Oleh : Ummu Irul
(Ibu Pengusaha dan Pegiat Parenting Islami)
#MuslimahTimes –– Keluarga adalah tempat pertama bagi setiap manusia dalam memahami makna hidup. Keluarga pula yang menjadi tempat pembinaan generasi calon pemimpin umat. Kesuksesan keluarga, dalam membina generasi pemimpin, tentu akan membawa pengaruh pada pembentukan peradaban dunia. Sebab dalam keluargalah sang calon pembangun dan pemimpin peradaban (generasi penerus) mendapatkan pendidikan utama dan pertamanya.
Secara umum, fungsi keluarga ada 8 yaitu; Pertama, Fungsi reproduksi, maksudnya, bahwa dari keluargalah, dihasilkan anak keturunan secara sah. Kedua, Fungsi ekonomi, maksudnya keluarga sebagai kesatuan ekonomi mandiri, anggota keluarga mendapatkan dan membelanjakan harta untuk memenuhi keperluan. Ketiga, Fungsi sosialisasi, yaitu keluargalah yang memperkenalkan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Keempat, Fungsi protektif, yaitu keluargalah yang melindungi anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis, dan psiko sosial.
Kelima, Fungsi rekreatif, artinya keluarga merupakan pusat rekreasi bagi para anggotanya. Keenam, Fungsi afektif, keluargalah yang memberikan kasih sayang. Ketujuh, Fungsi edukatif, yaitu memberikan pendidikan kepada anggota keluarganya. Kedelapan, Fungsi relegius, itu artinya bahwa keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggotanya.
Kalau kita menyimak, betapa banyak fungsi yang bisa diberikan oleh keluarga, maka bagaimana jika fungsi tersebut terancam atau bahkan rusak? Tentu kehancuranlah yang akan terjadi. Dan inilah yang kini menimpa keluarga – keluarga muslim di negeri ini. Berbagai kerusakan terpapar di hadapan kita, diantaranya, tingginya kasus perceraian, kenakalan remaja (seks bebas, tawuran dll), kejahatan terhadap anak (traficking, perkosaan dll) Fakta yang terjadi itu, menjadi bukti bahwa fungsi keluarga sudah terancam rusak, bahkan hancur berkeping- keping.
Sebagai seorang muslim, kita harus berfikir bahwa keluarga muslim ini wajib diselamatkan. Dengan cara apa? Tentu dengan cara mencari penyebab kerusakan ini, dari akarnya, jangan hanya penampakannya saja. Apa yang menjadi biang keroknya?
// Demokrasi Penyebab Kerusakan //
Demokrasi yang memiliki empat pilar kebebasan yaitu kebebasan individu dalam berpendapat, beraqidah, kepemilikan dan tingkah laku, awalnya dianggap sebagai solusi atas kekangan penguasa. Namun yang terjadi adalah kewibawaan pemerintah menjadi memudar. Seiring dengan meningkatnya kebebasan masyarakat, rasa keamanan malah semakin menipis. Semakin bebasnya manusia dalam bertingkahlaku maka kerusakan semakin luar biasa, pemerkosaan terjadi setiap saat, pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi menyeruak dari kota hingga pelosok desa.
Dengan diterapkannya aturan buatan manusia yang sangat subyektif maka membuat pelanggaran hukum, kemaksiatan dan kriminalitas merajalela. Penghinaan kepada Islam dan ajarannya, penghinaan kepada ulama dan bahkan pembunuhan kepada para pewaris nabi, dibiarkan dan tidak ada sanksi yang tegas, yang bisa bikin pelaku jera. Yang ada malah pelaku semakin banyak dan semakin berani.
Begitu pula dengan sistem budaya liberal yang dibangun, termasuk sikap membebaskan terhadap tayangan media dan berkembangnya tempat – tempat maksiat, membuat nilai – nilai akhlaq islam yang ditanamkan dalam keluarga, luntur sedikit demi sedikit tercemar oleh budaya yang rusak dan merusak.
Inilah sebagian realita yang menggambarkan bahwa sistem demokrasi yang telah diterapkan di negeri ini selama berpuluh -puluh tahun lamanya, telah gagal dalam melindungi rakyatnya, baik individu, keluarga maupun masyarakatnya secara keseluruhan. Bahkan yang terjadi justru semakin menjauhkan umat dan keluarga dari rasa aman, terlebih bagi anak – anak dan perempuan.
Oleh karena itu jalan yang harus ditempuh saat ini adalah segera tinggalkan demokrasi, yang rusak dan merusak ini, kemudian beralihlah kepada sistem islam kaffah yang dijamin akan memberikan keamanan dan kebahagiaan, baik kepada individu, keluarga maupun masyarakat.
// Khilafah Harapan Keluarga //
Islam adalah agama sempurna dan paripurna. Selain mencakup pemikiran dasar mengenai aqidah ( aspek ruhiyah/spiritualitas), Islam juga mengatur politik ( dalam arti pengaturan urusan kehidupan manusia), ekonomi, sosial budaya, hankam termasuk hukum – hukum keluarga.
Syari’at Islam yang sudah sempurna tersebut akan memberikan keamanan, kebahagiaan yang sempurna jika diterapkan secara keseluruhan oleh sebuah institusi negara yang bernama khilafah sesuai metode kenabian. Karena khilafah akan menjamin terwujudnya kesejahteraan individu, keluarga dan masyarakat sekalipun jumlah penduduk terus bertambah. Karena Allah telah berfirman, ” Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian memberikan rizki …” (TQS. Ar-Rum : 40). Juga di dalam firman Allah SWT, ” Dan tidak satu binatang melatapun di bumi, melainkan Allah yang memberi rizqinya…” ( TQS. Hud : 6 )
Jaminan Islam tersebut berupa terpenuhinya kebutuhan pokok setiap orang baik pangan, sandang dan papan. Mekanismenya adalah; Pertama, memerintahkan setiap kepala keluarga bekerja (QS. Al Jumu’ah : 10) demi memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Dan islam menjadikan hukum menjemput rizki / bekerja bagi kepala keluarga itu wajib ( QS. Al – Baqoroh : 233 ). Kedua, mewajibkan negara untuk menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya. Ketiga, mewajibkan ahli waris dan kerabat yang mampu untuk memberi nafkah yang tidak mampu (QS. 2 : 233).
Keempat,jika ada orang yang tidak mampu, sementara kerabat dan ahli warisnya tidak ada atau tidak mampu menanggung nafkahnya, maka nafkahnya ditanggung negara, yang diambilkan dari Baitul Mal. Dalam hal ini negara bisa menggunakan harta milik negara, harta milik umum juga harta zakat. Apabila di Baitul Mal tidak ada harta sama sekali, maka kewajiban tersebut berlaky atas seluruh kaim muslimin. Rosulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menyebutkan bahwa kelalaian penduduk suatu daerah dari menolong tetangganya yang kelaparan akan menyebabkan terlepasnya pertolongan Allah dari mereka. Jika seluruh upaya yang dilakukan belum bisa mencukupi kebutuhan maka negara bisa menetapkan kewajiban pajak bagi orang kaya saja.
Islam juga menetapkan kebutuhan pokok berupa pelayanan yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan. Ketiganya juga harus dijamin oleh negara, bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, baik kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim.
Khilafah dalam memberikan pelayanan tersebut membutuhkan dana yang besar. Untuk itu syari’ah telah mengatur pengelolaan keuangan negara ( APBN ) secara rinci sehingga harta kekayaan umum dan harta kekayaan negara akan dikelola dengan benar sesuai dengan syari’at dan akan digunakan untuk menyejahterakan seluruh warga negara, muslim maupun non muslim.
Dalam bidang sosial, khilafah akan memastikan bahwa peran dan fungsi keluarga berjalan sebagaimana ketentuan. Misalnya seorang ibu akan menjadi pengatur rumah tangga dan pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Penjagaan dan perlindungan anak, ditugaskan kepada kedua orang tuanya, bapak dan ibu. Seorang istri akan menjaga harta suami dan mengatur pembelanjaannya dengan cermat. Istri dan anak-anak perempuan akan menjaga kehormatan mereka dengan menutup aurot dalam kehidupan khusus ( rumah) maupun umum ( publik). Untuk menjaga kemuliaan perempuan dan keluarga, Islam mengharomkan kholwat ( berduaan) antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Juga mengharomkan ikhtilath ( campur baur) laki-laki laki dan perempuan dalam kehidupan khusus dan umum ( contoh pendidikan ). Islam menetapkan bahwa ayah adalah kepala rumah tangga. Ia bertanggung jawab penuh terhadap keluarganya. Khilafah akan memberi sanksi yang tegas kepada keluarga yang tidak menjalankan fungsinya. Berbagai bentuk kelalaian tidak akan dibiarkan.
Sistem Islam tersebut bukan khayalan, tetapi kenyataan. Fakta sejarah kejayaan islam telah membuktikan bahwa sistem Islam benar-benar mampu mewujudkan kesejahteraan individu rakyatnya. Pada masa Umar bin Khoththob ( 13 – 23 H/ 634-644 M ), misalnya hanya dalam waktu 10 tahun masa pemerintahannya, kesejahteraan merata ke segenap penjuru negeri. Pada masanya, di Yaman waktu itu, Muadz Bin Jabal kesulitan menemukan orang miskin, yang layak diberi zakat ( Abu Ubaid, Al-Amwal, hlm 596 ). Pada pemerintahannya pula beliau, Kholifah Umar bin Khoththob mampu menggaji guru di Madinah 15 dinar ( 1 dinar = 4,25 gr emas ).
Demikian pula pada masa Kholifah Umar bin Abdul Aziz ( 99 – 102 H/ 818 – 820 M ), meskipun sangat singkat masa jabatannya (hanya 3 tahun), namun beliau berhasil menyejahterakan rakyatnya ( Ibnu Abdil Hakam, Sirah ‘ Umar bin Abdul ‘ Aziz, hlm.59). Pada masa beliau ini, tidak ditemukan orang miskin yang berhak menerima harta zakat. Beliau telah menjadikan individu rakyatnya, pada waktu itu hidup berkecukupan. Pada masanya, kemakmuran tidak hanya ada di Afrika, tetapi merata hingga di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Bashrah. Begitu makmurnya rakyat, hingga Gubernur Bashrah saat itu pernah mengirim surat kepada Kholifah Umar bin Abdul ‘ Aziz, ” Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabur dan sombong.” ( Abu Ubaid, Al-Kitab Amwal, hlm.256).
Telah nampak perbedaan yang mencolok, antara demokrasi dan Islam, ketika diterapkan untuk mengatur kehidupan ini. Demokrasi terbukti gagal dalam melindungi fungsi keluarga, memberikan perlindungannya dan menyejahterakannya. Justru dengan demokrasi kerusakan semakin merajalela. Sedangkan Khilafah Islam, telah terbukti berhasil menjadikan individu keluarga, masyarakat hidup sejahtera, aman sentosa. Terpenuhi kebahagiaan hidupnya dan senantiasa dalam keta’atan kepada Allah, sehingga di akheratpun mendapatkan kenikmatan berupa Jannah.
Seorang muslim yang cerdas, tentu memilih Khilafah Islam untuk mengatur hidupnya, karena ia bersumber dari Sang Pencipta. Dia akan mengembannya dan juga memperjuangkannya, agar segera tegak kembali di muka bumi ini. Bukan memilih dan memperjuangkan demokrasi yang jelas kerusakannya, karena ia berasal dari manusia yang sangat terbatas dan lemah.
Wallahu A’lam bishshowab