Oleh : Nurul Rachmadhani
(Revowriter)
Meningkatnya angka perceraian yang terjadi tiap tahun bukan tidak beralasan. Banyak faktor penyebab kerusakan dan kandasnya pernikahan yang harusnya dijaga dan dibina. Berdasarkan data dari Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung pada periode 2014-2016 perceraian di Indonesia trennya meningkat. Dari 344.237 pada 2014, naik menjadi 365. 633 perceraian di 2016. Rata-rata angka perceraian naik tiga persen per tahunnya. (Republika.co.id, 21/1/18). Itu baru yang tercatat dan baru di Indonesia. Bagaimana di negara yang lainnya.
Di Saudi Arabia, perceraian ada 188 kasus per harinya, meningkat 22% di tahun 2014. (Departemen Kehakiman di Kerajaan Arab Saudi, 2015). Kuwait mencapai 54%. (Ministry of Justice, 2014). Di Iran, perceraian di kalangan perempuan kepala rumah tangga meningkat 57%. (Organisasi Nasional untuk Pencatatan Sipil). Yordania meningkat 37,2% antara tahun 2011-2015. (Departemen Statistik). Di Libanon mencapai 55% antara 2000 dan 2013. (United Nations Economic and Social Commission for Western Asia). Turki meningkat 82% selama sepuluh tahun terakhir. (General Directorate of Criminal Records and Statistics, 2016). (@MuslimahNewsID).
Ancaman perceraian semakin nyata. Meningkat di negara-negara yang penghuninya diisi keluarga muslim. Seolah sudah tak menghiraukan arti dari apa itu keluarga. Maka dunia terbalik tak hanya di sinetron. Kenyataanya ada. Akhirnya tak sedikit keharmonisan berubah menjadi pertikaian yang berujung perceraian. Ekonomi. Feminisme. Perselingkuhan. Kesetaraan Gender. Semua adalah pemahaman dari sekuler kapitalis. Dan itu hanya sebagian masalah yang menyebabkan perceraian. Semua terjadi karena negara tidak bisa menjamin keharmonisan rumah tangga dalam keluarga. Tidak adanya sistem yang menunjang untuk kesejahteraan keluarga. Padahal keluarga merupakan jantung dalam menciptakan masyarakat yang sehat.
Tak heran bila suami istri bertukar peran. Nyatanya lapangan pekerjaan untuk kaum adam sulit didapatkan. Suami merasa terendahkan. Terjadilah kekerasan. Belum lagi masalah perselingkuhan. Baik dari suami ataupun istri. Hanya untuk mendapatkan kepuasan. Keluarga menjadi taruhan. Anak menjadi korban. Kekerasan pada anak. Pergaulan bebas pada anak. Anak depresi. Itu terjadi karena keluarga yang tak sehat. Tidak adanya pengawasan. Tidak diperhatikan. Membebaskan tanpa aturan. Jadilah kebablasan yang menimbulkan penyesalan.
Ini terjadi karena sistem kapitalis sekuler tidak menjaga keharmonisan keluarga. Sistem sekarang hanya mengandalkan kebebasan tiap individu. Tanpa melihat norma agama yang berlaku. Alhasil semua hanya berlandaskan materi semata. Memisahkan kehidupan dengan agama. Menghasilkan hubungan keluarga yang mudah rusak. Sehingga pernikahan yang dibangun dapat merusak akhlak.
Banyak keluarga muslim yang terancam perceraian karena pemahaman mereka telah disusupi pemikiran barat yang liberal. Sekuler. Kapitalisme. Menganut kebebasan yang kebablasan. Menjadikan materi sebagai tujuan. Materialisme.
Karenanya sebagai muslim harus memahami agamanya. Pemahaman agama di setiap individu sangat penting. Agar terhindar dari pemikiran barat yang banyak mengandung mudharat. Di dalam Islam hubungan berumah tangga diatur. Islam tidak hanya mengatur individunya saja. Tapi seluruh kehidupan bermasyarakat. Dengan menerapkan hukum Islam, keluarga tidak merasa terancam perceraian. Karena setiap penghuninya akan menjalankan peran sesuai fitrahnya. Karena Islam dapat menjaga keharmonisan keluarga. Menjamin setiap keluarga terbebas dari ancaman perceraian.
Wallahu’alam bishowab.