Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Revowriter Sidoarjo)
MuslimahTimes— Tim kedokteran Rumah Sakit Bhayangkara Makassar telah melakukan tes urine terhadap dua wanita yang mencoba bunuh diri dengan melompat dari lantai tiga rumah kos-nya, di Makassar, Sulawesi Selatan. Hasilnya, mereka terindikasi positif menggunakan kristal methamphetamine atau sabu. Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Makassar, Kombes Farid Amansyah membenarkan berita tersebut saat dikonfirmasi detiknews pada Jumat, 22/3/2019.
Metamfetamina, disingkat met, dan dikenal di Indonesia sebagai sabu-sabu, adalah obat psikostimulansia dan simpatomimetik. Obat ini dipergunakan untuk kasus parah gangguan hiperaktivitas kekurangan perhatian atau narkolepsi dengan nama dagang Desoxyn, namun juga disalahgunakan sebagai narkotika ( Wikipedia).
Metamfetamin bukanlah narkoba baru, yang akhir-akhir ini lebih berdaya sebab ada perkembangan dalam teknik pembuatannya. Pertama kali dibuat pada tahun 1887 di Jerman dan metamfetamin yang lebih kuat dan mudah dibuat dikembangkan di Jepang pada tahun 1919.
Metamfetamin digunakan secara luas selama Perang Dunia ke-II, saat kedua belah pihak menggunakannya agar pasukan tetap terjaga. Pilot kamikaze menggunakan metamfetamin untuk membantu mereka dalam misi bunuh diri. Dosis tinggi diberikan kepada pilot Kamikaze Jepang sebelum mereka melakukan misi bunuh diri dan setelah perang, penyalahgunaan metamfetamin dengan suntikan menjadi epidemis (mewabah), saat pasokan yang disimpan untuk penggunaan militer tersedia bagi masyarakat umum Jepang. Karena mudah didapat, oleh sebab itu digunakan sebagai stimulan non-medis oleh mahasiswa, supir-supir truk dan olahragawan sehingga penyalahgunaannya meluas.
Terutama setelah 1970, pemerintah Amerika Serikat menyatakan penggunaannya adalah ilegal. Setelah itu, geng sepeda motor Amerika Serikat mengontrol hampir semua produksi dan distribusinya. Kebanyakan pengguna saat itu hidup di pedalaman dan tidak mampu untuk menggunakan kokain yang lebih mahal. Mulai dari sana menyebar ke seluruh Amerika Serikat dan ke Eropa melalui Republik Ceko. Dewasa ini, kebanyakan narkoba yang ada di Asia dihasilkan di Thailand, Myanmar dan Cina ( www.duniabebasnarkoba.org).
Narkoba bagi negara berideologi sekulerisme dengan sistem ekonominya kapitalisme adalah komoditas. Ia termasuk barang kebutuhan pokok selain memang berguna untuk kesehatan. Namun inilah yang kemudian menjadi bencana bagi dunia. Karena besarnya keuntungan yang dihasilkan dari bisnis ini, hingga para kapitalis berlomba-lomba mencari wilayah jajahan baru yang bersedia menjadi pangsa pasarnya. Tentu Indonesia adalah salah satunya. Tak jarang malah pengendalian distribusi narkoba berasal dari lapas. Yang nota bene pelakunya melibatkan sipir, kepala penjara hingga penghuni penjaranya. Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 2015 jumlah penduduk Indonesia pada 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Jelas Indonesia masih menjadi ” surga” bagi peredaran narkoba.
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional ( BNN) RI, Irjen Pol Arman Depari menyatakan, perkembangan kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, saat ini berada dalam kondisi menghawatirkan. Berdasarkan hasil survei prevalensi penyalahgunaan narkoba, jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai lebih dari 4 juta orang. Dengan jumlah kematian lebih dari 30 orang setiap harinya. Dia menjelaskan, pencegahan penyalahgunaan narkoba memerlukan kerjasama banyak pihak. Pencegahan tidak bisa hanya diserahkan pada proses penegakan hukum. Peran keluarga, lingkungan dan masyarakat, lanjut Arman, sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan narkoba. Langkah itu, jelasnya, menjadi penting dilakukan untuk saat ini ( kompas.com, 9/02/2019)
Memang hari ini yang menjadi persoalan besar adalah lemahnya kontrol masyarakat terhadap penyalahgunaan narkoba. Kasus di atas hanya sebagian kecilnya saja. Namun jika pengawasan hanya diserahkan kepada keluarga, lingkungan dan masyarakat juga kurang tepat. Karena persoalan narkoba hari ini menjadi persoalan yang tersistem. Dimana negara sebetulnya yang lebih bertanggungjawab atas penjagaan ini. Narkoba merupakan barang yang haram diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan di tengah masyarakat. Keharamannya telah dinyatakan dalam hadist Nabi SAW :
Rasulullah SAW melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan( muffatir) ( HR Abu Dawud dan Ahmad)
Maka Daulah Khilafah akan menganggap kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi di tengah masyarakat sebagai bentuk kejahatan ( jarimah) yang harus ditindak sesuai nash syara. Tak ada kata kompromi ketika hukum syara dilanggar. Tak mudah ada suap, karena daulah akan sentiasa memberikan edukasi tentang pentingnya bertakwa kepada Allah terkait dengan amal perbuatan seorang hamba. Wallahu a’lam biashowab.
[Mnh]