
Oleh. L. Sholihah
MuslimahTimes.com–Lagi, lagi masyarakat Indonesia dibohongi. Setelah dugaan oplos bahan bakar minyak (BBM) PT Pertamina, kini masyarakat Indonesia harus kembali kecewa dengan isi dari produk minyak Minyakita yang tidak sesuai dengan kemasan. Kasus ini ramai setelah seorang netizen dengan akun TikTok @miepejuang mengunggah hasil timbangan MinyaKita 1 liter yang sebenarnya hanya berisi 750 ml, dan video tersebut telah ditonton lebih dari 1,5 juta kali. Dalam video tersebut, terlihat bahwa Minyakita diproduksi oleh PT Navyta Nabati Indonesia (NNI).
Menanggapi hal ini, Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menyatakan bahwa kasus tersebut telah ditindaklanjuti. Ia menduga video yang beredar merupakan rekaman lama, karena PT NNI sebelumnya sudah pernah ditindak oleh Kementerian Perdagangan pada Januari 2025 terkait pelanggaran serupa. (Akurat.co)
Dikutip dari media online Antara 09/03/2025, Satgas Pangan Polri menyelidiki temuan adanya minyak goreng kemasan bermerek MinyaKita yang dijual di pasaran tidak sesuai dengan takaran. Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf mengatakan bahwa penyelidikan itu merupakan tindak lanjut pihaknya usai menemukan adanya ketidaksesuaian pada produk MinyaKita dalam inspeksi yang dilakukan di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
“Dilakukan pengukuran terhadap tiga merek MinyaKita yang diproduksi oleh tiga produsen yang berbeda, dan ditemukan ukurannya tidak sesuai dengan yang tercantum di dalam label kemasan. Hasil pengukuran sementara, dalam label tercantum 1 liter, tetapi ternyata hanya berisikan 700—900 mililiter,” ucapnya.
Pada senin 10/03/2025, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Satgas Pangan Polri telah mulai menarik produk Minyakita kemasan 1 liter dari pasaran. Langkah ini diambil usai ditemukan praktik pengurangan takaran oleh salah satu perusahaan yang memproduksi minyak subsidi tersebut. Sampai saat ini, ada dua perusahaan yang telah teridentifikasi dalam kasus ini adalah PT NNI dan PT Aega. (CNN Indonesia)
Diketahui MinyaKita diluncurkan oleh Menteri Pedagangan (era Jokowi), Zulkifli Hasan,(06/07/2022). Tujuannya agar masyarakat mudah mendapatkan minyak goreng kemasan dan keberadaan MinyaKita diklaim dapat memastikan masyarakat mendapatkan minyak goreng sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi) yang sudah ditetapkan.
Namun realitasnya selain takaran yang disunat, harga jual di pasar pun lebih tinggi dari yang sudah ditentukan. Heti, seorang warga di Matraman, Jakarta yang juga membuka usaha katering skala kecil, mengaku biasa membeli Minyakita dengan harga Rp18.000/liter. Harga ini di atas harga eceran tertinggi, yakni Rp15.700/liter. (BBC.com)
Persoalan migor memang pelik, harus ada pembenahan dari hulu hingga hilirnya. Pangkal persoalan migor ini sebenarnya terletak dari tidak terpenuhinya kebutuhan pangan pokok rakyat. Sedangkan pemerintah saat ini hanya sebagai regulator dan fasilitator bagi perusahaan-perusahaan swasta untuk memproduksi hingga mendistribusikannya.
Kondisi ini merupakan ciri khas sistem ekonomi kapitalisme. Lihat saja betapa kebijakan yang dibuat terus berkutat pada pelibatan swasta. Padahal, jika sudah melibatkan swasta, orientasinya adalah keuntungan, bukan untuk terpenuhinya kebutuhan umat secara merata. Sehingga tidak aneh munculnya produsen-produsen nakal yang melakukan segala cara agar bisa mendapatkan keuntungan yang besar, salah satunya dengan mengurangi takaran kemasan.
Berbeda dengan kapitalisme yang melemahkan fungsi negara, Islam justru menjadikan negara sebagai sentral dalam setiap urusan terkait umat. Negaralah yang akan menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat, terlebih pangan pokok. Negara akan menggunakan politik ekonomi Islam dalam menyelesaikan seluruh persoalan agar tidak tersandera oleh kepentingan para pemilik modal sebagaimana sistem kapitalisme hari ini.
Akan tetapi, politik ekonomi Islam hanya bisa tegak di dalam sistem pemerintahan Islam sebab sistem Islam akan menjadikan negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Menyelesaikan persoalan migor bukan hanya mengutak-ngatik kebijakan migor, melainkan harus memperhatikan pula kebijakan-kebijakan lain yang terkait.
Kebijakan kepemilikan tanah, misalnya. Dalam Islam, perkebunan sawit termasuk dalam kekayaan milik umum sehingga rakyat boleh mengelolanya sendiri. Namun, produksi tetap dalam kontrol negara sehingga jangan sampai penanaman sawit masif, tetapi lingkungan tidak diperhatikan, apalagi pembakaran hutan sampai menimbulkan kemudharatan.
Selain itu juga dari sisi distribusi, Khalifah akan benar-benar memetakan wilayah yang surplus dan yang minus sehingga distribusi migor akan terselesaikan. Negara juga akan memastikan mekanisme pasar berjalan sehat dan baik. Kuncinya adalah penegakan hukum ekonomi Islam dan transaksinya, khususnya terkait produksi, distribusi, perdagangan, dan lainnya. Negara pun berkewajiban menghilangkan distorsi pasar, seperti larangan penimbunan, penipuan barang (tadlis), penaikan atau penurunan harga yang tidak wajar untuk merusak pasar, serta pelaksanaan fungsi Qhadi Hisbah (Hakim di pasar) secara aktif dan efektif dalam memonitor pasar.
Demikianlah dalam Islam, negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok, termasuk migor bagi rakyatnya secara merata. Oleh karenanya, menyelesaikan persoalan ini harus dikembalikan pada pangkal persoalannya, yaitu hilangnya fungsi negara dalam menjamin kebutuhan umat. Yang menjadikan negara memiliki fungsi demikian hanyalah Khilafah Islamiah. Insyaallah dengan ditegakkannya Khilafah, kesejahteraan rakyat akan tercipta.