Oleh : Silvia AnggraeniÂ
Lampung
Muslimahtimes– Seorang ibu NP (21) menggelonggong anaknya ZNL (2,5) dengan air galon hingga tewas. NP mengaku menyiksa anaknya lantaran stres diancam akan diceraikan oleh sang suami.
“Istrinya stress diancam diceraikan apabila anaknya ini dalam kondisi kurus tidak bisa gemuk,†kata Kanit Reskrim Polsek Kebon Jeruk AKP Irwandhy Idrus kepada wartawan di kantornya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (25/10/2019).
Tak terbayangkan betapa besar penderitaan si bocah hingga akhirnya maut menjemputnya dan menjadikan sang ibu terpenjara dalam penyesalan luar biasa. Tragis, sebuah peristiwa menyayat hati yang terjadi dilatarbelakangi depresi ibu akibat tekanan dari suami dan mertua sendiri.
Nasi telah menjadi bubur, si anak malang itupun telah bersemayam dengan tenang. Namun banyak hikmah yang dapat diambil sebagai pelajaran. Menyoroti faktor deperesi yang sering mendera ibu hingga nekad berbuat kasar pada buah hati nya.
Kasus semisal bukan kali pertama terjadi, beberapa bulan lalu masyarakat juga dihebohkan dengan tindakan seorang ibu yang menikam bayinya sendiri hingga tewas akibat depresi pasca melahirkan.
Seperti diberitakan oleh kumparan.com, seorang wanita berinisial FM di Cibeunying Kaler, Bandung, Jawa Barat ramai diberitakan karena membunuh bayi yang ia lahirkan sendiri. Akibat membunuh bayi berusia 3 bulan itu, FM diringkus tim Satreskrim Polrestabes Bandung di kediamannya pada Minggu (1/9).
Banyak faktor penyebab deperesi pada ibu, diantaranya: lelah fisik, kondisi ekonomi, serta tekanan dari lingkungan dan keluarga.
Menjadi seorang ibu merupakan hal besar dalam fase hidup seorang wanita. Saat dimana sebuah amanah mulai menjadi tanggung jawab nya. Tugas yang menguras perhatian, pikiran dan tenaga. Maka diperlukan fisik yang kuat serta kestabilan emosi dan dukungan keluarga agar semua dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Namun pada kenyataannya banyak masalah yang sering mengusik kestabilan emosi ibu.
Lelah fisik, ibu adalah orang yang bekerja 24 jam sehari dan tak memiliki hari libur. Rutinitas yang pasti banyak menguras energi. Kurang nya waktu istirahat bahkan di malam hari tak ayal menimbulkan lelah fisik yang amat sangat. Begitu besar pengorbanan seorang ibu yang dalam kepayahan yang bertambah ia mengandung, lalu menggenapkan masa susuan hingga 2 tahun. Begitulah ibu, yang begitu dimuliakan dalam Islam. Seperti hadits berikut:
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’â€Â(HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Tekanan ekonomi dalam sistem kapitalisme saat ini pun menjadi faktor penyumbang kepenatan dalam diri ibu dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Tak hanya lelah, pikiran ibu pun harus terus berputar untuk mengatur keuangan agar dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga dengan kondisi sulit. Pasalnya penghasilan suami atau ibu yang terpaksa bekerja sendiri hanya pas-pasan belum lagi tempat tinggal yang masih harus mengontrak.
Tingginya harga bahan pokok di pasaran jelas menambah berat beban pikiran ibu dalam urusan keuangan. Belum lagi kebutuhan lain seperti kesehatan dan pendidikan yang tinggi menjulang kian menekan beban kaum marginal.
Beratnya tugas dan tanggung jawab ibu sering tak mendapat dukungan dari keluarga selaku orang terdekat sekaligus memiliki andil yang sama dalam tugas pengasuhan anak. Kasus bayi yang digelonggong ibu di atas adalah contoh yang nampak kepermukaan. Banyak keluarga menimpakan tugas mendidik dan merawat sang anak hanya pada ibu saja. Dan dengan mudah menghakimi kegagalan pengasuhan anak sebagai kesalahan si ibu saja.
Persoalannya kian rumit ketika penghakiman dilakukan oleh ibu mertua yang mendapat dukungan dari suami. Orang-orang yang semestinya ikut andil dalam penuntasan masalah yang dialami ibu. Hal ini tentu memberikan tekanan yang keras pada diri ibu.
Anak adalah generasi penerus bangsa yang menjadi harapan besar bagi kedua orangtuanya dan kehidupan. Kualitas generasi ini amat ditentukan oleh peran ibu. Seorang ibu menjadi pembentuk generasi unggul yang mampu membawa perubahan. Maka dari itu seorang ibu harus mampu menjadi madrasah awal bagi anak. Namun cerita pilu di atas seolah memupus harapan tumbuhnya generasi unggul karena depresi yang menghantui kaum ibu.
Kapitalisme biang masalah kesenjangan kesejahteraan, dan sekulerisme yang membuat keluarga tak bisa menjalankan tugasnya.
Kita butuh solusi mendasar untuk menguak akar permasalah yang kian hari kian mengganggu keluarga.
Kesejahteraan mungkin dapat memangkas cabang masalah pelik yang dihadapi banyak ibu saat ini. Jika seluruh kebutuhan pokok seperti tempat tinggal, makanan, kesehatan dan pendidikan dapat diperoleh dengan mudah. Namun hal ini mustahil tercapai dalam sistem ekonomi kapitalisme saat ini.
Hanya Islam yang mampu menjamin kesejahteraan masyarakat. Sejarah menuliskan saat Islam menguasai 2/3 dunia kesejahteraan rakyat amat terjamin, bahkan non muslim pun merasakannya. Negara sebagai institusi yang meri’ayah umat, senantiasa menjamin terpenuhinya kebutuhan umat. Karena dalam Islam peran ibu amat penting adanya.
Selain faktor ekonomi, masalah lain penyebab masalah depresi adalah sekulerisme. Pemisahan agama dari kehidupan sejatinya telah menciptakan seabrek masalah. Tidak paham nya lelaki akan cara memperlakukan istri kerap memantik polemik dalam rumah tangga, salah satu ny adalah depresi yang dialami istri.
Dalam Islam suami diperintahkan untuk memperlakukan istri nya secara baik. Seperti sabda Rasulullah Saw: “orang yang imannya paling sempurna di antara kalian adalah yang paling berakhlak mulia dan yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istrinya.â€Â (HR at-Tirmidzi)
Suami istri adalah partner hidup yang saling menopang segala kekurangan pasangan nya. Maka hubungan yang baik antara suami dan istri akan menumbuhkan sakinah di dalam hati. Ketenangan yang menjauh kan ibu dari keguncangan emosi.
Jauhnya Islam dari kehidupan masyarakat saat ini memang menjadi sumber berbagai masalah yang ada. Dengan Islam hidup akan berkah, dan jelas arah. Hingga tak mudah menyerah, karena Rahmat Allah yang melimpah. Islam akan menjadikan seorang ibu kuat dalam hal psikis. Karena kedekatan nya dengan Allah akan menciptakan ketenangan dan kesabaran. Karena hanya dengan Islam hidup akan berjalan selaras dan berimbang. [nb]