Oleh. Kholda Najiyah
Muslimahtimes.com–Laman Our Better World dari data Kementerian Kesehatan 2013 memuat data, sekitar 9 juta warga Indonesia depresi. Kasus bunuh diri pun mencapai 3,4 kasus per 100.000 penduduk (Tirto.id). Salah satu jenis emosi yang membuat orang depresi adalah kecemasan dan kesedihan yang mendalam.
Mungkin itu yang melatarbelakangi maraknya sadfishing di media sosial. Apa itu? Ini adalah jenis perilaku, di mana seseorang mengungkapkan emosi berupa kesedihan secara berlebihan dan diposting di media sosial. Maksud hati untuk meraih simpati dan empati. Saking tidak kuatnya menanggung kepiluan seorang diri.
Namun, ternyata, ujung-ujungnya bisa untuk mendatangkan cuan. Misal, setelah kisahnya viral, rame-rame netizen menolong. Ada yang memberinya pekerjaan, hadiah, beasiswa atau donasi. Dia mendadak terkenal dan mendapat banyak tawaran endorse. Diundang podcast sana sini, hingga menambah pundi-pundi. Maraklah istilah menjual kesedihan demi cuan.
Melanda Semua Gender
Kaum perempuan, rawan melakukan sadfishing, mengingat kondisi psikisnya yang cenderung labil. Sudah menjadi watak perempuan bahwa perasaannya sangat dominan. Ia begitu sensitif, mudah tersinggung dan emosional. Sering berpikiran negatif, bahkan overthinking. Saat sedih, dosisnya pun berlebihan, hingga cenderung tidak kuat menanggung sendiri. Meledaklah dalam bentuk postingan yang menguras air mata. Entah targetnya cuan atau tidak, dia tidak memikirkan dampaknya.
Namun, ironisnya, ada juga laki-laki yang melakukan sadfishing. Sengaja memanipulasi kisah sedih demi cuan. Misal yang pernah viral, seorang komika asal Semarang berinisial SS. Ia diduga ‘menipu’ warganet senilai Rp250 juta. Mulanya, dia posting kondisi ibunya yang gagal ginjal, hingga butuh biaya besar. Ditambah anaknya yang mengalami kelambatan wicara (tribunnews.com).
Terhimpunlah donasi mencapai Rp250 juta. Namun, setelah ditelusuri oleh perwakilan donatur yang curiga karena SS terus menerus menggalang dana, ternyata mengejutkan. Yang benar-benar dipakai untuk pengobatan, cuma Rp50 juta. Ada BPJS yang menanggung biaya ibunya, Sementara Rp200 juta lainnya, untuk bayar utang pinjol, ngontrak rumah, beli iPhone, dan perabotan baru lainnya (tribunnews.com). Sungguh perilaku yang tidak terpuji.
Kapitalisasi Perasaan
Sadfishing adalah istilah yang diciptakan oleh Rebecca Reid pada Januari 2019 lalu. Dipicu oleh seorang model terkenal yang mengeluhkan tentang jerawat di media sosial. Setelah mendapat banyak dukungan simpati, ternyata dia posting produk tertentu sebagai solusinya. Rupanya itu strategi untuk memasarkan produk perawatan kulit (Beautynesia.com).
Begitulah di era kapitalisme yang bersifat materialisme saat ini, kesedihan pun bisa dimanipulasi untuk menghasilkan pundi-pundi. Dia tidak memikirkan dampak negatif terhadap orang-orang yang telah dia manipulasi emosinya. Masyarakat yang terlanjur ikut tenggelam dalam kesedihan itu. Masyarakat yang kena mental karenanya.
Karena, seseorang yang mengumbar kesedihan di media sosial, cenderung tidak bisa mengendalikan emosi. Akan selalu dilebih-lebihkan, karena perasaannya sedang labil. Orang yang menyimaknya bisa ikut larut dalam suasana negatif. Mengganggu kesehatan mental mereka semua, baik yang posting maupun yang mengaksesnya.
Memang, kesedihan bisa berkurang dengan berbagi. Setidaknya bisa melepaskan beban yang ditanggung. Bisa berbahaya jika dipendam sendirian. Namun, tentu tidak boleh sembarang berbagi, terlebih di media sosial. Bukannya menyembuhkan, bila tak kuat mental malah menambah kesedihan. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga orang lain yang terpengaruh.
Mendudukkan Kesedihan
Setiap manusia diuji dengan kesedihan atas masalah pribadinya. Namun, ada banyak cara untuk meminimalkan kesedihan. Apalagi sebagai Muslim, Allah Swt sudah memberikan panduan untuk menghilangkan kesedihan dengan meminta pertolongan pada-Nya. Banyak ayat-ayat Allah Swt yang menguatkan manusia agar bertahan dalam ujian hidup.
Antara lain firman Allah Swt yang artinya: “Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Sampaikanlah (Wahai Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang sabar” (TQS Al-Baqarah [2]:155)
Saat diuji, kita juga diperintahkan untuk bersabar dan berdoa, memohon pertolongan hanya kepada Sang Maha Pencipta. Firman Allah Swt yang artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (TQS Al-Baqarah [2]:153)
Ujian pribadi, dimaksudkan untuk menguatkan mental kita. Bukan melemahkan. Allah Swt berfirman yang artinya: ”Janganlah kamu (merasa) lemah dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamu paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang mukmin” (TQS Ali-Imran [3]:139)
Sebagai Muslim, kita yakin bahwa apa pun ujian hidup ini, pasti ada solusinya. Sebagaimana firman Allah Swt yang artinya: ”Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan” (TQS Al-Insyirah [94]: 5). Tidak perlu berlebihan dalam mengekspresikan kesedihan.
Salah satu cara ampuh mengurangi penderitaan pribadi adalah dengan meluaskan pandangan kita kepada penderitaan umat. Betapa banyak kondisi umat yang lebih menyedihkan, dibanding kondisi kita pribadi. Kesedihan kita tidak ada apa-apanya dibanding kesedihan umat secara umum.
Dari segi ekonomi, umat Islam terpuruk di berbagai belahan dunia. Kemiskinan, kelaparan, dan kematian mengintai di mana-mana. Dari segi keamanan, kaum muslimin hidup mencekam di bawah ancaman kebrutalan penjajah. Hidup dalam konflik yang penuh kekerasan dan genosida. Seperti di Palestina, Yaman, Suriah dan negara konflik lainnya. Kehidupan mereka sangat menyedihkan.
Lebih sedih lagi, ketika kita yang berada dalam kondisi aman dan sejahtera, tak mampu berbuat banyak untuk menolong mereka. Sebab, yang bisa menolong haruslah level institusi negara. Meskipun secara personal kita bisa turut bersimpati dan menggalang donasi, namun dampaknya tidak signifikan. Level negaralah yang bisa menghapuskan kesedihan mereka selama-lamanya.
Bukan Umat Lemah
Fenomena sadfishing yang dilakukan muslim, sangat menyedihkan. Entah karena bermental miskin atau malas berikhtiar, saat ini banyak orang yang memiskinkan diri untuk mendapat simpati. Menjual kemiskinan dan kesedihan untuk ngemis online. Memanipulasi perasaan warganet demi cuan. Begitulah watak manusia yang hidup di bawah pengaruh sistem sekuler kapitalis yang menjadikan materi sebagai tujuan.
Lemahnya kondisi umat Islam hari ini, ternyata karena ditegakkannya peradaban Islam yang agung. Tanpa diterapkannya syariat Allah Swt, umat Islam begitu lemah, hina dan terhinakan. Bagaimana umat lain akan segan, tunduk dan hormat pada umat Islam, jika umat Islam sendiri merendahkan dirinya sedemikian rupa.
Padahal umat Islam adalah umat terbaik. Peradaban Islam adalah peradaban terbaik. Syariat Islam adalah aturan hidup terbaik. Maka, berhentilah memanipulasi kesedihan pribadi. Atasi ujian hidup semaksimal yang kita bisa secara mulia dan terhormat. Lalu, segeralah tengok kondisi umat hari ini. Bangkit dan berjuanglah untuk ikut berkontribusi mengatasi permasalahan umat yang kian menyedihkan hari ini. Semoga kita diberi kekuatan dan tidak mudah termanipulasi oleh perasaan.(*)