Judulbuku : Ibunda Para Ulama
Penulis : Sufyan bin Fuad Baswedan MA
Penerbit : Pustaka Al Inabah
Tahunterbit : Cetakan pertama, 2016
Ketebalan : 154 hal
ISBN : 978-602-7986-46-6
Peresensi : Eva Arlini
Produktifnya kaum ibu adalah menghasilkan generasi yang hebat. Setuju? Kalau kita amati jejak-jejak keberhasilan banyak orang, sebahagian besarnya pasti tak lepas dari peran ibu. Dari dulu hingga sekarang, ibu tetap teristimewa, motivator utama bagi pembentukan pribadi anak. Islam pun mengakuinya.
Peradaban Islam mencatat sejumlah ibu yang berperan penting melahirkan para ulama. Meski jarang kitab sejarah berbahasa arab yang khusus membahas biografi para ibu, tapi dimana ada kisah para ulama, di buku itu biasanya ada cerita ibunya. Dan kita tidak perlu repot lagi mencari kisah para ibu itu di tumpukan kitab tebal biografi para ulama. Cukup baca buku karya Sufyan ini. Penulis berhasil merangkum kisah-kisah ibunda para ulama sejak generasi salaf hingga kini.
Ada kisah ibunda Anas bin Malik, ibunda Urwah bin Zubeir dan ibu susu Hasan al Bashry. Ketiga ibunda dari para ulama besar itu adalah shabiyah ahli syurga, insyaallah. Ada pula ibunda Hasan bin Shalih bin Huyai. Ibunda Rabi’ah bin Abi ‘Abdirrahman, ibunda Iman Asy-syafi’i, ibunda dari ibundanya Umar bin Abdul Aziz dan lain-lain. Salah satu mutiara yang dihasilkan para ibu di masa kegemilangan Islam adalah imam syafi’i. Sama-sama kita mengenal beliau sebaga iulama yang fiqihnya dipakai banyak muslim di negeri kita. Saat itu lingkungan islami berpadu dengan peran ibu dalam merawat anaknya.
Para ibu shaliha masa kini menghasilkan ulama seperti Syaikh bin Baz, Syaikh ‘Ali bin Muhammad al-Sinan, ulama Mauritania dan lain-lain. Kesungguhan para ibu tersebut dalam mendidik anak telah menghasilkan ‘produk gagal’ dari sistem sekuler khas barat yang sedang menaungi kita. Menghasilkan para ulama yang berperan dalam upayak ebangkitan Islam, insyaallah.
Benang merah dari semua kisah para ibu itu adalah cinta ilmu dan taat. Ibu istimewa penghasil ulama senjatanya ya dua itu, ilmu dan taat. Mereka amat paham bahwa keduanya kunci utama menghantarkan anak-anak mereka pada keberhasilan dunia dan akhirat. Sejak awal mereka mendekatkan anak-anak pada al Qur’an dan memilihkan guru terbaik guna mendalami agama. Mereka rela jauh dari sang anak demi pendidikan. Bahkan mereka yang mendorong anak-anaknya untuk melakukan perjalanan mencari ilmu di berbagai wilayah. Mereka yakin bahwa anak adalah titipan Allah swt yang harus dirawat sejalan dengan tuntunan Allah swt.
Sebagai bonus, dalam buku ini terdapat pula kisah para ibu mujahid. Seperti al Khansa dan Nusaibah. Keduanya yakin akan ayat-ayat Allah swt yang menerangkan keagungan jihad. Keduanya ingin kekal berkumpul bersama anak-anak mereka di syurga. Sehingga mereka mempersiapkan anak-anaknya menjadi pejuang di medan jihad. Kedua ibu tangguh itu berhasil. Anak-anak mereka syahid di medan perang. Barakallah, jannah adalah tempat yang pantas bagi mereka.
Sejarah yang ditulis dengan model periwayatan memang lebih akurat, namun cukup mengganggu kenyaman membaca. Kita barangkali lebih senang membaca sejarah berbentuk deskriptif. Sehingga disini letak kekuarangan buku ini. Meski sebenarnya ini bukan kekurangan melainkan memang cara penulisan sejarah dengan maksud menjaga agar cerita lebih terpercaya. Penulisan semacam itu sudah biasa dalam khasanahk itab-kitab sejarah berbahasa arab. Tapi begitulah, kita yang tak biasa bakal cukup lelah membacanya.
Jadi, kisah-kisahbunda di dalam buku ini tetap luarbiasa, untuk menginspirasi kita menghasilkan para ulama pengisi peradaban Islam, yang kelak akan jaya kembali.