
Oleh. Eni Imami, S.Si, S.Pd
Muslimahtimes.com–Cinta berujung duka, dialami TAS (25) gadis asal Lamongan Jawa Timur. Ditangan kekasihnya sendiri, nyawanya melayang dan tubuhnya tercingcang. Sungguh mengerikan. Pergaulan generasi saat ini semakin parah. Lantas bagaimana solusinya?
Kohabitasi Potret Gelap Generasi
Kisah sepasang kekasih, Alvi (24) dan TAS (25) yang telah berpacaran selama 5 tahun dan tinggal bersama (Kohabitasi), menggemparkan masyarakat. Dilansir dari detiknews.com (08-09-2025), Alvi Maulana tega membunuh TAS kemudian memutilasi tubuhnya menjadi ratusan potong. Sebagian potongannya dibuang di semak-semak Pacet Mojokerto. Sebagian lainnya disimpan Alvi di balik laci lemari di kamar kosnya, serta dikubur di depan kosnya.
Pelaku merasa kuwalahan dengan tuntutan ekonomi dan gaya hidup korban. Puncaknya, pelaku emosi karena tidak dibukakan pintu rumah saat pulang larut malam. Hingga terjadi cekcok diantara mereka dan akhirnya pelaku menusuk leher kanan korban hingga tewas.
Kisah mutilasi TAS menyisakan catatan fakta tren kehidupan bebas generasi muda, hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yaitu living together atau kohabitasi atau kumpul kebo. Kohabitasi makin banyak dipilih generasi muda saat ini. Alasannya pun beragam, mulai dari mau sama mau, ingin mengenal pasangan lebih dekat sebelum menikah, atau untuk menghemat biaya hidup.
Mereka tidak mengindahkan norma masyarakat apalagi norma agama (Islam). Lemahnya iman individu, menjadikan seseorang mudah terjerat kemaksiatan. Potret generasi saat ini semakin gelap dengan banyaknya kasus pergaulan bebasa diperparah dengan gaya hidup kohabitasi.
Dampak Liberalisasi
Kohabitasi berujung mutilasi bukan baru kali ini terjadi. Sayangnya hanya pada aspek mutilasinya yang dipidanakan, sedangkan praktik kohabitasinya tidak menjadi fokus masalah. Padahal kohabitasi merupakan gaya hidup yang tak sesuai norma masyarakat dan norma agama (Islam).
Kohabitasi berujung mutilasi menjadi cermin rapuhnya fondasi moral dan sistem yang menaungi kehidupan saat ini. Sistem sekularisme-liberalisme telah melahirkan kebebasan karena memisahkan aturan Islam dalam kehidupan. Baik secara individual maupun secara sistemik.
Dengan alasan efesiensi biaya hidup atau tuntutan gaya hidup, sehingga memutuskan melakukan kohabitasi menunjukan lemahnya keimanan seseorang. Halal dan haram tak lagi menjadi pertimbangan asal dapat memenuhi kesenangan. Inilah dampak liberalisasi pergaulan.
Sistem sekularisme-liberal juga telah melahirkan pola pikir dan perilaku yang jauh dari nilai kemanusiaan. Menjadikan seseorang berani melakukan kemaksiatan dan kejahatan. Seakan kehilangan akal warasnya, orang berpendidikan bahwa mengaku paham agama ternyata bisa menjadi kalap mata tegas menghabisi nyawa manusia.
Sistem sekularisme-liberal juga telah melahirkan masyarakat yang individulis dan liberal. Atas nama hal asasi manusia, masyarakat acuh terhadap kemaksiatan yang terjadi dilingkungan. Seperti maraknya pacaran bahkan kohabitasi, selama tidak merugikan pihak lain dianggap hal yang wajar atau dinormalisasi.
Semua itu menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga moral warganya. Gagal dalam membangun sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkepribadian mulia. Negara juga abai terhadap media yang isinya banyak tontonan merusak potensi generasi.
/Islam Punya Solusi/
Islam bukan sakadar agama tetapi juga sistem hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupa, termasuk perkara pergaulan. Hukum asal pergaulan antara laki-laki dan perempuan itu terpisah, kecuali ada hajat yang syar’i. Seperti adanya muamalah, pengobatan, dan pendidikan.
Pergaulan khusus antara lawan jenis yang bukan mahram hanya diakui dalam ikatan pernikahan. Oleh karena itu, Islam memiliki aturan dalam menjaga pergaulan. Diantaranya dengan tegas melarang perbuatan yang mendekati zina, seperti pacaran.
Allah Taala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا ٣٢
“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”(QS Al-Isra’ [17]: 32).
Mendekati zina saja dilarang, apalagi melakukan zina hingga kohabitasi jelas hukumnya haram. Bahkan sanksinya sangat besar, karena hal itu merupakan dosa besar. Pelaku zina yang belum menikah (ghairu muhshan) akan dihukum dera seratus kali dan diasingkan selama setahun. Adapun pelaku zina yang sudah menikah (muhshan) akan dihukum dera seratus kali dan rajam. Ini berdasarkan firman Allah Taala,
اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍۖ وَّلَا
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (QS An-Nur [24]: 2).
Sebagai solusi mengatasi aktivitas zina termasuk praktik kohabitasi, ada tiga langkah efektif yang diterapkan dalam sistem Isalm. Pertama, membentengi individu agar terhindar dari kemaksiatan. Dengan cara membangun dan meningkatkan ketakwaan melalui pendidikan di dalam rumah dan di lembaga pendidikan. Tujuannya menciptakaan generasi yang berkepribadian Islam.
Setiap individu muslim harus memiliki pemahaman yang utuh tentang konsep pergaulan dengan lawan jenis. Memahami hal-hal yang memicu terjadinya bahaya dalam interaksi lawan jenis, seperti konsep tabarruj bagi perempuan, menutup aurat, aktivitas ikhtilat (campurbaur laki-laki dan perempuan), dan ikhtilat (berdua-duaan antar lawan jenis).
Kedua, terbentuknya masyarakat yang saling peduli dan menjaga. Ada kontrol sosial atas perilaku yang melanggar aturan. Dengan begitu, hidup suasana amar makruf nahi mungkar di lingkungan tempat tinggal. Hal ini penting untuk mencegah kemaksiatan merajalela.
Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).
Ketiga, penerapan syariat Islam secara kaffah oleh negara. Syariat Islam akan berjalan secara efektif di seluruh lini kehidupan ketika negara yang menerapkan. Ada penegakan hukum sebagai tindak pencegahan dan sanksi atas pelanggaran yang terjadi.
Selain itu, negara akan mengawasi peran media. Konten-konten yang tidak mendidik dan dapat merusak pola pikir serta sikap masyarakat akan dilarang. Sebalikanya, konten yang mampu mencerdaskan masyarakat dan bermuatan dakwah akan disupport untuk disiarkan. Sehingga tercipta suasana yang religius dalam setiap aktivitas individu, bermasyarakat dan bernegara. Demikian gambaran solusi Islam mengatasi potret gelap generasi. Wallahualam bissawab