oknum yang bergelimang keuntungan sementara rakyat kebanyakan hanya menjadi korban. Seolah peduli dengan nasib pendidikan tetapi faktanya hanya sebagai alasan melegalkan regulasi yang memberi manfaat bagi segelintir orang baik kalangan penguasa maupun pengusaha kaya.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya sistem zonasi produk kapitalisme digantikan dengan sistem yang lebih memudahkan masyarakat dalam memperoleh pendidikan berkualitas. Sementara negara pun mampu memberikan jaminan agar seluruh rakyat terpenuhi kebutuhan dasar pendidikannya. Sistem yang dapat merealisasikan hal tersebut hanyalah Islam. Islam bukan agama yang mengatur ritual ibadah ruhiah saja tetapi sebuah sistem kompleks yang melingkupi seluruh aspek kehidupan termasuk pendidikan. Apalagi Islam bersumber dari Allah swt yang jelas mengetahui kebutuhan seluruh makhluk-Nya.
Islam telah menetapkan pendidikan sebagai layanan publik yang mesti dipenuhi oleh negara untuk setiap individu. Terdapat mekanisme tertentu yang juga telah diatur oleh syarak sehingga kemungkinan adanya kecurangan, ketidakadilan ataupun pelanggaran sangat minim terjadi. Bahkan seluruh rakyat akan mendapatkan pelayanan dan fasilitas terbaik dengan pembiayaan yang seminimal mungkin hingga gratis.
Di samping itu, negara yang menerapkan Islam juga mampu mewujudkan pemerataan pendidikan yang berkualitas. Sejak awal, Islam tidak pernah membedakan status sosial, gender dan lain sebagainya dalam hal apa pun termasuk menuntut ilmu. Sehingga bukan hal mustahil jika Islam akan senantiasa menciptakan dan memudahkan semua orang untuk mengakses pendidikan berkualitas.
Tentu saja kondisi tersebut hanya dapat terealisasi ketika Islam diterapkan secara menyeluruh di segala bidang sehingga dapat bersinergi membangun negara yang kokoh. Apalagi pendidikan menjadi ujung tombak peradaban yang mampu mencetak generasi penerus. Sehingga suatu keniscayaan saat Islam ditegakkan dalam level negara, pemenuhan pendidikan dapat berkualitas dan merata. Maka sudah saatnya kembali pada aturan dan hukum Islam agar kebaikan dalam hidup dapat terwujud. Allah swt berfirman, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?.” (QS. Al Maidah : 50)
Wallahu’alam bishowab.