Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Member Komunitas Menulis Revowriter
#MuslimahTimes — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan teknis tentang potongan pajak dengan nominal besar atau dikenal sebagai super tax deduction. Tarif potongan pajak yang diberikan mencapai 200% (detikfinance.com, 13/9/2019).
Hal itu tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 128 Tahun 2019 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, atau Pembelajaran Dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Beleid yang diundangkan pada 9 September 2019 ini merupakan turunan dari PP No.45/2019 terutama terkait pemberian fasilitas fiskal bagi vokasi. Mengutip draft PMK 128 Tahun 2019, Jakarta, Jumat (13/9/2019), fasilitas potongan pajak ini ditujukan kepada wajib pajak (wp) badan atau perusahaan dalam negeri yang terlibat dalam kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan SDM.
Bak keseimbangan filosofi cina tentang yin dan yang. Pajak didiskon, BPJS di tarik makin ke atas iurannya. Namun yang ini situasinya makin runyam, dengan rakyat sebagai korbannya. Sejahtera jauh, sengsara iya.
Namun patut jadi perhatian. Mengapa fasilitas potongan pajak ini ditujukan kepada wajib pajak (wp) badan atau perusahaan dalam negeri yang terlibat dalam kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan SDMSDM saja?
Kembali pada konsep negara yang mengadopsi ekonomi kapitalis, Indonesiapun tak beda. Sehingga menjadi keharusan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan adalah untuk manfaat pihak tertentu. Dan itu adalah pengusaha.
Terlebih masalah pengangguran di negeri ini masih menjadi momok. Pemerintah seakan angkat tangan dengan bonus demografi yang diterima sejak tahun lalu. Usia produktif dan orientasi pasca lulus sekolah yang bergeser memaksa pemerintah untuk memikirkan kebijakan yang mampu mengurainya.
Maka perusahaan yang memang bekerja sama dengan lembaga pendidikan vokasi menjadi fokus utama. Karena sudah bisa diprediksi output dan target kemana akan diarahkan. Calon buruh diusia produktif, terdidik dan terlatih. Dengan penurunan angka penarikan pajak diharapkan mampu sedikit meringankan beban pemerintah. Yang sangat menguntungkan negara.
Yang perlu dikritisi adalah, dimana letak kepentingan rakyat? Setiap kebijakan rasanya selalu tidak berpihak pada rakyat. Meskipun pajak ditarik kepada perusahaan dari penghasilan brutonya bukan tidak mungkin hal itu bisa juga menzalimi hak-hak pekerja. Perusahaan akan berpikir ulang untuk menyelamatkan penghasilan brutonya agar masih ada keuntungan bagi perusahaan. Diantaranya pemotongan gaji buruh atau pengurangan fasilitas lainnya.
Sementara di sisi lain,rakyat masih dihadapkan kepada iuran BPJS yang dinaikkan hingga lebih dari 100%. Padahal sehatpun adalah hak rakyat yang harus diperoleh dari negara. Semakin lama bukannya kebijaksanaan yang dimunculkan oleh negara selaku penyelenggara urusan umat, lantas bagaimana lepas dari kondisi ini?
Hal pertama yang harus disadari oleh seluruh umat bahwa kita hari ini dalam lingkup pengaturan sekulerisme, dimana agama dipisahkan dari kehidupan. Padahal aturan yang bersumber dari manusia sebagaimana yang hari ini diterapkan rentan kesalahan dan pertentangan. Zaman berganti makin sering revisi. Padahal semestinya aturan itu baku.
Kedua adalah menerapkan Islam secara kaffah, karena Islam bukan saja mengatur bab akidah, namun juga syariat pengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Karena berasal dari Allah SWT. Dalam pandangan Islam baik pajak maupun perkara kesehatan tidak dibebankan kepada rakyat. Semua itu ada dipundak negara.
Sesuai hadist Rasulullah bahwa “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Maka haram hukumnya jika kemudian penguasa tak tahu menahu soal penderitaan rakyat berikut apa saja yang dibutuhkan.
Ketiga adalah dengan mengembalikan hak umat kepada umat, hak negara kepada negara dan hak individu kepada individu sesuai dengan hukum syara. Pajak akan ditiadakan karena ia haram jika ditarik sepanjang waktu. Demikian pula dengan BPJS akan dihentikan, bukan rakyatlah yang harus gotong royong, itu hanya jargon kosong kapitalisme, melainkan negara akan membiayainya dari pemanfaatan sumber daya alam. Dikelola oleh negara kemudian dikembalikan kepada rakyat baik penjualan langsung atau benefit yang didapat dari hasil penjualan kepada negara lain.
Dalam Qs An Nur 24:55 Allah menjanjikan kemenangan bagi kaun muslim dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (Qs An Nur 24:55). Wallahu a’ lam biashowab.