Oleh : Eni Mu’tamaroh I, S.Si
Revowriter dan Anggota Komunitas Muslimah ELMAHIRA Jombang
Ekonomi dunia sedang mengalami keguncangan. Pun yang terjadi di Indonesia. Kesempitan hidup akibat kesulitan ekonomi membuat semua mati-matian banting tulang. Tak hanya laki-laki, perempuan, bahkan bisa jadi anak-anak turut andil di dalamnya.
Trend Perempuan bekerja di zaman sekarang dilatar belakangi motivasi yang beragam. Mulai dari terpaksa karena himpitan ekonomi, untuk aktualisasi diri, sampai karena membela kesetaraan gender.
Terlepas itu semua, terjunnya perempuan dalam dunia kerja dipandang memiliki peran penting bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Pada KTT Perempuan dan Ekonomi APEC di San Fransisco, 16 September 2011 Menteri Luar Negeri Amerika saat itu Hillary Clinton menyatakan, “Perempuan adalah kunci pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia”, maka tidak boleh ada pembatasan hukum dan sosial yang mengekang potensi perempuan (voanews, 16/9/2011).
Dalam Pertemuan Tahunan IMF dan World Bank yang diadakan di Nusa Dua pada tanggal 8-9 Oktober 2018, dengan tajuk Empowering Women in the Workplace Evita Nussanty Anggota Komisi 1 DPR menyatakan bahwa, ” Menurut ILO, 865 juta perempuan memiliki potensi untuk memaksimalkan kontribusinya dalam pembangunan ekonomi. Labih jauh lagi, partisipasi perempuan telah terbukti mampu memberdayakan kaluarga dan lingkungan.” (economy.Okezone.com, 09/10/2018)
Senada dengan hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mempertegas bahwa perempuan sangat berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sebuah negara. Jadi perannya dalam dunia kerja harus ditingkatnya. (detikNews.com, 09/10/2018)
Dengan dalih semacam ini, perempuan semakin didorong terjun dalam dunia kerja. Jargon-jargon perempuan sebagai penyelamat ekonomi bangsa, telah merampas waktu, tenaga, pikiran, dan curahan kasih sayang yang harusnya dilimpahkan bagi anak-anak dalam keluarganya. Justru dihabiskan dalam dunia kerja.
Malapetakanya keluarga terabaikan, banyak yang mengalami disfungsi dan disorientasi. Anak-anak tumbuh dengan kurang kasih sayang dan keteladanan. Karena orang tua sibuk bekerja. Hak dan kewajiban tumpang tindih, perceraianpun marak terjadi.
Perempuan memang memiliki banyak peran dalam kehidupan. Namun, Kapitalis semata-mata memandang peran mereka hanya pada ranah publik dan ekonomi. Sehingga mereka diberdayakan turut memutar roda ekonomi negara. Hal ini menafikkan peran yang digariskan Allah SWT Pencipta manusia. Peran utama perempuan adalah sebagai umm(un) wa rabbah al bayt (Ibu dan pengelola rumah tangga).
Hal ini patut disadari bersama, bahwa perempuan merupakan tiang negara bukanlah tulang punggung negara. Pemberdayaan perempuan dalam dunia kerja tak lebih dari upaya melepaskan habitat naturalnya yang utama, sebagai ibu dan manajer rumah tangga.
Perempuan dijadikan tumbal dalam kebangrutan ekonomi kapitalis. Jika ingin menyelamatkan ekonomi negara bukan dengan mengalih fungsikan peran perempuan. Namun butuh diteliti akar masalah utamanya. Sistem ekonominyalah yang butuh dievalusi. Dan negara harus berani mengambil langkah. Jika sistem ekonomi kapitalis sudah diterapkan ini tak memberikan kesejahteraan, maka butuh solusi sistem ekonomi alternatif lain. Islam memiliki konsep ekonomi yang patut dipelajari, dijadikan solusi, dan sudah terbukti. Diterapkan oleh Rasulullah Saw, dan diteruskan oleh para Sahabat yang dikenal dengan Khulafaur Rasyidin, dan para Khalifah sesudahnya.
Sekalipun Islam tidak melarang perempuan bekerja, namun pekerjaan yang dilakukan semata-mata demi mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat, sehingga tanggung jawab utama sebagai istri dan ibu tetap terlaksana dengan baik. Jenis pekerjaannya pun yang memuliakan dan menjaga kehormatan perempuan. Dan ini adalah pilihan, bukan tuntutan keadaan.
Perempuan sebagai tiang negara, perannya sangat penting dan berat. Yakni melahirkan dan mencetak generasi cemerlang penerus peradaban bangsa. Jika tugas ini harus ditambah, bahkan dialih fungsikan dengan pemberdayaan dalam dunia kerja, jelas tak akan mampu dilakukan. Justru yang terjadi kerusakan keluarga dan gagal lahirnya generasi terbaik untuk masa depan. Tak heran, saat ini banyak terjadi krisis sosial remaja, meluasnya angka kriminalitas, dan moral remaja yang semakin memprihatinkan.
Sedang negara terus sibuk menuruti kepentingan para Kapitalis untuk meraih keuntungan materi dengan fokus meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan. Jika demikian, tiang negara lambat laun akan rapuh, negara kehilangan penopang maka tinggal tunggu detik-detik kehancurannya. Astagfirullah hal adzim.