Oleh. Mariyam Sundari
Muslimahtimes.com–Jelang Natal dan tahun baru (Nataru) 2024/2025 seruan toleransi mulai digencarkan. Apalagi yang menyerukan itu adalah pejabat negara yang katanya wakil rakyat, jelas kata-kata pejabat itu akan banyak didengar dan dituruti. Namun, jika seruan tersebut bertentangan dengan ajaran IsIam, maka wajib bagi yang mengaku muslim untuk tidak mengikuti seruan tersebut. Karena, aturan Allah akan syariat-Nya harus lebih ditaati daripada mengikuti perkataan manusia ciptaan-Nya yang jelas bertentangan.
Memang benar toleransi dalam Islam itu juga diterapkan. Namun, tidak kebablasan apalagi sampai mau mengikuti ritual ibadah agama lain, atau mengucapkan ucapan selamat kepada mereka. Hal tersebut jelas dilarang dilakukan dalam syariat Islam. Seperti memberi ucapan “Selamat”, ulama sepakat bahwa hal ini haram hukumnya. Salah satunya adalah Allamah Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (691-751 H) memfatwakan bahwa ucapan selamat terhadap upacara dan ritual kekafiran yang khusus buat mereka adalah haram sesuai kesepakatan ulama, seperti memberi ucapan selamat atas hari-hari raya dan puasa mereka, seperti mengatakan, id mubarak, semoga hari raya anda diberkahi, atau selamat merayakannya.
Lantas, bagaimana Islam memandang toleransi? Rasulullah saw, mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama lain. Rasulullah Saw, tidak pernah memaksakan ajaran Islam kepada orang-orang non-Muslim, dan beliau selalu memperlakukan mereka dengan baik. Jadi, memang Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kerahmatan bagi alam raya. Hal ini di kuatkan oleh firman Allah yang artinya: “Wahai orang-orang beriman, Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kalian karena agama kalian. Mereka juga tidak mengusir kalian dari kampung halaman kalian. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Selain itu, Rasulullah Saw, juga pernah bersikap toleransi dalam hal dakwah terhadap kaum Thaif. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, terdapat sebuah kejadian yang menunjukkan sikap toleran dari diri yang mulia Rasulullah saw, yaitu Bunda Aisyah pernah bertanya kepada beliau. “Ya Rasulullah, pernahkah Anda mengalami hari yang lebih buruk dari perang Uhud?” Beliau menjawab: “Aku pernah menemui kaum yang sangat kejam yang belum pernah aku temui sebelumnya. Yaitu saat aku menemui suatu kaum di kampung Aqabah (Thaif). Ketika itu, aku bermaksud menemui Ibnul Abi Talib bin Abdi Kulal (untuk meminta bantuan dan untuk menyebarkan Islam). Namun, dia tidak memenuhi permintaanku. Aku pun pulang dalam keadaan wajah yang berdarah (karena perbuatan warga Thaif yang melempari batu). Ketika aku berhenti di Qarnul Tsa’alib, aku melihat awan menaungi ku sehingga aku merasa teduh”. Lalu, malaikat Jibril memanggilku dan bertanya, “Sesungguhnya Allah Swt, telah mendengar hinaan kaummu dan penolakan mereka terhadapmu. Kini Allah Swt, telah memutuskan malaikat penjaga gunung kepadamu. Kemudian, malaikat penjaga gunung menawarkan kepada Rasulullah Saw, apakah beliau berkenan jika dua gunung yang ada di kota Makkah itu ditimpakan kepada mereka sebagai pembalasan. Beliau ternyata menolak tawaran itu. Tidak terbersit sedikitpun di dalam hati beliau untuk membalas sikap buruk mereka. “Aku berharap mudah-mudahan Allah Swt, mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah yang maha Esa dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun.” (HR. Imam Bukhari)
Begitulah sikap yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, yang mulia dari sikap toleransi dalam bidang dakwah dan kesabaran beliau yang luar biasa. Dari muslim tetap berdakwah kepada nonmuslim, namun perkara diterima atau tidak, mau masuk Islam atau tidak, Islam tidak memaksa dan bertoleransi.
Lantas, bagaimana Islam memandang jika muslim mengikuti upacara ritual non-muslim, seperti yang sering dilakukan saat ini. Islam melarang mengikuti upacara hari raya non-Muslim. Hal ini sesuai dengan fatwa dari para pemuka sahabat Nabi, yaitu dari Imam Al-Baihaqi dengan sanad yang sahih meriwayatkan dari Umar ibn Al-Khattab ra, ia berkata: “Jangan kalian masuki gereja-gereja pada hari raya orang musyrik, karena kemurkaan Allah sedang turun kepada mereka”. Umar berkata, “Jauhilah musuh-musuh Allah pada hari-hari raya mereka”. (Sunan Al-Baihaqi, atsar no. 19333). Selain itu, dari Abdullah bin Amru bin Ash ra berkata: “Siapa yang tinggal di negara-negara asing dan membuat makanan dan mengikuti festival mereka sehingga menyerupai mereka (tasyabbuh), maka dia akan dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat”.(Sunan Al-Baihaqi, atsar no. 19335).
Jadi, kesimpulan yang dapat dipetik bahwa dalam Islam sangat menjunjung tinggi nilai toleransi namun tidak sampai kebablasan mengikuti ritual, apalagi mengucapkan selamat dan lain-lain. Namun, dalam hal ibadah dan akidah Islam sangat tegas melarang untuk toleransi. Seperti yang sudah ditegaskan dalam firman Allah Swt, yang artinya: “Katakanlah (Mohammad), ‘Wahai orang-orang kafir!, aku tidak akan menyembah apa kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agama-Mu dan untukku agamaku”.(QS. Al-Kafirun 1-6)
Oleh sebab itu penting syariat Islam diterapkan di negeri ini, supaya toleransi yang tegas, cermat, bisa terlaksana, InsyaAllah penuh berkah. []