Oleh. Kholda Najiyah
Muslimahtimes.com–Lebaran, mudik, kumpul keluarga dan kerabat, adalah momen yang ditunggu setahun sekali. Lama tak bertemu, ada rasa rindu. Bercengkerama, berbincang hangat dan bernostalgia menjadi cara untuk mengecas energi para perantau saat di kampung. Namun hati-hati, jangan sampai silaturahmi di hari yang fitri, malah menjadi momen yang menyebalkan dan bahkan menyakitkan hati.
Penting diingat, tiap orang punya capaian hidup yang berbeda-beda. Kerabat yang merantau belum tentu sukses. Mereka belum tentu kaya, meski saat mudik terlihat berpakaian bagus atau menggunakan kendaraan. Sebaliknya, kerabat yang di kampung juga belum tentu tidak sukses. Meski pakaiannya biasa saja dan hidangan yang disajikan sederhana.
Ditambah lagi, dalam satu keluarga besar, ada kesenjangan antarsaudara. Si kakak dan si adik saja, bisa berbeda nasib dan kesejahteraannya. Hubungan kekerabatan pun bisa menjadi toxic jika tidak dilandasi kesadaran untuk saling menerima, menyayangi dan berbelas kasihan. Oleh karena itu, ada hal-hal yang harus diperhatikan saat bertemu di momen Lebaran agar tidak menjadi silaturahim yang toxic. Antara lain:
- Jangan Flexing
Hindari untuk pamer kesuksesan, karier, dan capaian prestasi lainnya. Pamer capaian anak-anak. Pamer gadget, mobil, perhiasan, dan materi lainnya. Entah dalam bentuk penampilan yang terlalu menonjolkan diri, atau dalam obrolan yang menyinggung capaian-capaian tersebut. “Anakku yang tertinggi sudah kuliah di A, anakmu diterima di mana?” Ini pertanyaan, tapi sebenarnya mengandung pamer. Jadi, kalau memang kita mudik, tampillah apa adanya. Tidak perlu menonjolkan diri dengan segala atribut yang menyiratkan niat pamer di sana.
- Jangan Membanding-bandingkan
Seperti diungkapkan di atas, capaian setiap orang beda-beda. Jangan sampai di momen silaturahmi kita terus menerus membandingkan satu sama lain. “Si A sudah menikah, kok kamu belum. Si B sudah punya anak tiga, kamu kapan. Si C sudah lulus, kamu kapan wisuda. Si D sudah kerja, kamu belum ya.”
Percayalah, tidak ada orang di dunia ini yang suka dibanding-bandingkan. Jadi, kalau ada kerabat yang membanding-bandingkan, kita harus punya jawaban atau respons yang baik demi kesehatan mental kita. Atau, sebaiknya kita abaikan saja dan jangan dimasukkan ke dalam hati. Tidak perlu tersinggung berlebihan jika ada yang membanding-bandingkan.
- Jangan Membebani Diri
Menjadi perantau memiliki beban tersendiri, karena di mata kerabat dianggap sebagai orang sukses. Para kerabat meyakini bahwa perantau itu kaya dan sejahtera. Pasti akan bagi-bagi angpaw. Nah, jangan memaksakan diri. Tidak usah memakai topeng kepalsuan selama Lebaran. Misalnya, ada yang mudik memaksakan diri menyewa mobil, membeli iPhone, membeli perhiasan, dll. Walhasil, layanan seperti Pegadaian atau pinjaman online pun dianggap solusi, padahal masalah. Na’udzubillah min dzalik. Silaturahminya mulia, tapi kalau menggunakan sarana dari riba, tentu sia-sia.
4. Hindari Basa-basi Sensitif
Setahun setelah tidak berjumpa, tentu saja akan ada banyak perubahan pada diri seseorang. Hindari bertanya atau berkomentar pada hal-hal yang sensitif dan tidak penting. Misalnya pertanyaan atau pernyataan tentang fisik yang mengarah pada body shaming. “Kamu kok gemukan, ya. Sekarang kamu jerawatan ya.” Tentu saja pertanyaan itu tidak sopan dan bisa menyinggung harga diri yang ditanya.
Termasuk basa-basi yang tidak diharapkan adalah tentang status sosial, pekerjaan, gaji, kendaraan dan capaian anak-anak. Boleh basa-basi tentang ini untuk keakraban, yang penting tahu sama tahu bahwa respons negatif tidak perlu dimasukkan ke dalam hati.
- Jangan Toxic
Jangan menjadi pihak yang menyebalkan, baik dengan perilaku maupun ucapan kita. Baik basa-basi maupun ungkapan serius, kita tidak pernah tahu akan semenyakitkan apa bagi orang lain. Sebaliknya, jika kita sudah tahu orang itu toxic dan menyebalkan, lebih baik seminim mungkin interaksi dengan dia. Kalau sudah tidak nyaman, segera cari alasan dan tinggalkan. Atau alihkan topik pembicaraan.
- Hindari Memberi Saran Tanpa Diminta
Salah satu etika silaturahmi, ketika bertemu kerabat yang lama tak berjumpa, jangan ujuk-ujuk memberi nasihat panjang lebar. Kita tidak tahu persis apa yang dialaminya. Dia sedang berproses di titik mana. Ketika dia tidak minta saran, artinya dia tahu persis apa yang dilakukannya dan yang terbaik untuknya.
Nasihat tanpa diminta akan memberi kesan kita sok tahu. Terlalu campur tangan dan menggurui. Boleh jadi, sebenarnya apa yang kita nasihatkan itu sebenarnya sudah pernah dia lakukan atau sedang diupayakan.
Sebaliknya, mintalah nasihat ketika bertemu kerabat, sahabat lama, teman, tetua atau tokoh masyarakat di kampung yang memang layak untuk dimintai nasihat. Mumpung bertemu, carilah ilmu dan inspirasi dari orang-orang hebat tersebut. Itu lebih bermakna.(*)
