Oleh. Wulandari Rahayu, S.Pd
Muslimahtimes.com–Sudan membara itulah kondisi Sudan hari ini. Dilansir dari Republika setidaknya sebanyak 1.500 warga Sudan meninggal dalam waktu tiga hari menyusul penguaasaan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di el-Fasher. Dan Aljazirah melaporkan, RSF yang berperang melawan militer Sudan itu menewaskan sedikitnya 1.500 orang selama tiga hari terakhir ketika warga sipil mencoba melarikan diri dari kota yang terkepung. (republika.id/29/10/2025)
Perang di Sudan bukan baru terjadi, namun sudah terjadi kurang lebih satu tahun terkahir. RSF telah terlibat dengan tentara Sudan sejak tahun 2023. (republika.id/29/10/2025). Dan dalam kurang lebih 1,5 tahun itu RSF sudah mengepung wilayah el-Fasher. Yang akhirnya tanggal 26 oktober lalu el-Fasher lepas dari tangan pemerintah Sudan dan menjadi wilayah kekuasaan tentara RSF.
Banyak sumber mengatakan bahwa akar masalah perang Sudan adalah perang saudara dan perebutan kekuasaan antara dua jenderal yaitu Abdel Fattah al-Burhan yang memimpin militer Sudan (SAF), dan Muhammad Hamdan Dagalo alias Hemedti yang memimpin kelompok paramiliter Rapid Support Force alias RSF. Kelompok bersenjata ini merupakan kelanjutan dari milisi Janjaweed yang terlibat kekerasan di Darfur pada awal 2000-an saat pasukan Pemerintah Sudan memobilisasi milisi Janjaweed untuk memerangi pasukan pemberontak Darfur. Sekitar 300.000 orang tewas, lebih dari 2 juta warga mengungsi, kala itu. ICC menetapkan beberapa pejabat tinggi Sudan, termasuk Presiden Omar al-Bashir, sebagai penjahat perang. Namun saat tahun 2019, Bashir tumbang. dan peristiwa bersejarah tersebut menjadi pemicu awal perang saudara berikutnya.
Perang Sudan bukan semata perang saudara. Perang ini melibatkan negara-negara boneka Amerika di Timur Tengah yaitu Uni Emirat Arab, Mesir , dan Arab Saudi. Sudah menjadi hal yang meyakinkan bahwa Amerika sang pemilik Hak Veto di PBB itu sangat teliti atas situasi perpolitikan di negeri-negeri Arab dan Timur Tengah. AS akan selalu menguatkan pengaruhnya apalagi negeri-negeri muslim adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam. AS yang punya banyak kepentingan tidak akan rela kehilangan pengaruhnya dan selalu menginginkan kendali penuh atas negeri-negeri muslim hari ini termasuk Sudan. Niat AS mendamaikan perseteruan di Sudan bukan murni untuk kepentingan Sudan tapi ada kepentingan lain yang tentunya akan menguntungkan AS jika mereka punya kendali penuh atas Sudan.
AS dan mitra Quad-nya Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab mengusulkan gencatan senjata kemanusiaan selama tiga bulan dan pada 24 Oktober, Amerika Serikat menjadi tuan rumah pertemuan anggota Quad di Washington untuk memperkuat upaya bersama menuju perdamaian dan stabilitas di Sudan. Dan pada bulan November di lansir dari Al Jazeera pasukan RSF mengumumkan genjatan senjata selama 3 bulan dengan pasukan pemerintah.
Usulan Amerika ini secara eksplisit adalah menguatkan pengaruh RSF atas eL-Fasher dan upaya mengakui kekuasaan RSF atas wilayah itu yang akhirnya akan mengarah pada pemecahan wilayah Sudan. Hal ini seperti hal nya yang terjadi pada Sudan Selatan tahun 2011 lalu. Dimana sudan selatan memisahkan diri dari Sudan dan membentuk Republik Sudan Selatan.
Strategi memecah-belah wilayah bukanlah hal baru dalam teori penjajahan gaya baru. memecah belah negara menjadi negara-negara kecil akan semakin mengokohkan penjajahan dan mengurai kekuatan atas negara yang dijajah. Sehingga ini pula yang dilakukan AS atas Sudan dan negeri-negeri boneka AS di timur-tengah yang tidak lain adalah untuk melanggengkan perpecahan saudara guna mengeksiskan penjajahannya.
