
Oleh. Ayu Mela Yulianti, S.Pt
MuslimahTimes.com–Masalah Gaza, Palestina, adalah anak masalah dari masalah besar nation state, yaitu masalah batas wilayah imajiner yang dibuat oleh Inggris -Prancis dalam perjanjian Sykes-Picot tahun 1916, yang melahirkan masalah penjajahan dan genosida di Palestina oleh zionis Israel yang didukung oleh Amerika.
Akibatnya masalah genosida yg terjadi di Gaza Palestina hari ini, seperti yang dikatakan oleh seorang ilmuwan politik dan aktivis Amerika yaitu Norman Finkelstein, tidak bisa dihentikan oleh negara mana pun, sebab masing-masing negara, utamanya negara-negara muslim tersekat dan dibatasi dengan garis imajiner yang dibuat oleh Inggris dan Prancis dan disetujui oleh Rusia, yaitu nation state.
Masing -masing negara bangsa terpenjara oleh batas wilayah yang dibuat dan dikarang oleh Inggris dan Prancis. Akibatnya pemimpin negara-negara muslim tidak bisa mengirimkan bantuan tentara militer untuk berjihad ke rakyat Palestina yang tengah berjuang untuk membebaskan diri dari pendudukan tentara zionis Israel, yang melakukan penjajahan terhadap Palestina, yang wilayahnya semakin menyusut, hilang dicaplok zionis israel dan yang tersisa hari ini tinggal Gaza.
Padahal tanah Palestina adalah tanah suci kedua umat islam setelah Mekkah yang didalamnya terdapat Baitullah. Seharusnya, ikatan aqidah yang menganggap Palestina sebagai tanah suci umat Islam inilah yang seharusnya mampu menggerakan umat Islam bersatu membela Palestina dengan mengirimkan bantuan militernya kesana.
Akan tetapi faktanya pemimpin negeri -negeri muslim diam seribu bahasa tidak bertindak dengan mengirimkan bantuan militer, menyaksikan genosida yang terjadi di Gaza Palestina, walaupun rakyat yang dipimpinnya mengingatkannya dengan melakukan aksi demo besar-besaran mengingatkan para pemimpin di negeri -negeri muslim untuk segera membantu dan menolong rakyat Gaza Palestina yang mengalami pendudukan dan genosida oleh zionis Israel. Hal demikian menunjukan jika pemimpin di negeri-negeri muslim ini tidak memiliki kekuatan real dalam membela saudara seaqidahnya di Gaza Palestina, sebab kedua kakinya terbelenggu oleh rantai nasionalisme dalam penjara nation state yang dibuat oleh Inggris dan Perancis.
Maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan menghancurkan rantai nasionalisme yang membelenggu kedua kaki para pemimpin dinegeri -negeri kaum muslimin untuk kemudian menghapus garis nation state yang dijadikan sebagai penjara para pemimpin di negeri-negeri kaum muslimin. Sehingga para pemimpin di negeri-negeri kaum muslimin akan mampu bergerak bebas membela saudaranya di Gaza Palestina dengan mengirimkan tentara militer berjihad, yang akan mengusir zionis israel dari tanah Palestina, dan akan membebaskan seluruh negeri-negeri kaum muslimin dari segala macam pendudukan dan penjajahan, dan mengembalikan kehormatan dan kewibawaan kaum muslimin di mata dunia.
Sebagaimana saat terjadi invasi militer Mongol ke kekhilafahan kaum muslimin yang bisa dihentikan oleh seorang panglima perang kaum muslimin, Sultan Saifuddin Quthuz Al-Muzhaffar dalam perang Ain jalut setelah para ulama kaum muslimin menyampaikan seruan jihad untuk menghadapi invasi militer pasukan Mongol yang sangat bengis.
Karenanya, cukuplah menjadi pelajaran yang menyakitkan bahwa, betapa nasionalisme yang menciptakan nation state begitu sangat beracun sehingga mematikan nyali pemberani para kesatria muslim dalam membela saudara seaqidahnya di Gaza Palestina.
Betapa nasionalisme yang menciptakan nation state mampu membuat para pemimpin di negeri -negeri kaum muslimin menjadi lumpuh tak berdaya yang tidak mampu berjalan dan berlari bersegera membantu saudaranya yang dibunuh secara sadis di Gaza Palestina.
Betapa nasionalisme yang menciptakan nation state mampu membuka kedok bahwa pemimpin-pemimpin di negeri-negeri kaum muslimin lebih patuh dan lebih tunduk pada resolusi internasional dibawah komando PBB yang disetir oleh veto Amerika, dibanding seruan jihad yang dikeluarkan oleh para ulama kaum muslimin yang mukhlis mengingatkan tentang kewajiban setiap pemimpin kaum muslimin agar bersegera membantu saudaranya seaqidah di Gaza Palestina yang hari ini sedang dibantai habis oleh zionis Israel.
Karenanya terbuktilah jika pemimpin di negeri-negeri kaum muslimin hari ini adalah pemimpin yang terpisah jiwa dan raganya dari rakyatnya, sebab rakyatnya berdemo membela Gaza sementara pemimpinnya diam seribu bahasa tak bergerak untuk mengirimkan bantuan militer berjihad ke Gaza Palestina. Padahal pemimpin adalah pihak yang memiliki kemampuan untuk memberikan komando atas pengiriman tentara militer untuk membantu perjuangan warga Gaza Palestina, sebagaimana Amerika membantu zionis Israel dalam melakukan praktek Genosida di Gaza Palestina.
Karenanya, kaum muslimin wajib memutuskan hubungan dengan pemimpin yang terbelenggu kakinya oleh rantai nasionalisme dalam penjara nation state buatan Inggris dan Perancis yang dilanjutkan oleh Amerika. Dan kaum muslimin wajib menyerahkan kepemimpinannya kepada pihak yang tidak terbelenggu kakinya oleh rantai nasionalisme dan tidak terpenjara dalam nation state.
Sebab hanya pemimpin yang kakinya bebas dari belenggu rantai nasionalisme dan tidak terpenjara dalam bangunan nation state saja, yang mampu membebaskan Palestina dari penjajahan yang dilakukan oleh zionis israel.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw, bersabda,
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Artinya ”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh dll.)
Wallahualam