
Oleh. Eni Imani, S.Si, S.Pd
Muslimahtimes.com–Pelecehan seksual di sekolah kembali berulang. Guru yang seharusnya menjadi panutan dan teladan, malah menjadi pelaku pelecehan. Sekolah menjadi tempat menimba ilmu dan mewujudkan generasi masa depan, malah menjadi tempat rusaknya moral. Sungguh miris, meski sanksi telah diberikan mengapa kasus serupa sering berulang?
Berulang Kali Terjadi
Kasus pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh guru bukanlah pertama kali terjadi. Pada awal tahun 2023, sekitar 21 anak menjadi korban kekerasan seksual seorang guru rebana di Batang, Jawa Tengah. Pada tahun 2024, merujuk data KPAI yang dilansir dari laman Tempo.com (12-02-2025), sebanyak 265 aduan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Dari kasus tersebut 53 telah dilakukan pengawasan, sisanya dirujuk ke lembaga pendampingan dan penanganan lebih lanjut. Sedangkan tujuh kasus diantaranya terjadi di lembaga pendidikam atau lembaga pengasuhan alternatif.
Terbaru, seorang guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) di sebuah sekolah dasar di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tega melakukan perbuatan keji mencabuli delapan muridnya yang usianya 8-13 tahun. Dengan modus memanggil muridnya saat jam pelajaran, pelaku kemudian memangku atau mendudukan korban dan melakukan tindakan pencabulan. Para korban awalnya tidak berani melaporkan kejadian tersebut kepada Kepala Sekolah atau orang tua mereka, karena takut akan ancaman dikurangi nilainya. (tirto.id, 06-03-2025).
Data tersebut tentu membuat miris, jumlahnya yang begitu banyak tidak bisa dikatakan ini kasuistik atau kesalahan oknum saja. Namun, ini membuktikan adanya kesalahan sistemik. Dunia pendidikan menjadi gelap, apa yang sebenarnya terjadi? Generasi terancam, guru tidak lagi menjadi panutan.
Mengapa Berulang?
Pelecehan seksual yang menimpa siapa saja dan terjadi dimana saja merupakan tindakan keji. Tidak hanya menjadi aib bagi korban, tapi menimbulkan kerusakan tatanan kehidupan. Semua orang membencinya, namun mengapa kasusnya terus berulang?
Berulangnya pelecehan seksual di sekolah, menunjukkan bahwa institusi pendidikan tak mampu melindungi kehormatan warganya, khsususnya para murid. Tentu dikarenakan banyak faktor. Seperti lemahnya iman pelaku meski berstatus guru. Banyaknya konten porno di ranah publik. Adanya kesempatan karena situasi dan kondisi, serta ringannya hukuman bagi pelaku pencabulan.
Berulangnya kasus pelecehan seksual menunjukkan bukan sekadar kesalahan oknum. Namun, akibat diterapkannya sistem yang memberikan peluang kemaksiatan merajalela. Atas nama kebebasan berperilaku dan berekspresi, syahwat seakan menjadi komoditas. Pergaulan serba bebas, film yang mengumbar aurat dan syahwat terus diproduksi, dan akses media sosial serba bebas tanpa batas. Hal ini memicu siapapun invidu yang lemah iman nekad melalukan tindakan bejat. Ini tidak aneh karena negara mengadopsi nilai-nilai sekuler dalam kehidupan dengan megamputasi aturan Islam sebagai pedoman hidup manusia.
Nilai-nilai sekuler menjadikan individu, masyarakat dan negara memisahkan antara urusan kehidupan dengan agama. Oleh karena itu, negeri ini harus berbenah meninggalkan nilai-nilai sekuler agar generasi terselamatkan. Persoalan ini membutuhkan solusi sistemis yang komprehensif untuk memutus rantai kejahatan seksual pada anak dengan solusi yang fundamental.
Butuh Solusi Fundamental
Dalam Islam, ada tiga pihak yang berkewajiban menjaga dan melindungi generasi. Keluarga, lingkungan masyarakat dan negara. Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak. Ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
Lingkungan masyarakat sangat pempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan yang Islami akan menciptakan individu masyarakat yang taat pada syari’at Islam. Pun di lingkungan sekolah. Masyarakat berperan sebagai pengontrol dari tindakan kemaksiatan dengan senantiasa menghidupakan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar.
Negara sebagai kunci utama terwujudnya masyarakat yang bertakwa. Negara bertanggungjawab menjaga kesehatan jiwa dan raga warganya. Berkewajiban melindungi generasi dari perilaku buruk dan maksiat dengan tindakan pencegahan yang berlapis, yaitu:
Pertama, negara menerapkan sistem sosial dan pergaulan Islam. Islam memiliki langkah pencegahan terjadinya tindakan pelecehan seksual yakni, Islam mewajibankan menutup aurat dan berhijab syar’i; melarang mendekati zina apalagi berzina, melarang berkhalwat (berduaan dengan nonmahram) dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan); melarang eksploitasi perempuan dengan memamerkan keindahan dan kecantikan saat bekerja; melarang perempuan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa diserta mahram.
Negara mengontrol media dengan menyaring informasi, konten dan tayangan yang tidak mencerdaskan umat. seperti konten porno, film bermuatan sekuler liberal, media mengumbar dan penyeru kemaksiatan, serta perbuatan apa saja yang mengarah pada pelanggaran terhadap syariat Islam. Media didalam Islam difungsikan sebagai alat mencerdaskan umat, bukan malah merusak moral dan tatanan kehidupan.
Islam menerapkan sistem sanksi yang tegas dan memberikan efek jera, sehingga kasus serupa tidak berulang. Sanksi yang diterapkan berdasarkan jenis dan kadar kejahatannya menurut syariat Islam. Kepala negara (Khalifah) selaku pemegang kewenangan pelaksanaan hukuman akan menegakkan keadilan bagi seluruh warga negara.
Islam menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Dengan sistem ini, seluruh perangkat pembelajaran mengacu pada Islam. Dengan tujuan membentuk individu yang berkepribadian Islam dan memiliki kompetensi keahlian yang dapat diterapkan dalam kehidupan. Dengan begitu, anak-anak akan memiliki akidah yang kuat, orang tua memiliki pemahaman agama yang baik, dan masyarakat salin peduli memberi nasihat di antara sesama sebagai bentuk kontrol sosial.
Dengan perlindungan berlapis seperti ini, upaya pencegahan akan berjalan efektif. Jika upaya masih terjadi pelanggaran, maka tindakan tegas berupa pemberian sanksi tidak dapat ditawar apalagi diperjual belikan. Sistem sanksi Islam akan memberikan efek jera sekaligus penebus dosa bagi pelaku kejahatan. Wallahualam.