Oleh : Punky Purboyowati S. SÂ(Pegiat Muslimah Peduli Pendidikan)
MuslimahTimes.com. Dunia pendidikan seolah tak lekang dari perhatian. Di tengah arus perkembangan era digital yaitu e-sport saat ini, pemerintah akan membangun sebuah industrialisasi digital dan memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan. Menteri Pemuda dan Olahraga (Mempora) Imam Nahrawi, berpendapat bahwa e-sport harus mulai masuk ke kurikulum pendidikan untuk mengakomodasi bakat-bakat muda. (cnnindonesia.com/28/1/19).
Dalam laman Liputan6.com, Imam mengutarakan harapannya agar suatu saat eSports dapat dimasukkan dalam kurikulum sekolah khususnya sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi. Dengan sistem ini diharapkan akan lahir atlet-atlet eSports masa depan. “Ini bukan semata-mata gim, ini olahraga karena butuh pendamping nutrisi dari psikologi sampai fisik. Karena saat bermain tidak hanya satu jam tapi berjam-jam,” tuturnya. Lebih lanjut Imam menuturkan pihaknya juga mendorong pengembangan e-Sports di sekolah menengah dengan menyiapkan anggaran khusus. Dana yang disiapkan mencapai Rp 50 miliar dan digunakan untuk membuka kesempatan adopsi e-sports di sekolah-sekolah. “Sekolah nanti harus memberikan kelonggaran bagi pelajar yang memang menaruh perhatian di eSports”. (m.dream.co.id/30/1/19).
E-Sport (electronic sport) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kompetisi bermain video game. Dunia eSports profesional telah meledak selama beberapa tahun terakhir dan diperkirakan akan mencapai nilai hampir 5 miliar dolar dengan jumlah peminat global hampir 600 juta orang pada tahun 2020. Di Amerika Serikat, final League of Legends menjadi acara olahraga yang paling banyak ditonton dibawah acara Superbowl. (kompasiana.com/28/1/19).
Perkembangan era digital seakan tak pernah berhenti. Sebab industri digital tak lepas dari kebutuhan dan kegemaran anak muda. Disisi lain industrialisasi ini merupakan bisnis yang menjanjikan keuntungan besar terutama bagi pemasukan negara. Berdasarkan catatan ekonomi Indonesia, e-Sport juga turut menyumbang angka pertumbuhan ekonomi dalam negeri. “Kita lihat nilai ekonomi e-Sport tumbuh sangat pesat. Catatan di 2017 perputarannya 11-12 triliun, per tahun tumbuh 35 persen,” ujar Jokowi saat debat pamungkas kelima capres-cawapres di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Sabtu (13/4). Oleh sebab itu, pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur langit seperti Palapa Ring untuk menunjang permainan tersebut karena banyak keuntungan yang dihasilkan di sana. (idntimes.com/13/4/19).
Dalam sistem Kapitalis, sebuah industrialisasi dipandang menguntungkan tanpa memandang sisi halal dan haramnya serta tanpa memikirkan dampak buruknya. Bagaimana mungkin industri bisnis bisa masuk dalam kurikulum pendidikan sementara pendidikan di Indonesia masih terbilang minim keadilan dan masih melebarnya kesenjangan sosial? Seperti banyaknya kasus kekerasan, pelecehan seksual yang masih terus terjadi hingga detik ini. Ironisnya, rata – rata pelaku utama kebejatan moral terdiri dari para pendidik. Nasib pendidikan kian semrawut dan tak terurus. Pemerintah hanya berfikir meraih keuntungan – keuntungan sementara mengabaikan keadilan dan hak – hak rakyat tidak mampu, mereka tidak dapat menikmati pendidikan secara layak dan menyeluruh.
Semua ini akibat nyata dari buruknya penerapan sistem pendidikan sekuler dinegeri ini yang tidak jelas arah dan tujuan diselenggarakannya pendidikan. Terlebih, kental dengan aroma bisnis berbasis proyek digitalisasi. Orientasi pendidikan didasarkan pada materi. Wajar bila menghasilkan pribadi – pribadi yang serba material. Terlebih game online bukan membawa pada keuntungan, justru sebaliknya. Seperti baru – baru ini diberitakan laman kompas.com/11/4/19, seorang ibu asal Kediri, Ririn Ike Wulandari (37), terperanjat ketika mendapat tagihan pembayaran online sebesar Rp 11 juta. Setelah ditelusuri, tagihan tersebut muncul setelah anak kandungnya bermain sejumah permainan online, antara lain Minecraft, Mobile Legend dan Free Fire. Ironisnya negara tak mampu bertanggung jawab untuk melindungi generasi dari kerusakan media akibat ‘game online’. Negara seolah tak peduli dengan berbagai kasus akibat game online. Yang ada kini justru memfasilitasi bahkan menjadikannya sebagai ajang lomba. Karenanya hal ini menjadi problem besar dalam dunia pendidikan. Sebab itu perlu untuk merenungkan kembali visi dan misi pendidikan saat ini agar tidak salah arah dalam meri’ayah (mengurus) urusan umat.
Islam memiliki sistem pendidikan yang jelas dan terarah. Hal ini dapat dilihat dari visi dan misinya. Pendidikan didasarkan pada akidah Islam. Pendidikan secara umum harus diarahkan pada terbentuknya kepribadian Islam anak didik dan membina mereka agar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta tsaqofah Islam. Pada pendidikan menengah dan perguruan tinggi diarahkan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi seperti ilmu kimia, sains, kedokteran, fisika, dan lain – lain berdasarkan akidah Islam. Sehingga kelak dapat berkontribusi bagi kemajuan umat Islam. Negara tidak boleh memungut biaya sedikitpun, apalagi melakukan bisnis didalamnya. Sebab hal ini justru telah melenceng dari hakikat tujuan pendidikan. Karenanya menjadi tugas negara untuk mengontrol setiap bentuk pelayanan pendidikan. Islam mampu mengatasi masalah pendidikan secara menyeluruh dan melindungi generasi dari kerusakan akibat media. Melalui pengontrolan dini dari keluarga, masyarakat, dan negara akan mencegah game online dari konten yang tak layak dikonsumsi masyarakat. Terlebih yang dapat menghambat kebangkitan umat.
Rasulullah saw bersabda: “setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR. Bukhori).
Nabi Muhammad SAW juga bersabda: “Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat kehancuran. Waktu itu ada seorang sahabat bertanya: apa indikasi menyia-nyiakan amanah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya” (HR. Bukhori).
Wallahua’lam bisshowab.