Oleh: Sri Pujiani
MuslimahTimes– Sekali lagi dunia pendidikan kita tercoreng dengan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum Guru ASN. Tak tanggung-tanggung, korban pelecehan seksual guru kepada murid SD di Ketapang ini berjumlah 10 orang. Seperti yang dilansir oleh pontianak.tribunnews.com (1/9) silam.
Apa yang salah dengan Ketapang? Pelecehan seksual bukan sekali dua kali terjadi di daerah ini. Aktivis perempuan dan anak, Hartati mengatakan, bahwa kasus pelecehan seksual di ketapang lebih dari 6 kasus pada tahun ini. Pelecehan seksual dari tahun ke tahun selalu meningkat. Setidaknya Riri Khoirah yang mewakili Komnas perempuan dalam tempo.com mengungkapkan jumlah kasus pelecehan seksual tahun 2017 naik drastis menjadi 336.065 dari 259.150 di tahun 2016.
Apakah penyebabnya karena lingkungan sosialnya, atau kurikulumnya?
Istilah pelecehan seksual sendiri menurut Tabloid Media Umat edisi 236 (1-14/2) muncul dari ide Barat di era 70-an saat emansipasi mulai booming. Pelecehan seksual bisa menimpa laki-laki dan perempuan dibawah umur. Maraknya Pelecehan seksual disebabkan ringannya hukuman bagi pelaku yang mana korban tidak mendapat penderitaan yang berkepanjangan.
Sekolah yang seharusnya menjadi tempat meninggikan martabat manusia, malah dengan kejadian ini menjadi tempat menghancurkan generasi bangsa. Sekolah harusnya dapat menjamin keamanan peserta didik. Guru telah sewajarnya menjadi teladan yang baik.
Kasus ini mesti mendapat perhatian semua pihak, bukan hanya kepolisian dan komnas Perlindungan anak. Tapi juga pemerintah. Pemerintah harus menciptakan kondisi yang kondusif dalam dunia pendidikan. Karena pendidikan lah yang akan menentukan masa depan bangsa. sesuai dengan amanah Tujuan dibentuk negara NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,Mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Mesti ada upaya konkret dari pemerintah untuk mengatasi krisis moralitas didunia pendidukan.
Apakah kurikulum yang diterapkan sudah mampu mengatasi krisis ini? Apakah merasa cukup dengan pendidikan karakter. Moralitas yang buruk adalah hasil dari kondisi sosial yang penuh penyimpangan. Kondisi sosial yang menyimpang lahir dari sistem negara kapitalis. Segala sesuatu yang diukur dengan materi adalah kesalahan. Inilah bukti kebobrokan demokrasi. Sebaik apapun nilai luhur yang dianut suatu bangsa sebagai dasar tidak akan dapat menghantarkannya pada cita-cita mulia jika ideologi yang dipakai rusak.
Demokrasi adalah sistem yang memfasilitasi kapitalis sosialis. Tidak sesuai dengan fitrah manusia untuk beragama dan memuliakan Tuhan. Satu satunya ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia adalah Islam.
Islam adalam solusi yang dapat memncabut akar permasalahan pelecehan seksual. Karena dalam negara demokrasi, pendidikan agama yang hanya 2 jam/minggu mulai diwacanakan untuk dihapuskan dan diganti pendidikan budi pekerti, daripada kurikulum sekolah yang dikatakan pengamat pendidikan Setyono Djuandi Darmono seperti yang dimuat fajar.co.id (14/7) lalu.
Pendidikan Agama adalah pondasi untuk menanamkan nilai-nilai dasar penciptaan dan kehidupan. Dengan menghapus pendidikan agama maka akan merusak pemikiran generasi muda. Bahkan dalam buku Karel Steenbrink berjudul Kaum Kolonial Belanda & Islam di Indonesia (1596-1942) yang diterjemahkan Pustaka Gading Pada Bab 5, Snouck Horgonje mencetuskan “Islam Politiek”. Ia membagi Islam menjadi Islam ritual (ibadah murni) untuk di biarkan saja dan politik Islam yang segera harus dibabat. Holle dalam buku itu mengatakan pendidikan adalah sarana menetralisasi Islam. Sehingga belanda kemudian memperkenalkan sekolah modern ala barat tingkat dasar yang diungkap Hazeu adalah HIS atau sekarang SD.
Jadi upaya yang dilancarkan sejak zaman penjajahan dan diteruskan hingga saat ini, adalah upaya pemisahan Islam spiritual dan Islam politik di dunia pendidikan.
Karena sekuler kapitalis liberal menjamurkan perzinahan seperti pacaran, pergaulan bebas, LGBT, pelacuran, pornografi dan porno aksi. Ditambah lagi dengan masyarakat yang individualis, pecandu narkoba dan miras. Itu semua memicu kerawanan seksual.
Islam telah memiliki perangkat aturan yang meminimalisasi perzinahan. Seperti menjaga aurat, menahan pandangan, tidak bercanda berbau seksual maupun mengakses informasi dan konten yang dapat memicu rangsangan seksual.
Allah membenci orang-orang yang berzina, mendekati zina, dan hal-hal yang mendorong berbuat zina (Al-isra:32).
Adapun sanksi hukum dalam Islam selain dapat memberi efek jera, juga dihapuskan / diampuni dosanya. Bagi yang belum menikah, hukumannya cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun. Bagi yang telah menikah dirajam (dikubur hingga menyisakan kepala di atas tanah lalu dilempari batu) hingga mati.
Telah ada penelitian di Rusia yang dilakukan oleh pakar medis menjelaskan bahwa hukum cambuk dapat menurunkan kecanduan pada pecandu narkoba, miras, dan syahwat. Karena kecanduan dapat merusak akal. Dipertegas oleh Ustaz Khalid Basalamah bahwa di punggung terdapat urat syaraf untuk menghetikan kecanduan jika di cambuk. Bahkan di Eropa terapi medis untuk menghilangkan kecanduan dengan cambuk dihargai 60 dolar. Sedang dalam Islam gratis (Https//:youtu.be).
Hukuman yang diberikan di Indonesia yang paling berat adalah dikebiri. Kebiri ini dikhawatirkan justru membuat pelaku lebih sadis lagi. Karena ketika ia tidak bisa terpuaskan, maka ia akan memuaskan syahwatnya dengan cara membunuh.
Sudah saatnya memberikan sanksi sesuai syariat Islam. Bukan malah dikebiri yang justru berdosa karena tidak sesuai dengan qodho Allah sekaligus tidak sesuai fitrah manusia untuk meneruskan keturunan.
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah meninggikan suatu kaum karena Alquran ini dan merendahkan juga karenanya.” (HR Muslim).
Oleh karena itu, butuh sistem kehidupan yang sejalan dengan Alquran sebagai sumber peraturan dan pedoman dalam menyelesaikan persoalan agar manusia menjadi khairu ummah (umat terbaik)