
Oleh. Asha Tridayana
Muslimahtimes.com–Sudah menjadi konsumsi harian masyarakat saat melihat dan mendengar kabar terkait kasus pembunuhan dan sejenisnya. Semakin hari semakin marak bahkan korbannya anak-anak yang dibunuh oleh orang tuanya sendiri. Dikenal dengan istilah filisida baik filisida maternal oleh ibu kandung biasanya karena depresi atau adanya gangguan mental maupun filisida paternal oleh ayah kandung berupa kekerasan atau menggunakan senjata tajam dan biasanya timbul karena perselisihan. Pembunuhan terhadap anak sungguh sangat disayangkan, orang tua yang semestinya menjadi tempat teraman justru menjadi ancaman.
Terjadi di Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dua anak tewas diracuni oleh ibu kandungnya yang kemudian bunuh diri. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkategorikan sebagai filisida maternal akibat tekanan ekonomi keluarga. KPAI juga meminta kepolisian untuk melakukan proses hukum agar diketahui secara jelas penyebab kematian karena bisa jadi ada faktor lain yang memicu seorang ibu membunuh anaknya. Karena selain jasad korban, polisi juga menemukan surat wasiat korban yang berisi penderitaan dan kekesalan terhadap suaminya (m.antaranews.com 08/09/25)
Tidak hanya di Jawa Barat, tepatnya di Pantai Sigandu, Batang, Jawa Tengah ditemukan dua anak kakak beradik tewas tenggelam. Sementara ibunya justru bersembunyi di toilet tidak jauh dari lokasi. Diduga terdapat gangguan kejiwaan pada ibu kandung sehingga muncul keinginan untuk mengakhiri hidup dengan melibatkan anak-anaknya. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan pihak kepolisian sekaligus pemeriksaan psikologis oleh tim ahli kejiwaan terhadap ibu korban (regional.kompas.com 31/07/25).
Psikolog Klinis Forensik lulusan Universitas Indonesia, A Kasandra Putranto, menerangkan bahwa filisida maternal tidak bisa hanya dilihat dari sisi hukum sebagai tindak kriminal semata. Kasus ini dipengaruhi banyak faktor seperti psikologis, sosial-ekonomi bahkan minimnya dukungan kesehatan mental sehingga diperlukan autopsi psikologi. Menurutnya, filisida maternal seharusnya menjadi peringatan bagi negara terkait sistem dalam menjamin kesehatan mental dan mendukung kelangsungan hidup masyarakat (www.metrotvnews.com 09/09/25).
Patut dipertanyakan adanya kasus filisida maternal yang melanda masyarakat saat ini karena sejatinya seorang ibu lah yang paling besar rasa kasih sayangnya terhadap anak. Mereka akan berusaha melakukan apa pun demi kebahagiaan anak sekalipun mengorbankan dirinya. Dan menjadi orang yang paling sedih saat anaknya menderita. Sehingga saat terjadi pembunuhan anak oleh ibu kandungnya, dapat dipastikan terdapat sebab yang mengganggu kejiwaannya. Di antara penyebanya berupa persoalan ekonomi keluarga, masalah rumah tangga dan lain sebagainya. Bahkan terjadi dalam jangka waktu lama hingga menjadi beban berat yang menumpuk.
Kasus filisida maternal ini tidak bisa hanya dilihat sebagai kasus hukum kriminal semata, terdapat aspek lain yang mendasari seperti sosial ekonomi dan psikologi kejiwaan. Disamping itu, juga tidak dapat dinilai sebagai masalah individu ibu yang dianggap kehilangan naluri keibuannya ataupun masalah keluarga saja. Karena persoalan ini terjadi akibat berbagai faktor yang kompleks yang saling melekat sebagai suatu problematika sistem. Faktanya sistem sekarang merupakan sistem sakit yang menjadikan setiap individu yang hidup didalamnya juga akan sakit.
Sudahlah sistemnya sakit, rusak pula. Maka tidak mengherankan banyak masalah yang melingkupi masyarakat. Hidup serba susah, tuntutan dan tekanan semakin tinggi. Belum lagi, tidak adanya jaminan dari negara yang sekiranya dapat meringankan beban. Justru terpampang jelas kezaliman penguasa yang hanya berfoya-foya mengambil hak rakyat sementara rakyat hidup terlunta-lunta. Jurang kesenjangan sosial semakin curam. Kesehatan kejiwaan individu manusia pun terganggu dan berujung sakit.
Begitulah dampak penerapan sistem rusak yang tidak lain sistem kapitalisme, hanya menimbulkan kerusakan bagi umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sistem yang berasaskan sekularisme yakni tidak adanya aturan agama yang mengatur kehidupan sehingga bebas bertindak selama mendatangkan manfaat. Sehingga para penguasa pemangku kebijakan hanya berorientasi pada kepentingan mereka sekalipun harus menindas dan menyengsarakan rakyatnya. Peran negara pun tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Negara tidak mampu mengurusi urusan rakyat apalagi bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu, rakyat membutuhkan perubahan. Tentunya perubahan mendasar karena kerusakan berasal dari sistem yang rusak dengan menggantikannya dengan sistem sahih yang jelas mampu membawa pada kemaslahatan umat, yakni sistem Islam yang akan menuntaskan masalah hingga ke akarnya. Termasuk filisida maternal yang berawal dari mengembalikan peran ibu dan naluri keibuan sesuai fitrahnya. Menjadikan seorang ibu bahagia tanpa tuntutan dan tekanan hidup. Kehidupannya terjamin dari nafkah suami ataupun para walinya, bukan membanting tulang sendiri apalagi menjadi tulang punggung keluarga.
Tidak hanya itu, semasa hamil dan menyusui pun, seorang ibu mendapatkan keringanan tidak berpuasa sebagai bentuk perlindungan atas kesehatan diri dan bayinya. Islam melakukan penjagaan baik lahir maupun batin bahkan memuliakan seorang ibu yang benar-benar menjalankan perannya sesuai syariat Islam. Karena kepayahan saat melahirkan hingga mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan ikhlas. Keberadaan seorang ibu menjadi kebahagiaan tersendiri dalam setiap keluarga.
Kemudian Islam pun mewajibkan negara untuk memastikan para ayah dan suami dapat bekerja mencari nafkah, baik dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang luas maupun keterampilan yang dapat menunjang untuk berwirausaha dan sejenisnya. Negara juga bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, pendidikan dan kesehatan dengan fasilitas memadai dan gratis. Termasuk jaminan keamanan oleh negara yang meminimalisir kemaksiatan. Sehingga setiap keluarga dapat lebih fokus dalam meriayah anak-anaknya termasuk menjaga kesehatan mental ibu. Naluri keibuan pun akan berkembang sempurna sesuai fitrahnya.
Hanya sistem Islam yang mampu mendukung dan menjaga peran ibu terealisasi dengan sebaik-baiknya sesuai hukum syara’. Hanya dengan sistem Islam pula keberlangsungan hidup dari level keluarga, masyarakat hingga negara dapat berjalan tanpa beragam persoalan yang mendera. Oleh karena itu, sudah saatnya sistem Islam diterapkan oleh negara agar kehidupan masyarakat terbebas dari belenggu kerusakan yang mengancam jiwa. Allah swt berfirman, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Ma’idah : 50)
Wallahu’alam bishowab.