By Kanti Rahmillah, M.Si
MuslimahTimes– Purwakarta kota santri. Begitu banyak ulama yang lahir di kota ini, sebut saja Mama Sempur dan Baing Yusuf, yang kini namanya diabadikan menjadi sebuah masjid agung di Purwakarta. Ratusan pesantren berdiri kokoh, sekaligus menjadi saksi nafas syiar Islam di kota ini. Namun, beberapa tahun terakhir, symbol –symbol tak Islami mewarnai sepanjang jalan. Sebut saja patung-patung yang menjulang tinggi dan hiasan kota seperti janur dan kain poleng, menghiasi kota ini. Bahkan tahun ini, tema hari jadi Purwakarta adalah “Nyi Pohaci”. Sebuah symbol dari mitologi hindu.
Sungguh sebuah kewajaran jika banyak warganya berkumpul dan protes terhadap perhelatan akbar ini. Mereka tak ingin Purwakarta menjadi kota yang jauh dari syariatNya. Sejumlah warga dan ulama yang menolak festival tersebut melakukan longmarch. Sebuah gerakan umat Islam yang menolak Festival Syirik Nyi Pohaci. Tema yang diusung “Purwakarta Bertauhid tanpa Maksiat dan Syirik”. Karena perhelatan akbar ini diyakini warga penuh dengan nuansa syirik dan banjir kemaksiatan.
Sungguh memilukan, pada hari itu, kembali bendera tauhid dikriminalisasi. Bentangan Bendera berlafadz syahadat berukuran besar tersebut dituding sebagai symbol HTI. Hingga salah satu organisasi melaporkannya pada polisi. Kejadian tersebut berujug pada “Deklarasi Menolak HTI dengan Segala Bentuk Atributnya di Kabupaten Purwakarta”.
Ada apa dengan Purwakarta, Nyi Pohaci tetap terselenggara, sedangkan umat malah sibuk membahas bendera bertuliskan syahadat ini. Mengapa seolah ada kebencian pada simbol Islam? Sebenarnya dimana letak bendera tauhid ini dalam tsaqofah Islam?
//Bendera Tauhid adalah Warisan Rasulullah//
Fakta bendera yang dibentangkan saat Dzikir Akbar di Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta adalah sebuah bendera berwarna hitam dengan tulisan di dalamnya “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah, Waasyhaduanna Muhammadar Rasuulullah”. Tidak ada cap suatu organisasi atau embel-embel lainnya. Maka secara fakta, bendera tersebut bukanlah bendera sebuah organisasi termasuk organisasi Hizbut-tahrir.
Sebaliknya, telah jelas dalam banyak hadist sohih, bahwa Bendera yang dibentangkan adalah bendera yang diwariskan Rasul kepada umatnya.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ’anhu :
كَانَتْ رَايَةُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ، مَكْتُوبٌ عَلَيْه ِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ
“Panjinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna hitam, dan benderanya (Liwa) berwarna putih, tertulis di dalamnya: “Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasulullah”.” (HR. Ath-Thabrani)
Maka, jika ada orang yang mengkriminalisasi bendera tersebut berarti dia sedang menolak hadist shahih. Sedangkan konsekuensi seseorang yang menolak hadist shahih adalah fasik. Selain itu, mengkriminalisasi bendera tauhid adalah upaya untuk menjauhkan umat dari persatuan Islam, karena sesungguhnya kalimat yang tertera didalamnya adalah kalimat tauhid yang merupakan symbol persatuan umat muslim.
Kebencian terhadap Simbol Islam
Mengapa akhir-akhir ini, simbol Islam begitu dibenci? Nyi Pohaci yang jelas-jelas lahir dari budaya hindu diapresiasi, sedangkan bendera tauhid dikriminalisasi? Hal demikian tak bisa dilepaskan dari kebijakan makro penguasa saat ini. Islamophobia yang menjangkiti umat, tak terkecuali rezim hari ini. Buktinya, Perda Syariah yang dulu tak bermasalah, kini dipermasalahkan. Ajaran Islam yang dulu tak dipermasalahkan, misalnya Khilafah. Kini malah disebut ancaman. Padahal jelas, Ijtima Ulama ke 4 mengatakan bahwa seluruh ulama ahlu sunnah bersepakat bahwa penerapan syariah dan penegakan khilafah adalah kewajiban agama Islam.
Maka, kasus di Purwakarta dan kota-kota lainnya adalah turunan dari kebijakna makro penguasa saat ini. Perampasan bendera tauhid, justifikasi bahwa semua atribut adalah membahayakan Indonesia, juga persekusi atas nama penjagaan NKRI, adalah narasi yang dibangun dalam menciptakan situasi ini. Menjauhkan umat dari Identitas keislamannya. Inilah dampak kebijakan makro rezim saat ini yang anti Islam.
Posisi Bendera Tauhid dalam Tsaqofah Islam
Pertama, Bendera Tauhid sebagai lambang aqidah Islam. Lafadz syahadat yang tertera di dalam bendra tersebut merupakan pembeda anatara Islam dan kekufuran. Siapa saja yang diakhir hayatnya mengucapkan kalimat syahadat, maka akan masuk syurga.
Dari Abu Dzar RA yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah,’ kemudian meninggal, maka pasti masuk surga.”
Kedua, Bendera Tauhid sebagai bendera pemersatu. Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, hal demikian menandakan bahwa umat muslim adalah umat yang satu. Allah, Tuhannya dan Muhammad, Rasulnya. Tak peduli ragam bahasa, warna kulit, kebangsaan ataupun mazhabnya. Semua sama dihadapan Allah, yaitu umat yang satu.
Imam Abdul Hayyi Al-Kattani menjelaskan, jika suatu kaum berhimpun di bawah satu bendera, artinya bendera itu menjadi tanda persamaan pendapat kaum tersebut (ijtimâ’i kalimatihim) dan juga tanda persatuan hati mereka (ittihâdi qulûbihim). Dengan demikian kaum itu akan menjadi bagaikan satu tubuh (ka al-jasad al-wâhid) dan akan terikat satu sama lain dalam satu ikatan yang bahkan jauh lebih kuat daripada ikatan antar saudara yang masih satu kerabat (dzawil arhâm) (Abdul Hayyi al-Kattani, Nizhâm al-Hukûmah an-Nabawiyyah [At-Tarâtib al-Idâriyyah], I/266).
Ketiga, Bendera Tauhid sebagai bendera penggentar musuh. Dalam sejarah peperangan yang dilakukan oleh umat Islam. Arroya, panji Rasulullah senantiasa berkibar menyemangati para mujahid. Begitupun kondisi saat ini, yang membenci bendera tauhid adalah kafir penjajah, maka dari itu mereka melakukan segala macam usaha untuk menyingkirkannya.
“Bendera sebagai pembangkit semangat dan keberanian itu tampak jelas dalam Perang Mu’tah” (HR al-Bukhari, Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, IV/281).
Oleh karena itu, Kriminalisasi terhadap bendera tauhid adalah bentuk penghinaan terhadap ajaran Islam. Semoga peristiwa ini tidak terjadi lagi. Semoga umat Islam bersatu menghadapi makar musuh-musuh Islam yang hendak memecah belah umat Islam dan menghalangi persatuan kaum muslim.
[Mnh]