Oleh : Punky Purboyowati S. S
(Dakwah Pena WCWH)
#MuslimahTimes — Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) tanggal 29 Juni telah siap digelar. Harganas merupakan peringatan yang ke-26 kali sejak diselenggarakan pertama kali tahun 1993. Lokasi Harganas diselenggarakan di Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Puncak peringatan Harganas XXVI Tahun 2019 secara nasional digelar pada awal Juli 2019. Harganas 2019 kali ini bertemakan “Hari Keluarga, Hari Kita Semua”, dengan slogan “Cinta Keluarga, Cinta Terencana”. Mengapresi penetapan wilayah Banjarbaru sebagai puncak peringatan Harganas 2019, gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor mengatakan pencapaian program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) cukup berjalan baik di wilayahnya. Maka berdasarkan capaian itu, Kalimantan Selatan ditetapkan sebagai lokasi penyelenggaran puncak peringatan Harganas 2019 (fajar.co.id/5/2/19).
Harganas merupakan agenda yang selalu diadakan setiap tahun. Sebab itu tak heran bila setiap kali diadakan selalu menggandeng program KKBPK (Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga). Bila dicermati, program ini biasa digulirkan oleh kaum gender. Sudah diketahui bersama bahwa kaum gender termasuk program – programnya merupakan produk yang berasal dari barat. Salah satu programnya yaitu mengangkat tentang konsep dasar merencanakan keluarga. Mulai dari kapan menikah, kapan punya anak, berapa jumlah anak yang diinginkan, hingga kapan berhenti melahirkan. Sebab terkait dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan permasalahan. Karena itu, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas penduduk melalui program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga. Tentunya hal ini dilihat dengan kacamata ala barat.
Barat dalam hal ini Kapitalis, yang menganut ideologi Sekulerisme Liberalisme. Barat tidak ingin bila umat Islam loyal dengan Islamnya. Maka barat mengambil hukum Islam yang berkaitan dengan keluarga untuk dikupas agar sesuai dengan zaman. Misalnya masalah pernikahan. Bagi kaum gender, nikah dini merupakan masalah. Sebab perempuan berhak untuk mendapatkan keadilan berupa pendidikan, pekerjaan, dan lain – lain. Bila nikah di usia muda, seolah telah merenggut masa depannya untuk melanjutkan sekolah dan bekerja. Sebab itu berbagai alasan dilontarkan barat seperti perihal reproduksi perempuan. Belum adanya kesiapan untuk nikah dini serta belum siap dalam menghadapi konflik rumah tangga yang dikhawatirkan akan memicu perceraian. Adapun masalah kelahiran anak. Nikah dini dikawatirkan memiliki anak banyak dan tidak terkendali. Maka harus diatur sedemikian rupa termasuk membatasi jumlah anak. Jika masalahnya seperti ini maka barat sungguh licik, sebab telah menjauhkan perempuan dari kodratnya yang secara fitrahnya melahirkan, menyusui serta memiliki banyak anak. Padahal Rasulullah saw, menyatakan bangga dengan kaumnya yang berjumlah banyak. Maka barat menawarkan program KB (Keluarga Berencana) sebagai solusinya. Sebab barat jelas tidak ingin jika umat Islam paling banyak penduduknya.
Wajar jika program ini membidik kaum perempuan. Alhasil banyak program pemerintah yang mengandalkan pemberdayaan perempuan. Tak dipungkiri bahwa perempuan sebagai tumpuan bagi pembangunan keluarga. Maka sebagian besar memberikan peran perempuan sebagai ujung tombak pelaksananya. Dari itu Harganas menjadi peluang kaum gender untuk menggoalkan ide gendernya. Padahal ide gender ini sejatinya ingin menghancurkan bangunan inti keluarga itu sendiri. Yang tak lain ialah keluarga muslim. Namun sayangnya masyarakat belum bisa mengindera dan membedakan standar baik dan buruk serta membawa maslahat ataukah mudharat, akhirnya ide gender ini diterima mentah – mentah dan perlu didukung. Padahal program gender tersebut tak jelas arahnya. Bahkan telah melenceng. Sebab itu paham gender ini merusak bangunan keluarga muslim dan berbahaya. Dalam aqidah, akan mengubah paradigma pemahaman Islam yang murni.
Melihat kenyataan tersebut, harusnya kaum muslim akan berfikir ulang bahwa sejatinya keluarga muslim tak memerlukan paham gender. Sebab paham gender tidak mampu membawa perempuan pada kebahagiaan hakiki. Meskipun kesetaraan akan membuat mereka bahagia. Namun bahagia hanya sebatas materi. Pun dengan kesejahteraan, meskipun faktanya hingga kini belum mampu membuat perempuan sejahtera. Maka beda dengan Islam. Islam sungguh memuliakan wanita, dijaga dan dilindungi. Bahkan Islam mampu mensejahterakan perempuan. Perempuan dimuliakan dengan posisinya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga serta mendidik anak – anaknya.
Maka hanya pada tatanan keluarga sesuai tuntunan syari’at Islamlah yang mampu menjamin kebahagiaan perempuan secara hakiki dunia dan akhirat. Dengan bangunan keluarga yang kokoh berdasar Syariat Islam, perempuan akan memahami hak dan kewajibannya. Dengan begitu kebahagiaan didapat semata menjalankan hukum syara’. Bukan sekedar kebahagiaan materi yang didapat, lebih dari itu tujuan akhirnya ialah ridha Allah yang hendak diraih. Itulah sejatinya makna kebahagiaan yang hakiki.
Wallahu a’lam bisshowab.