Oleh: NR. Tambunan
MuslimahTimes—Saya sempat tertegun ketika tiba-tiba di laman beranda akun instagram saya muncul postingan seorang teman yang mengkampanyekan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dengan nomor urut 10. Paslon baru ini bernama Nurhadi-Aldo dan diusung oleh sebuah koalisi dengan nama yang lumayan unik.
Setelah mencermati dengan seksama barulah saya tersadar bahwa paslon tersebut hanyalah paslon fiktif yang menjadi viral karena kelucuan dan program satir yang mereka kampanyekan. Beberapa postingan program yang terlihat serius, terkadang disingkat menjadi kata-kata yang lumayan tabu diucapkan. Kritik yang berbungkus sarkasme dan kata-kata yang kurang pantas bagi anak-anak inilah nampaknya yang membuat paslon nomor urut 10 ini menjadi terkenal dalam hitungan hari.
Keberadaan paslon fiktif ini tentu menjadi salah satu humor segar yang berhembus di tengah tegangnya perseteruan antara paslon yang original. Sekelumit netijen bahkan menganggap paslon ini tak akan kalah elektabilitasnya jika dilakukan survey ke tengah masyarakat.
Kemunculan Nurhadi-Aldo ternyata bukan hanya menarik perhatian warganet. Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Heryanto turut mengomentari pasangan ini. Ia khawatir bahwa paslon 10 ini bisa saja ke depannya mampu meningkatkan jumlah orang yang tidak mau memilih (katadata.co.id, 10/1/2019).
Tak hanya Gun, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengakui jika kehadiran Nurhadi-Aldo berpotensi membuat angka golput membesar. Beliau menyatakan hal tersebut bisa terjadi jika konten-konten Nurhadi-Aldo bernada negatif dan menyerang (katadata.co.id, 10/1/2019).
Mendapati fakta tersebut, saya kembali tertegun. Ternyata pasangan calon fiktif ini bisa bikin sensitif negara ini. Meskipun diusung oleh koalisi lelucon satire yang tentu saja fiktif pula, pada kenyataannya mampu berpotensi memengaruhi masyarakat dalam memberikan hak pilihnya.
Alih-alih membuat analisa yang terlalu jauh, saya hanya bisa bergumam pada diri sendiri, bahwa kekuatan media sosial saat ini benar-benar mampu menembus isi kepala masyarakat. Tergantung bagaimana kita menggunakannya dan mengemasnya dengan cermat.
Di samping itu, yang menjadi pertanyaan saya, jika pasangan calon pemimpin Nurhadi-Aldo yang fiktif saja ternyata bisa bikin sensitif, apa jadinya jika yang muncul adalah calon pemimpin yang menjawab bisyarah Rasulullah SAW 14 abad yang lalu?
*) Penulis adalah pengamat masalah sosial.
S2 Teknik Sipil UI dan Master International Urban & Habitat, Université Lille 1, Perancis.