Oleh: Laily Chusnul Ch. S.E
(Pemerhati Sosial Politik)
#MuslimahTimes —Jagat media sosial dan online mendadak viral dengan berita soal eksodusnya 52 warga dari Dusun Dukuh Krajan, Desa Watubonang, Ponorogo ke sebuah pesantren di Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa Timur sejak Selasa 12 Maret lalu. Mereka diduga ramai-ramai meninggalkan kampung halaman karena isu kiamat yang akan datang dalam waktu dekat. Beberapa rumah, tanah, dan ternak di Desa Watubonang dijual dengan harga murah dengan alasan sebagai bekal selama tinggal di ponpes. Ada rumah dan tanah yang dijual dengan harga Rp10-20 juta dan sapi ternak beserta kandangnya yang dijual seharga Rp 8 juta. Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni membenarkan tentang kabar pindahnya sejumlah warganya tersebut. “Mereka yakin dunia ini akan kiamat dan kalau ikut kiai dari Kasembon, Malang, itu nanti seperti kisah Nabi Nuh. Mereka tidak ikut kiamat,” beber Ipong seperti dikutip Tribunnews, Rabu (13/3).
Bahkan hal ini diikuti oleh sejumlah warga lainnya dari kabupaten Jember, yakni dari Desa Umbulsari dan Gunungsari. Totalnya mencapai 15 orang dari 8 KK. Menurut Kades Umbulsari, Fauzi, sebelumnya 15 warga tersebut diajak Ustaz Mudasir untuk menjadi MUSA AS atau jemaah Thoriqoh Akmaliyah As- Sholihiyah yang kini dikenal sebagai Thoriqoh Musa. Di sana, thoriqoh tersebut sudah berjalan selama 2 tahun. Fauzi menambahkan, belasan warga tersebut menjual harta benda miliknya karena yakin kiamat akan segera tiba. Menurutnya mereka seperti sudah tidak melihat masa depan. Ia juga membenarkan jika maksud mereka ke Malang yakni untuk mencari perlindungan saat terjadi kiamat. Bahkan di dusun tersebut diduga telah beredar 7 fatwa Thoriqoh Musa yang menyimpang. Mulai dari soal kiamat, huru-hara, kekeringan, bendera tauhid, foto anti gempa, larangan sekolah, hingga hukuman untuk orang tua.
Hingga saat ini, berdasarkan data dari pengurus ponpes, setidaknya ada sebanyak 573 santri dari 177 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di dalam ponpes. Sebanyak 132 santri dari 45 KK berada di luar ponpes. Selanjutnya, dari 396 anggota, 277 orang tinggal di dalam ponpes dan 119 orang di luar ponpes. Santri-santri tersebut berasal dari sejumlah wilayah. Antara lain dari Kasembon sebanyak 51 orang, Kediri 106 orang, Lampung 50 orang, Ponorogo 42 orang, Jember 63 orang, dan Boyolali 45 orang. Sementara lainnya ada yang berasal dari Sukoharjo, Karanganyar, Tuban, Surabaya, Jombang, Mojokerto, Blitar, Ngawi, Tulungagung, Nganjuk, Magelang, dan Ngasem.
Sekulerisme Mengikis Aqidah
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa pun turut menanggapi hal ini. Dia menyayangkan perilaku warganya yang tak mencari tahu lebih lanjut soal kabar tersebut. Khofifah menyebutnya sebagai sebuah kerentanan. Hal serupa disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Najib Hamid. Menurutnya, peristiwa tersebut adalah potret warga Jatim yang belum mengenyam pendidikan agama secara utuh.
Pihak kepolisian juga telah menggelar pertemuan di Polres Batu, Malang, serta mendatangi dan menemui Pengasuh Pondok Pesantren Miftakul Falakim Mubta’dziin, Muhammad Romli. Dia mengaku hanya menjelaskan kepada santrinya bila saat ramadhan ada meteor jatuh, maka akan ada huru-hara selama tiga tahun. Dia juga menerangkan bahwa ponpesnya mempunyai program triwulan untuk menyongsong datangnya meteor. Program tersebut mengharuskan para santri untuk mengumpulkan makanan demi persediaan saat meteor datang. Soal meteor, lanjut Romli, merupakan satu dari 10 tanda besar datangnya hari kiamat. “Makanya tiap orang kalau mau mengungsi ke pondok itu diwajibkan untuk membawa makanan sendiri sendiri. Itu dirumuskan akhirnya 5 kuintal per kepala, itu untuk dia sendiri kalau terjadi meteor,” lanjutnya.
Sejak ide sekulerisme menjadi pandangan hidup bagi individu, masyarakat dan negara, maka berbagai macam aliran sesat dan semacamnya terus bermunculan di negri mayoritas muslim ini. Dalam ide sekulerisme, pantang bagi negara ikut campur dalam urusan agama. Sebab agama dianggap hanya persoalan ritual, individual, dan moralitas. Sekulerisme ini pun diperkuat dengan pemahaman liberal antara lain kebebasan beragama (freedom of religion) dan kebebasan berpendapat (freedom of opinion). Berdasarkan pandangan ini, setiap orang tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama tertentu, tidak boleh pula dilarang untuk keluar agama tertentu, bahkan untuk tidak beragama sekalipun. Setiap orang juga bebas menyampaikan pemikirannya sekalipun bertentangan dengan aqidah dan kaidah hukum tertentu. Tentu saja ide ini berbahaya sebab sekularisme menihilkan peran dan fungsi Islam untuk mengatur masyarakat. Dengan asas sekulerisme, semua yang berbau syariat Islam akan ditolak bahkan dinistakan secara bebas tanpa proses hukum yang jelas dan membuat jera. Tentu saja hal ini mengancam aqidah umat Islam. Atas nama kebebasan berkeyakinan setiap orang kemudian bebas membuat keyakinan dan aturan sendiri. Mengaku jibril, Nabi, sholat dengan dua bahasa, dan ajaran menyesatkan lainnya seperti Lia Eden, Ahmadiyah, Kerajaan Ubur-ubur, dll. Kemusyrikan pun akan merajalela atas nama kebebasan.
Negara Penjaga Aqidah Umat
Di dalam Islam salah satu tugas negara yang penting adalah menjaga aqidah umat (muhafadzah ‘ala al aqidah). Aqidah atau keimanan adalah perkara yang sangat penting bagi umat Islam. Karena, ia akan menentukan masa depan kehidupan akhirat seseorang, surga atau neraka. Terlebih lagi seseorang yang telah memeluk aqidah Islam, tidak ada jaminan bahwa ia akan terus memeluk Islam hingga meninggal dunia. Begitu juga beriman kepada hari kiamat, wajib bagi muslim meyakini kepastian datangnya karena hal itu bagian dari rukun iman. Namun pengimanan tersebut tidak seharusnya bersandar pada logika akal manusia yang sejatinya lemah dan terbatas.
Disisi lain, keimanan seseorang bisa naik, bisa juga turun. Bahkan, iman seseorang juga bisa tercerabut dari dalam dirinya. Oleh karena itulah, keimanan seseorang, bahkan keimanan dari ummat Islam secara keseluruhan itu perlu dijaga kemurniannya. Siapa yang mampu menjaga iman, baik secara individu, dalam keluarga, masyarakat, bahkan untuk seluruh umat Islam kalau bukan institusi Negara.
Islam telah memiliki mekanisme penjagaan yang berlapis untuk melindungi aqidah umat Islam secara keseluruhan. Penjagaan yang pertama dan yang utama akan diberikan oleh Negara Khilafah. Ada beberapa cara yang dilakukan Negara Khilafah dalam menjaga aqidah umatnya, diantaranya adalah:
- Pemahaman dan pembinaan Islam akan terus diajarkan dan ditanamkan secara formal di seluruh jenjang pendidikan oleh Negara Khilafah.
- Pemahaman dan pembinaan Islam juga akan terus didakwahkan oleh Negara Khilafah melalui berbagai media, tempat ibadah, majelis ta’lim, dan lain-lain yang ada di tengah-tengah masyarakat.
- Negara Khilafah juga akan terus mendorong kepada seluruh kaum muslimin untuk berperan aktif melakukan amar ma’ruf nahi munkar, agar aqidah dan pemahaman Islam di tengah-tengah masyarakat dapat terus terjaga kemurniannya.
- Aqidah dan pemahaman ummat Islam Insya Allah juga akan dapat terus terjaga dengan penerapan Islam dalam kehidupan sehari-hari oleh Negara Khilafah, sehingga akan nampak keagungan dan kemuliaan Islam di mata ummat.
Oleh karena itu, jika semua upaya telah dilakukan oleh Negara Khilafah, tetapi masih ada juga yang mencoba murtad dari Islam, maka hukumannya tidak main-main. Jika ada orang Islam yang mencoba murtad, mengaku sebagai nabi, atau menistakan Islam dan syariahnya, maka hukumannya adalah akan dibunuh. Nabi SAW bersabda: “Siapa saja yang murtad dari agamanya, bunuhlah!” (HR at-Tirmidzi).
Wallahu’alam