Oleh : Nurul Rachmadhani
#MuslimahTimes –– Seorang anak berusia 16 tahun disekap dan diperkosa secara beramai-ramai oleh sembilan orang pemuda selama 14 hari di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Kasus ini bermula dari saat pelaku pertama berinisial RM menjemput dan menjanjikan mengajak jalan-jalan korban setelah merayakan Idul Adha 14 Agustus lalu. Ternyata hal itu menjadi awal ia mendapat perlakuan biadab dari RM dan teman-temannya. (Sumber, detikcom).
Menurut KPAI, pelaku dalam tindakan kasus ini harus dihukum berat. KPAI berharap aparat kepolisian segera mengusut tuntas kasus tersebut. Pihak kepolisian harus menggunakan UU perlindungan anak dalam mengusut kasus ini, pinta KPAI.
Melihat kasus di atas, menandakan bahwa permasalahan tentang pelecehan dan kekerasan seksual pada anak seolah tidak pernah selesai. Kian hari semakin merebak, bahkan sang pelaku semakin brutal. Kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang terjadi, bukan merupakan kasus pertama di negeri ini. Sudah banyak korbannya. Kondisi para korban juga mengalami trauma psikologis, ini akan berdampak pada jiwa mereka dalam menata masa depannya.
Sudah sangat terlihat, bahwa ini merupakan buah hasil pergaulan bebas dari sistem kapitalis sekuler. Yang manamemisahkan antara kehidupan dengan agama. Sehingga norma agama tidak dipatuhi dalam bergaul. Bahkan pemberian vonis hukuman pun tidak memberikan efek jera. Akibatnya masalah semakin bertambah dan korban pun semakin banyak. Padahal negara seharusnya dapat menyelesaikan dan membentengi masalah seperti ini. Karena awal mula masalah pemerkosaan adalah pornografi.
Seperti yang kita ketahui, akses untuk menuju pada pornografi di negeri ini masih sangat mudah didapat. Selain akses ini juga, kurangnya pemahaman pada sebagian kaum wanita untuk menutup auratnya dengan sempurna merupakan salah satu peluang terjadinya kejahatan. Serta pergaulan bebas yang lama dibiarkan hingga timbul kebablasan.
Para orang tua membiarkan anak wanitanya bersama lawan jenis yang bukan mahromnya dianggap biasa. Pacaran menjadi salah satu kebanggaan. Inilah pikiran yang mengandung kebebasan. Padahal itu suatu kesalahan.
Negara dan aparat hukum harus bekerjasama. Yang mana negara harus bisa membentengi kebebasan yang dapat menimbulkan permasalahan seperti ini. Dengan cara tidak membebaskan segala bentuk yang mengandung unsur pornografi. Negara harus mampu menjaga dan meri’ayah jiwa setiap umatnya.
Aparat hukum juga bukan hanya sekedar memasukan pelaku kedalam penjara. Masalah seperti ini harus diselesaikan dengan memberikan hukuman yang membuat jera pelaku kejahatan. Membuat takut pelakunya agar tidak ada lagi yang bergentayangan.
Sayangnya, kebanyakan masyarakat dan penguasa berwenang hanya dapat menyalahkan pelaku kejahatan tanpa melihat sebab akar masalah. Sehingga masalahnya tidak terselesaikan sempurna dan membuat banyak pelaku lain melakukan hal yang sama. Ketika ada pasangan berzina atas dasarg suka sama suka dibiarkan begitu saja.
Penyelesaian masalah tidak dapat terealisasi sesuai harapan karena penerapan sistem sekuler seperti saat ini. Penyelesaian yang disediakan tidak dilihat dari mana masalah itu bersumber. Akibat sistem ini pula karakter manusia hanyalah mengejar pemenuhan kesenangan fisik secara seksual hanya demi kepuasan nalurinya, tanpa mengejar nilai moral, spiritual, dan kemanusiaan.
Berbeda dengan sistem Islam. Dimana Islam dapat menyelesaikan dan mencari sumber akar masalah. Islam juga dapat mengatur dan mengarahkan pemuasan naluri seksual kepada hal yang positif. Tidak mengganggu keselamatan dan keamanan orang lain. Sistem yang berasal dari Sang Maha Mengatur ini akan terwujud dalam bingkai negara Khilafah Rasyidah ‘ala minhajinnubuwah. Sehingga kasus perkosaan pada anak dapat terselesaikan sampai ke akarnya dan tidak terjadi lagi.
Wallahu’alambishowab.