Oleh : Dwi Agustina Djati, S.S
(Members of Revowriter)
#MuslimahTimes — Menurut Wikipedia Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim. Istilah itu sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Sedang menurut John L. Esposito, Islamophobia adalah ketika anda memiliki ketakutan irasional tidak berdasar, yang kemudian cenderung mengarah pada bias, diskriminasi, perkataan yang mendorong kebencian, dan kejahatan berdasarkan kebencian. Itu adalah ketakutan tak berdasar. Ini dari sisi istilah.
Dari sisi latar sejarah Islamophobia sendiri sudah sangat lama. Narasi jahat Barat atas kaum muslimin sudah berlangsung berabad silam. Kecemburuan mereka akan peradaban Islam yang maju dan pembebasan yang dilakukan sejak masa Rasulullah SAW melahirkan kebencian akut. Perang Salib yang dipropagandakan Paus Urbanus II pada abad ke11 Masehi memicu serentetan peristiwa fisik antara Nasrani dan Muslim hingga abad ke-15 M. Sadar bahwa kekuatan kaum muslimin di bawah komando tunggal kekuasaan Kekhilafahan tak mampu mereka lawan, Barat mengubah strategi perangnya. Perang Pemikiran dan kebudayaan dilancarkan. Renaissance Eropa di abad 16 M mengubah peta kekuatan. Daulah Islam sebagai pelindung atas umat berbagai ras, suku, bangsa dan agama mulai digerogoti dari dalam dan luar. Tiga abad sesudahnya yakni abad 19 M junnah itu berhasil mereka hapus. Tepatnya di tahun 1924 dengan menyisakan wilayah Turki, sebagai pusat peradaban dunia terakhir menjadi Republik Turki.
Hilangnya pelindung, hilang pula marwah kaum muslimin. Nestapa telah dimulai sejak saat itu. Barat dengan keji terus melakukan propaganda hitam atas kaum muslimin. Negeri-negeri di kawasan dunia tengah seperti bumi Syam, Asia Tengah, Transoxania hingga Hidustan diguncang dengan perang saudara, invasi militer, aneksasi wilayah, kebencian atas ras, suku dan agama. Afrika dan jazirah Arabiya focus pada isu perang mahzab dan perang saudara. Kaum muslimin Amerika, Australia, Eropa dihantam dengan diskriminasi di tempat public. Sedang negeri-negeri yang notabene tenang digucang dengan politik adu domba antara Islam Radikal dan Islam kultural. Pendeknya barat akan terus melakukan perang melawan terorisme (Islam), agar mereka terus tertidur, sibuk dengan diri mereka sendiri.
Nestapa Kaum Muslimin Dunia
Pendulum peradaban sedang tidak berpihak pada Islam. Kaum muslimin dihinakan. Negeri mereka terjajah secara fisik maupun pemikiran. Virus Islamophobia merata hampir di semua wilayah. Stigma negatif selalu disematkan pada ajaran Islam dan kaum Muslimin. Mereka dianggap sebagai kotoran yang harus disingkirkan jauh-jauh. Tahun 2016 saat gelombang pengungsi rezim Suriah melanda Eropa, salah satu media Polandia “The Network atau Sieci”mengeluarkan edisi kontroversial. Cover majalah tersebut menggambarkan perempuan yang memakai baju Uni Eropa sedang dilecehkan dan akan diperkosa oleh tangan-tangan berbulu halus. Tema majalah itu adalah “The Islamic Rape of Europe.”Penerbitan majalah itu dianggap menjadi puncak persepsi negatif warga Eropa terhadap umat muslim.
Berdasarkan European Islamophobia Report (EIR), gejala kebencian dan Islamophobia semakin meningkat di negara Eropa. Laporan tersebut dipresentasikan di parlemen Uni Eropa di Brussels. Laporan ini merupakan bentuk analisa dan rekam jejak segala bentuk Islamopobia di berbagai negara di Eropa sejak 2015 di 25 negara yang menjadi anggota Uni Eropa. Hasilnya mengerikan. Usai insiden Charlie Hebdo, sentimen anti muslim di Prancis naik 500 persen. Korban dari sentimen anti muslim di Perancis 75 persen adalah perempuan karena jilbab mereka, sementara untuk laki-laki tidak terlalu banyak. Legitimasi ayat dalam Al kitab, argumen kebudayaan, sampai apologis ala-ala filsafat juga disertakan untuk membenarkan kebencian kepada Islam. Islam disebut tidak bisa hidup dengan adat istiadat, tata nilai, dan kebudayaan Eropa. Beberapa media dan kelompok sayap kanan menyebut jika imigran muslim mau ke Eropa, mereka yang mesti menyesuaikan diri dengan Eropa dan bukan sebaliknya. (Tirto.id, 15 Agustus 2016)
Amerika tak ketinggalan. Sejak mencanangkan perang melawan terorisme pada 2001 diskriminasi dan kriminalisasi terhadap muslim terus terjadi. Banyak warga Muslim yang tidak berani keluar rumah mereka akibat terror dari para ekstrimis warga Amerika lainnya. Sejak Trump menjabat Islamophobia di Amerika meningkat 100% dari sebelumnya. Trump membatasi warga Negara yang memiliki tujuh paspor dari Negeri muslim seperti Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libya dan Sudan. Kasus yang paling baru adalah pembantaian Muslim di News Zealand pada Jum’at 15 Maret 2019. Kaum muslimin pasca menunaikan sholat Jum’at diberondong oleh ekstrimis Nasrani. Korban tewas mencapai lebih dari 70 jiwa, belum yang luka. Sekalipun satu minggu sesudahnya banyak warga News Zealand yang mendukung kaum muslimin, tidak mampu melenyapkan isu Islamophobia di dunia.
Malta negeri kecil itu berani melakukan pembunuhan terhadap komunitas Muslim. 134 orang dinyatakan tewas terpanggang. Palestina menyusul, negeri ini kembali dibombardir Israel laknatullah. Rohingya juga kembali memanas. Khasmir tak ketinggalan. Uyghur nasibnya sama saja, bumi Syam apalagi. Belum Yaman, Sudan, Afrika Selatan, Mali dan Ethiophia. Muslim Pattani, Mindanao Filiphina juga mengalami penindasan.
Indonesia? Negerimuslim terbesar ini pun juga dirundung nestapa. Para ulama lurus di persekusi majelis-majelis ilmunya, dijerat UU ITE bahkan UU anti teroris dengan tuduhan memecah kebinekaan, makar atas Pancasila dan NKRI, ujaran kebencian dan narasi kejam lainnya. Salah satu kelompok dakwah yakni HizbutTahrir Indonesia yang selama ini menyerukan dakwah tanpa kekerasan dan berada pada ranah pemikiran tak luput dari sasaran kriminalisasi. BHP di cabut dengan Perpu, aktivisnya di cap radikal dan Khilafah sebagai ajaran Islam juga digugat. Bendera Tauhid di stigma sebagai bendera HTI sehingga boleh untuk diinjak maupun di bakar. Luar biasa makar barat atas Islam.
Kapitalis Demokrasi dan Nasionalisme Penjaga Kepentingan Barat
Dendam kekalahan perang salib tak pernah surut. Setelah berhasil mengerat negeri Islam menjadi lebih dari 50 negara “Merdeka”, mereka menjaganya dengan pemikiran demokrasi sebagai anak kandung ideology Kapitalisme. Sedang Nation State sebagai bentuk negara dijajakan sebagai model terbaik. Harapan itu terkabul. Nasionalisme hari ini telah memasung banyak negeri Islam untuk tidak membantu saudaranya seaqidah. Dunia Islam lumpuh, tak mampu melawan Islamophobia. Bahkan ikut-ikutan arus pemikiran ini. Saat Perancis, Belgia dan Spanyol terjadi “Bom Bunuh diri”, banyak pemimpin dunia menyatakan bela sungkawa, medsos dengan hastag “Pray For Paris, Pray For Madrid” menjadi viral. Tapi saat kaum muslimin dibantai kebanyakan dari mereka bungkam. Tiba-tiba tak mampu untu kmengungkap keprihatinan. Dan sedikit pun tak terpanggil untuk bersatu mengirim tentara mereka kewilayah penindasan.
Kepemimpinan Global (Khilafah) yang akanMembebaskanNestapa Muslim Dunia
“Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah ala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan adhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. KemudianNabi Muhammad saw diam.”(HR Ahmad; Shahih).
Inilah dalil yang diyakini bahwa khilafah ‘ala minhaj nubuwah akan kembali untuk kedua kalinya. Khilafah sebagaimana Rasulullah SAW membangunnya pertama kali di Mekkah Al Mukaramah. Kepemimpinan global yang menyatukan umat di bawah panji yang satu, hukum yang berdasar pada kitabullah dan sunnah rasulullah. Pelindung umat yang tidak akan membiarkan satu orang pun kebutuhan dasarnya kekurangan. Memanjakan umat dengan berbagai fasilitas public super canggih dan infrastruktur ramah lingkungan. Khilafah yang Barat gentar menghadapi, yang akan menghimpun pasukan membebaskan palestina, Rohingya, Uyghur, Khasmir, Suriah, Yaman dan negeri lainnya. Menantang singgasana kekuasaan Kapitalis-Demokrasi Amerika, Inggris, Perancis, Rusia, juga raksana China daratan yang berpaham Komunis. Jadi kewajiban kita sekarang sebagai generasi yang melek politik Islam untuk berjuang mewujudkan kepemimpinan global itu di tengah kaum muslimin. Sebuah perjuangan yang mengikuti thoriqoh dakwah Rasulullah SAW empat belas abad lalu. Selama junnah belum terwujud kebebasan kaum muslimin hanyalah ilusi. Mari bergerak bersama dalam satu barisan kokoh, sebagai bagian dari Mahkota kewajiban. Wallahu’alam bi Showab.