By ummu Azka
(Pemerhati politik)
#MuslimahTimes — Banyak sekali tingkah petinggi negeri ini. Berbagai peristiwa tentang mereka menjadi headline di media massa. Dari mulai prestasi membanggakan, hingga korupsi yang banyak merugikan.Yang terbaru adalah kasus korupsi yang melibatkan menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi. Beliau ditangkap pada hari Jumat, 27 September 2019 (detik.com).
Imam Nahrawi ditangkap dengan dugaan korupsi dana hibah dengan angka fantastis, puluhan milyar. Bersama asisten pribadinya, beliau akan menjalani masa penahanan selama dua puluh hari kedepan.Sebelumnya, publik masih ingat dengan ditangkapnya ketua umum PPP. Romahurmuziy menjadi tersangka dalam dugaan kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI. (Detik.com)
Sementara itu, ketua Fraksi Partai Golkar, Setya Novanto menyandang status terdakwa pada kasus korupsi dana E-KTP selama trimester ketiga tahun 2017 silam.
Uniknya, semua nama petinggi yang terciduk adalah orang-orang dengan rekam jejak buruk terhadap ajaran Khilafah, dan para pengusungnya.Setya Novanto misalnya, pernah diwawancarai wartawan terkait kebijakan pencabutan BHP HTI , seperti dilansir detik.com, sosok yang kini sedang menjalani masa tahanan ini berucap adalah lebih baik jika HTI yang anti NKRI segera dibubarkan.
Lain halnya dengan Romahurmuziy. Sosok yang awalnya mempunyai fans khusus “sahabat Romy ” ini berseloroh, HTI hanyalah organisasi anti NKRI yang hendak mendirikan negara diatas negara. Baginya berislam bukan sekadar kewajiban simbolik, namun cukup dengan filtrasi hukum Islam kedalam hukum positif di Indonesia. Maka tak perlu lagi ada khilafah. Ucapnya saat itu seperti dilansir detik.com.
Sedangkan Imam Nahrawi sendiri adalah sosok penting dalam penyebaran opini Islam Nusantara, serta menjuluki pengusung Khilafah sebagai kelompok radikal dan berbahaya.Ucapan bernada miring terhadap ajaran Islam mereka utarakan saat nyaman di kursi jabatan. Opini Islam yang muncul ke permukaan selalu sigap mereka hadang dengan dalih logika dan kebangsaan. Slogan Saya Pancasila, Cinta NKRI, dan Anti Radikal menjadi yang selalu mereka teriakkan.
Namun ternyata, waktu memilih mereka. Para pengujar kebencian terhadap ajaran Islam menemui nasibnya. Satu persatu tersangkut korupsi. Bak menunggu giliran, mereka menjadi pesakitan seperti menunggu antrian. Slogan kebangsaan yang sebelumnya jadi andalan, tak mampu selamatkan mereka dari jeratan hukuman. Perilaku mencuri uang negara tetap harus dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat Indonesia dan juga Sang Pencipta.
Di sisi lain, ide Khilafah yang selama ini jadi kambing hitam, pada faktanya terus mendapat perhatian. Viral di banyak perbincangan, tema khilafah tak ubahnya seperti primadona yang membuat banyak orang penasaran. Terlepas dari pro dan kontra terhadapnya, pembahasan seputar khilafah kini tersebar ke berbagai tempat di negeri ini. Dari sepinya pelosok desa, hingga riuhnya ibukota.
Melejitnya ide Khilafah, bahkan berhasil mengetuk pintu penguasa dengan kekhawatiran yang tak semestinya. Upaya pelabelan buruk terhadap pengusungnya terus digencarkan. Pencabutan Badan Hukum Hizbut Tahrir menjadi bukti bahwa dakwah ini telah memberi arti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peristiwa tersebut mengingatkan kita akan janji Allah SWT dalam QS Ali Imran ayat 54 yang artinya :
“Mereka membuat makar (tipu daya)terhadap Allah. Dan Allah membalas makar (tipu daya) mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas makar (tipu daya)”.
Peristiwa di atas selayaknya menjadi penguat bagi setiap muslim untuk tetap berpegang teguh dalam ketaatan.
Perang pemikiran yang saat ini terjadi meniscayakan Islam sebagai pemenang sejati. Bagaimanapun, Islam adalah ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam pula yang dijanjikan menang oleh Sang Pencipta.
Oleh karenanya, kewajiban mengawal kebangkitan dengan segala upaya dan kesungguhan merupakan hal yang tidak bisa ditawar.ÂMaraknya pembahasan Khilafah di berbagai tempat, seolah menjadi pertanda bahwasanya tak lama lagi cahaya Islam akan menyinari kehidupan yang saat ini kelam dalam kegelapan.