Oleh. Trisnawaty A (Revowriter Makassar)
#MuslimahTimes — Tahun 2018 telah berlalu. Catatan untuk rezim adalah gagal, zalim dan anti Islam. Kegagalan rezim tampak pada gagal menyejahterakan rakyat. Menurut data BPS, pada bulan Maret 2018 masih ada 25, 95 juta penduduk miskin (9,82 %) padahal negeri ini kaya akan sumber daya alam. Terdapat pula carut marut di pelayanan kesehatan, BPJS. Negara yang seharusnya bertanggung jawab penuh untuk menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk persoalan kesehatan, seolah lepas tangan. Bukan itu saja, persoalan hutang yang membebani ekonomi, tercatat pada oktober 2018 utang luar negeri Indonesia menjadi 360, 5 miliar US dollar. Padahal saat kampanye, ia pernah berjanji akan metolak utang luar negeri, tapi sekarang malah bertambah.
Sungguh nyata bahwa janji-janji Jokowi saat kampanye gagal dicapai. Publik mungkin masih ingat janji Jokowi tidak akan bagi-bagi kursi menteri kepada partai pendukungnya. Kenyataannya, hampir sebagian besar menteri berasal dari partai pendukung Jokowi. Jokowi juklga pernah melontarkan janji akan menghentikan impor, tapi sebaliknya impor besar-besaran terjadi bahkan “impor” tenaga kerja asing. Tidak heran kalau sebagian publik menilai rezim sekarang ingkar janji.
Kezaliman pun tampak pada rezim tatkala membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tanpa proses pengadilan serta kriminalisasi pada ulama.
//Uninstall Rezim Dan Uninstall Sistem//
Gelombang untuk menuntut perubahan tak bisa dielakan, bermunculan hastag #2019GantiRezim atau #2019GantiPresiden hingga #UninstallJokowi. Pertanyaannya apakah cukup dengan ganti rezim atau ganti presiden? Sejarah telah mencatat bangsa ini telah dipimpin mulai dari tokoh proklamator, jenderal, kiyai, perempuan bahkan wong ndeso wong cilik. Tapi, masih jauh dari kesejahteraan bahkan justru kita semakin menderita. Ini sebagai bukti bahwa jika perubahan hanya terjadi pada wajah pemimpin tapi tidak disertai dengan perubahan tatanan hukum dan aturan (sistem), maka hanya akan menghasilkan perubahan wajah rezim, tidak pada perubahan kebijakannya. Dulu rezim orde baru mengangkat isu perubahan untuk menggulingkan orde lama. Rezim orde reformasi melakukan hal serupa untuk mengganti orde baru dengan isu ganti rezim korup dan perbaikan ekonomi. Tapi, sejak reformasi hingga rezim JW-JK resep mujarab isu perubahan terus disuguhkan ke masyarakat, namun kenyataannya jauh panggang dari api. Rezim saat ini tetap sama dengan rezim- rezim sebelumnya yang menjalankan kebijakan liberal, pro-pasar (kapitalis) ketimbang pro-rakyat.
Tidak adanya perubahan kebijakan pada rezim disebabkan karena mereka telah dikendalikan oleh suatu tatanan aturan, yaitu ideologi kapitalisme. Ideologi ini telah melahirkan kebijakan yang mengedepankan kepentingan bisnis para pemilik modal yang telah mengantarkannya pada kekuasaan dibanding kepentingan rakyat.
Karenanya perubahan harus dimulai dengan mengubah ideologi (sistem) kemudian sistem ini akan menetapkan siapa sosok pemimpin yang seharusnya dipilih oleh rakyat. Singkatnya harus ganti sistem dan rezim (#Uninstall Rezim dan #Uninstall Sistem), bukan sekedar ganti rezim atau presiden saja.Inilah hakekat perubahan hakiki.
//Perubahan Hakiki Bukan Di Bilik Suara//
Perubahan hakiki tidak bisa terjadi dengan melalui demokrasi (pemilu) yang setiap lima tahun dilakukan di bilik suara. Hal tersebut hanya sekedar ganti rezim. Di sisi lain demokrasi bertentangan dengan Islam, karena menjadikan kedaulatan di tangan manusia (sumber hukum). Karenanya, kita harus mengikuti aktivitas dakwah Rasulullah di Makkah (Daar Al-Kufr). Melaui tiga tahapan :
1. Marhalah At-Tatsqif (Tahap pembinaan dan pengkaderan). Aktivitas ini dimulai sejak Rasulullah saw diutus sebagai Rasul sesuai seruan Allah dalam Q.S al-Muddatsir[74] : 1-2, secara sirriyah (sembunyi). Di mulai dari istrinya Khadijah r.a, sepupunya Ali bin Abi Thalib r.a, mantan budaknya Zaid dan sahabatnya Abu bakar As-Shiddiq r.a. Kemudian orang yang telah masuk Islam dikumpulkan di rumah sahabat Arqam bin abi Arqam (Daar al-Arqam) sebagai markas kutlah (kelompok dakwah). Membina mereka dengan pemahaman Islam yang kuat sehingga menghasilkan individu bersyakhsiyyah Islamiyah dan siap mengemban dakwah.
2. Marhalah tafa’ul ma’al ummah (tahap interaksi dengan umat). Rasulullah dan para sahabat yang telah digembleng dengan pembinaan akidah, selanjutnya mereka memulai dakwah secara terang-terangan sesuai firman Allah dalam Q.S Al-haijr[15] : 94). Melakukan ash-shiraa’alfikri (pergolakan pemikiran) dan al-kifaah as-siyaasi (perjuangan politik), membenturkan Islam dengan selain Islam, baik berupa pemahaman (mafahim), tolok ukur (maqayis), maupun keyakinan (qanaat).
3. Istilaam al Hukmi (tahap penerimaan kekuasaan). Tahapan ini diawali dengan aktivitas tholab an-nushrah terhadap Ahlu Quwwah, Rasulullah saw mendatangi kabilah-kabilah Arab, menyeru mereka kepada Islam, menawarkan dirinya untuk dilindungi dalam mendakwahkan Isslam serta diberi kekuasaan penuh untuk menerapkannya atas umat Islam. Akhirnya nushroh diberikan dari suku Aus dan Khazraj. Di tahapan ketiga ini, Rasulullah hijrah ke Madinah, setelah para pemimpinnya dan mayoritas masyarakatnya telah siap menerima islam sebagai metode kehidupan. Dengan kata lain telah terbentuk opini umum dari kesadarn umum.
Oleh karena itu, sebagai seorang yang mengaku muslim sepatutnya kita mengikuti metode dakwah Rasulullah saw. Allah swt berfirman, “sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (TQS. Al-Ahzab [33]: 21).
Wallahu’allam