
Oleh. Novitasari
Muslimahtimes.com–Fenomena bertahan di suatu pekerjaan demi rasa aman atau Job Hugging kian marak kita temui di dunia kerja perkotaan termasuk di Jakarta. (www.kompas.com)
Job Hugging atau memeluk pekerjaan menjadi pilihan di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.
Setelah sebelumnya para kaum millenial dan Gen Z ramai-ramai melakukan Job Hopping atau berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain berharap mendapatkan karier stabil dan gaji yang lebih besar.
Kini setelah ketidakpastian ekonomi, para pekerja pun enggan mengambil risiko dan memilih bertahan dengan pekerjaannya meskipun telah jenuh, namun keberadaan gaji bulanan dan jaminan kesehatan membuat mereka bertahan meskipun karir mereka stagnan.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi di Amerika pun mengalami hal yang sama. Maraknya fenomena ini menunjukan adanya perubahan yang cukup besar dalam dinamika pasar kerja. Hal ini dipengaruhi oleh lesunya pasar global dan banyaknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi di Indonesia.
Daripada mengambil risiko, para pekerja akhirnya lebih memilih untuk mencari aman dengan memeluk pekerjaannya tersebut. Namun bila hal ini terus berlanjut, maka dalam jangka panjang justru akan kehilangan kreativitas dan produktifitas pekerjaan pun akan menurun.
Fenomena ini tak bisa lepas dari sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini telah terbukti gagal dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang layak untuk masyarakat. Karena dalam sistem kapitalisme, urusan pekerjaan adalah urusan individu dan bukan menjadi tanggung jawab sebuah negara.
Rakyat akan dibiarkan berjuang sendiri untuk mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara negara hanya akan menjadi regulator antara para investor dan korporasi besar yang tentunya jauh lebih menguntungkan dan mendatangkan cuan.
Di dalam sistem kapitalisme, urusan lapangan pekerjaan diserahkan kepada pihak swasta. Sehingga tidak heran jika kita temui banyak sekali pihak-pihak swasta yang mampu menguasai Sumber Daya Alam. Pun dengan modal besar yang mereka punya, tentu akan diputar di sektor non riil seperti surat berharga, saham dan lain-lain. Sehingga hal itu justru sedikit menyerap lapangan kerja untuk rakyat sendiri. Kapitalisme akan menyerahkan penyediaan pekerjaan kepada mekanisme pasar dan korporasi besar.
Berbeda dengan sistem Islam, karena di dalam Islam negara adalah raa’in atau pengurus yang bertanggung jawab penuh pada kebutuhan rakyat. Negara akan mengelola sumber daya alam yang merupakan milik umum seperti hutan, air, tambang dan sebagainya.
Di dalam sistem Islam, negara pun akan menggerakkan industri turunan untuk menciptakan rantai produksi sehingga hal tersebut akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Daulah pun akan melakukan industrialisasi secara besar besaran sehingga sektor riil dapat berkembang pesat. Jika ada tanah yang terbengkalai pun, Daulah tentu akan memberikannya kepada siapapun yang bisa mengelolanya, sehingga membuat rakyat mampu bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing. Karena di dalam Islam seorang imam adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap kepemimpinannnya.Sehingga ketika pemimpinnya bertakwa, sistem yang diterapkannya pun adalah sistem yang bersumber dari Allah taala tentu akan banyak sekali kebaikan yang dapat diterima dan dirasakan oleh rakyat, baik muslim maupun non muslim.
Daulah akan memberikan kesempatan bagi pekerja untuk mengembangkan bakat dan karirnya, sehingga fenomena job hugging perlahan akan sirna. Namun semua itu akan terjadi jika sistem yang diterapkannya adalah sistem yang shahih yang bersumber dari Allah Swt.