Oleh : Thesa Carera Swandani S.Pd
(Anggota Komunitas Penulis Muslimah Peduli Umat Kota Malang)
MuslimahTimes– Multitasking adalah istilah teknologi informasi dalam bahasa Inggris yang mengacu kepada sebuah metode dimana banyak pekerjaan atau dikenal juga sebagai proses diolah dengan menggunakan sumber daya CPU yang sama (www.infomugi.com). Istilah multitasking ini kemudian merambah ke dunia lain di luar teknologi, sehingga makna katanya menjadi lebih luas lagi. Makna multitasking ini kemudian ditujukan kepada sebuah makna kemampuan mengerjakan sebuah pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Salah satu subjek yang kemudian turut dikenai istilah ini adalah wanita.
Seorang wanita ketika telah menjadi ibu dikenal mampu melakukan beberapa pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Kita semua tentu tak meragukan hal ini. Seorang ibu begitu cekatannya memasak, mencuci baju, menyapu lantai, bahkan sambil menggendong balita. Sesekali ia juga menengok ke arah ponsel yang sedang dipegangnya. Tanpa pernah merasa terganggu bahkan menikmati pekerjaannya.
Wanita, utamanya Ibu, memang secara fitrahnya memiliki kemampuan seperti ini, berbeda halnya dengan para lelaki. Secara fitrahnya antara otak lelaki dengan wanita memang Allah SWT ciptakan dalam komponen yang berbeda dengan fungsi sendiri-sendiri. Lelaki dengan fokus tinggi, sedangkan wanita dengan daya kerja aneka warni.
Ke-Multitasking-an seorang ibu nyatalah juga menjadi signal bagi keanekaragaman perannya. Seorang Ibu bisa mengantongi peran beraneka-ragam. Ia bisa berperan sebagai koki handalan rumah tangga, perawat bagi anggota keluarga, dan guru bagi anak-anaknya. Agungnya peran dan kemampuan seorang ibu inilah menjadi bukti bahwa sejatinya ibu adalah sosok terpenting yang berperan bagi perbaikan generasi, utamanya bagi generasi Islam. Lalu bagaimana sesungguhnya Islam memandang wanita dan peranannya?
Islam sangat memuliakan wanita dengan memberikan kewajiban yang berbeda dengan laki-laki, namun juga dalam beberapa hal diberikan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Adapun perbedaan kewajiban seperti wanita tidak diwajibkan untuk bekerja dan berperang adalah bentuk memuliakan wanita itu sendiri. Demikian juga dalam beberapa hal ada kewajiban yang disamakan antara laki-laki dan wanita di antaranya dalam mayoritas hukum-hukum syariat, kewajiban bertauhid kepada Allah, menyempurnakan keimanan, dalam pahala dan siksaan, serta keumuman anjuran dan larangan dalam Islam.
Karena kewajiban tersebutkah maka bisa menjadikan dalam beberapa aspek para wanita diberi hak yang sama dengan pria. Seperti hak untuk mendapatkan jaminan keamanan, hak menuntut ilmu, hak memperoleh kesejahteraan umat, hak mengemukakan pendapat, hak mendapatkan balasan amal/pekerjaan baik di dunia maupun akhirat.
Dalam sebuah ayat Allah Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS an-Nahl:97)
Namun di samping itu, Islam juga begitu jeli memandang kewajiban seorang wanita, sehingga memberikan juga hak-haknya. Faktanya ada fenomena perempuan yang menginginkan hak yang sama dengan kaum lelaki.
Fenomena ini adalah ide kesetaraan gender yang berasal dari Barat yang ramai diperbincangkan, tidak sedikit wanita muslimah yang tergiur dengan ide ini dan mencoba menuntut haknya agar sama dengan laki-laki. Jika kita cermati, sesungguhnya ide kesetaraan gender yang diusung oleh Barat telah merusak wanita saat ini dan menjadikannya keluar dari kodratnya.
Islam tentu dengan tegas mengatur perkara ini. Selain mengatur apa yang menjadi hak bagi wanita, Islam juga dengan tegas merincikan beberapa kewajiban untuk mereka, di antaranya mewajibkan seorang wanita untuk menjaga kemuliaan diri dengan keteguhan menjalankan syariat dan mematuhi hukum Islam secara total, diantaranya berhijab, menjauhi zina, dan lain sebagainya.
Islam juga menegaskan kewajiban wanita terkait mendidik anak dengan pendidikan agama dan akhlak yang baik, karena mereka adalah nikmat sekaligus amanat dari Allah.
Dalam sebuah hadist disebutkan: “Setiap kalian adalah penanggungjawab dan akan dimintai pertanggungjawaban. Istri adalah penanggungjawab atas rumah suami (dan anak-anaknya) dan akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Melalui penjabaran di atas bisa dilihat jika sesungguhnya Islam sangatlah komplit. Setiap hak dan kewajiban yang mengenai wanita inilah, yang kemudian membawanya pada sebuah peran peradaban yang amat dimuliakan. Pada sebuah hadist Rasulullah disebutkan jika kedudukan Ibu amatlah agung hingga beliau menyebutnya berulang-ulang sebelum akhirnya menyertakan ayah sesudahnya.
Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Kemuliaan inilah yang selayaknya dipergunakan oleh wanita dengan sebaik upaya dan ke-Multitasking-annya dengan menjadikan setiap hembusan napasnya sebagai jalan meraih pahala. Kepayahan yang ia lewati tentu sangat disayangkan jika hanya bagai debu berhamburan tanpa makna. Oleh karenanya, seorang Ibu tentulah wajib belajar tentang Islam dan syariatnya.
Jika seorang wanita, utamanya seorang Ibu, mampu menonton TV, menyapu, sambil menggendong balita, tentulah iapun sanggup datang ke sebuah majlis ilmu, utamanya ilmu agama, dengan mengajak putra-putrinya. Sungguh dalam sebuah Majelis, malaikat pun turut berdoa siapapun di dalamnya termasuk Ibu beserta anaknya. Melalui belajar Islam secara sempurna, Ibu diharapkan mampu menyadari perannya yang agung bagi peradaban Islam sehingga bisa ikhlas ketika berupaya optimal dalam perannya, memahami batasan hak dan dan kewajibannya dalam kehidupan sehingga tidak mempermasalahkan perkara kesetaraan dengan pria, serta menikmati setiap proses kehidupan dengan selalu taat syariat agar tercapai ketenteraman hidupnya dan menjadi bekal meraih pahala seluruhnya.
[Mnh]